Boleh minta komen yang banyak di sini?
REMEMBER FOLLOW, VOTE AND COMMENT ;)
*
Aku membuka mata dengan perlahan-lahan, pusingku masih membekas namun tidak separah sebelumnya, lalu aku mendongak melihat kamar yang sangat megah. Aku berada di rumah Dean jelas dia mengejutkanku dengan rumahnya. Aku pikir rumahnya seperti rumah nenekku—sederhana. Aku benci jika aku harus bilang bahwa rumah Dean sama saja dengan rumah Ayahku. Aku tertawa getir. Aku tidak mau tinggal di sini. Tapi bisakah aku bilang begitu pada Dean? Itu yang jadi pertanyaannya.
Aku mendongak, melihat lampu hias gantung di atasku. Aku mencebik. Lampu hias gantung yang cantik—malah membuat siapa saja yang melihat terpukau tapi tidak denganku. Aku membencinya karena lampu hias gantung itu mengingatkan aku pada Ayahku—ah, bukan, tante yang jadi Ibu tiriku. Dia paling suka mengoleksi lampu tersebut. Walaupun berbeda dari tampilannya namun hampir sama. Aku mengalihkan tatapanku dan menghembuskan napas dan fokus terhadap kamar Dean. Kamarnya dihiasi wallpaper dinding berbentuk daun yang memanjang dengan corak light grey dan sisanya berisi silver. Aku paling suka warnanya karena warna itu adalah kegemaranku. Aku jadi ingat dulu waktu aku tinggal di rumah nenekku, aku langsung mendekorasi kamarku dengan warna yang sama dengan kamar Dean, bedanya aku mewarnai menggunakan cat sedangkan Dean tidak, yang jadi pertanyaannya, apa Dean sendiri yang memasang wallpapernya atau orang lain? Karena warnanya sangat indah.
Aku menghembuskan napas lelah. Jika saja rumah Dean sama sederhananya dengan rumah nenekku, aku tidak akan merasa jijik atau merasa tertindas. Di rumah nenekku dulu tidak terlalu banyak tempat tapi nyaman, hanya berisi tiga kamar, toilet dan dapur. Pasti hidupku tidak akan repot dengan barang-barang yang tidak perlu, hemat karena tidak terlalu pusing memikirkan barang-barang yang tidak berguna, tidak perlu repot membayar listrik yang mahal dan juga air mengalir. Fokus terhadap hal-hal yang perlu. Rumah Dean yang besar membuatku seperti berada dalam kungkungan tembok yang luas namun terasa sepi, tidak ada orang lain selain diriku, malah terasa seperti di cekik jika terlalu lama di sana.
Aku membuang napas dan melihat kembali tetesan hujan di gorden jendela, menekuk kedua kakiku dan melipat kedua tanganku lalu menyandar pada tangan kiriku. Derasnya hujan membuatku tidak terlalu gundah, dan memejamkan mata walau terasa singkat hingga kilasan mimpiku kembali tersemat dalam pikiranku.
Aku membuang napas, detak jantungku berdetak-detak cepat karena terbayang soal mimpiku. Jika benar itu hanya mimpi lalu mengapa ingatan itu masih terbayang sampai sekarang. Harusnya, kan aku tidak terlalu ingat hal tersebut namun sampai sekarang aku masih mengingatnya. Bahkan aku masih mengingat hantu itu bicara apa padaku, dia bilang ‘selamatkan aku’. Namun aku tidak tahu apa yang harus aku selamatkan, membayangkan saja sudah membuatku mual.
Aku bersandar pada daguku dan mengalihkan arah fokusku jadi menunduk, tidak mau memikirkan soal mimpi yang harusnya lenyap. Namun berapa kali aku mencoba untuk melupakannya terasa sulit, seperti ada peringatan yang mencekam. Lupakan hantu itu Sea, dia tidak nyata. Dia tidak nyata. Aku mengulang-ulang kata-kata tersebut dan berhasil. Lalu tiba-tiba saja ada pergerakan dari kasur, seperti ada yang menaikinya, hingga membuatku merasa terkejut, dan bukan hanya itu, aku merasakan seseorang tengah menyentuh rambutku hingga aku memunculkan wajahku. Aku membuang napas tenang sekarang karena yang menyentuh rambutku bukan lain adalah Dean.
Dean tersenyum dan mengelus pipiku singkat, “Bagaimana keadaanmu? Maaf aku tidak menutup pintunya. Masih merasa pusing?”
Aku masih bungkam, dan tidak memandanginya. Butuh usaha ternyata. Dean mencoba untuk menyentuhku lagi namun dengan cepat aku menghindar. Wajah Dean menyiratkan kekhawatiran mendalam setelah di teliti. “Aku merasa khawatir padamu, Sea,” katanya, “Aku ingin meminta kepada Sinta untuk menyediakan air untuk aku cipratkan kepadamu, tapi tidak jadi karena kamu sudah sadar.”
KAMU SEDANG MEMBACA
GATE OF DESTINY
Horor"Ketika bangun dari tidur, kau harus menghadapi bahwa hidupnya tidak akan mudah, bahkan mengulang kembali momen penting dalam hidupmu." Itu yang di alami Sea Padma Zera, wanita cantik yang harus mengulang kembali momen-momen penting dalam hidupnya...