Boleh minta komen yang banyak di sini?
REMEMBER FOLLOW, VOTE AND COMMENT ;)
*
Setelah Mamanya meninggal, Bi Otih yang mengurus Dean sejak masih balita. Aku tertawa ketika Bi Otih menceritakan Dean senakal apa waktu dia masih kecil, namun nakalnya itu adalah hal yang wajar pada usianya. Dia selalu tidak membereskan permainannya yang membuat Bi Otih merasa jengkal dan membuat peraturan kecil, jika tidak mau membereskannya ia tidak akan memainkannya seharian penuh. Sontak Dean langsung membereskannya. Perlu kamu ketahui Papanya Dean sangat sibuk di perusahaannya dan sudah berbincang mengenai perilaku Dean terlebih dahulu, jadi tidak ada yang salah paham mengenai perilaku Dean hingga Dean mulai berbicara kasar bukan sekali dua kali tapi setiap hari jika tidak ada Papanya, Otih yang selalu mengurus Dean akhirnya angkat bicara pada Papanya Dean, dia bilang kalau Tuan mulai bicara kasar bahkan menyepelekan ucapan Bi Otih mengenai ia bicara kasar. Akhirnya Papanya Dean berang dan meninggalkan ruang kantor yang ada di rumah, Bi Otih dengan cepat melarang Papanya Dean untuk memarahi Dean pada mulanya hingga Bi Otih menghadang pintu tempat Papanya Dean ingin mengeluarkan emosinya.
“Jangan marah-marah Tuan besar, bicarakan dengan tenang. Jika Tuan besar marah-marah dan menyepelekan urusan ini, bisa saja berdampak pada Tuan besar sendiri. Tuan akan menjauhi Tuan besar nantinya,” putus Bi Otih, “Itu yang tidak saya harapkan.”
Bi Otih melihat rahang Papanya Dean mulai tegang—tanda jelas bahwa dia sedang marah. Dia mengangkat kedua tangan dengan kesal kemudian melangkah melewati Bi Otih lalu membuang napas dan memejamkan mata. Butuh usaha ternyata untuk menenangkan Papanya Dean hingga Papanya Dean mendekati Bi Otih lagi namun lebih tenang. “Izinkan saya masuk ke dalam. Saya sudah mulai tenang,” ujarnya.
“Anda yakin Tuan besar.”
“Saya yakin.”
Bi Otih keluar dari pintu dan Papanya Dean langsung membuka dan menutup pintu Dean. Bi Otih tidak terlalu mendengar terlalu jelas saat itu hingga Bi Otih berencana pergi dari kamar Dean namum langkahnya terhenti ketika mendengar suar milik Papanya Dean. Sontak dia mendengarkan dengan seksama.
“Tadi Papa mendengar kamu bicara kasar.”
“Benar, aku bicara kasar.”
“Alasannya kenapa?”
“Karena aku kesal.”
“Andai ada yang tidak kamu kenal bicara kasar padamu, tentu kamu sakit hati, kan? Begitulah yang dirasakan orang lain karena perkataanmu.”
“Papa tidak menanyakan aku kesal karena siapa?”
“Baiklah, kamu kesal karena siapa?”
“Papa. Aku kesal karena Papa nggak mau datang ke pembagian rapot. Hanya Bi Otih menemui aku saat itu, padahal Papa saat itu ada di rumah. Aku tahu pekerjaan Papa memang prioritas Papa tapi bisakah Papa meluangkan waktu sebentar? Ke acara di museum saja Papa nggak datang, padahal teman-temanku datang bersama Papa atau Mama mereka, hanya Bi Otih yang menemaniku saat itu. Itu mengapa aku kesal pada Papa kerena Papa nggak datang,” kata Dean sambil menangis.
Dari sana Bi Otih menceritakan kepadaku, tentang hal tersebut padaku—yang sudah Papa Dean jelaskan, namun dari sana dia jadi tahu apa kesalahan terbesarnya selama ini. Menyianyiakan waktu bersama Dean. Walau dia tahu pekerjaannya sebagai pendiri produksi game menyita waktunya dia usahakan untuk tetap hadir dan menemani Dean. Papa Dean berjanji pada Dean saat itu jika ada acara tertentu, Papa Dean akan datang untuk menghadiri acara tersebut dan bukan sekolah saja, dia bilang kalau dia ingin berlibur dia akan menemani Dean.
KAMU SEDANG MEMBACA
GATE OF DESTINY
Horror"Ketika bangun dari tidur, kau harus menghadapi bahwa hidupnya tidak akan mudah, bahkan mengulang kembali momen penting dalam hidupmu." Itu yang di alami Sea Padma Zera, wanita cantik yang harus mengulang kembali momen-momen penting dalam hidupnya...