Cinq.

1.1K 148 18
                                    

Rui tidak mampu menemukan Ayden saat ia menyusulnya keluar, entah kemana kakaknya itu berjalan atau bersembunyi karena ia tidak bisa menemukannya. Sejujurnya ia juga penasaran bagaimana rupa seseorang yang melahirkannya. Ia sudah ditinggalkan saat berusia satu tahun lebih dan jelas ia tidak mengingatnya. Keluarganya jarang bahkan tidak pernah membicarakan atau menyebut lelaki itu.

Rui melajukan motornya bingung entah harus kemana ia sekarang. Namun satu tempat yang ada dikepalanya, yaitu toko roti milik Revin. Sekarang masih pukul 7, harusnya toko roti itu masih buka.

"Rui?" Panggil Revin melihat Rui masuk ke tokonya.

Rui mengangguk dengan senyum tipisnya, Revin yang melihat wajah Rui tidak seperti biasanya itu pun menyuruhnya ke belakang dan ia meminta Arning menggantikan posisinya untuk berjaga di depan.

Riyo yang tengah membantu Arning membuat adonan kue pun sontak menoleh. "Kenapa lu bang?" Tanyanya kepada Rui.

Rui hanya menggeleng, mendudukan dirinya disamping Riyo.

"Rui mau kue gak nak? Tadi Papi baru aja baking brownies" Tawar Revin.

"Enggak om. Masih kenyang"

Revin mengangguk, sebenarnya ada hal yang ingin ia tanyakan namun ia merasa takut untuk menanyakannya. "Kamu mau ngobrol sama Riyo atau mau sama Papi juga?" tanya Revin.

Rui diam sejenak menatap keduanya bergantian. "Sini aja bang, sekalian bantuin gue nih biar cepet kelar" saut Riyo.

Revin terkekeh, "masa abangnya baru datang udah disuruh bantuin sih dek?"

"Ih ya gapapa, Pi. Lagian dia kesini ngapain kalau gak bantuin?"

Rui ikut terkekeh, "sini gue bantuin"

"Cuci tangannya dulu nak kalau mau bantuin"

Rui menurut, ia tidak suka diperintah atau membantu seperti ini sebenarnya. Namun entah mengapa di keluarga ini ia mendapatkan kehangatan yang membuat ia sendiri akan rela melakukan apapun untuk mereka.

"Papi balik ke depan ya bantuin kak Arning, kalau ada apa apa panggil aja" Revin meninggalkan keduanya, karena sepertinya Rui butuh teman cerita.

"Nih bang, ini cookiesnya di buletin gini terus ditimbang. Beratnya harus sama biar besarnya juga sama" ucap Riyo yang kemudian diangguki Rui.

Riyo kemudian menoleh sejenak pada Rui, "lo kenapa bang? Sini cerita kalau emang mau cerita" Rui diam sejenak,kemudian menatap Riyo.

"Gue lagi bingung"

"Kenapa?"

"Lo udah pernah ketemu bokap lo?" Tanya Rui membuat Riyo seketika terdiam.

"Gak pernah"

"Kalau semisal bokap lo datang kembali, lo gimana?"

Lagi, pertanyaan Rui membuat Riyo terdiam sejenak. "Gue pukul dulu, soalnya bisa bisanya dia ninggalin gue sama Papi sendirian!"

Jawaban Riyo membuat Rui seketika tertawa terbahak bahak. "Astaga, main pukul aja"

"Ajaran lo"

"Dih? Gak pernah gue ngajarin lo"

Riyo terkekeh. "Bercanda bang.. ya gue gak tau? Gue sih kesel ya, tapi gue juga pengen tau bokap gue dan alasan dia ninggalin kami"

Rui mengangguk, ia juga begitu ingin tau tentang seseorang yang melahirkannya dan mengapa ia di tinggalkan. "Kenapa bang? Lo ketemu orang tua lo?" Lanjut Riyo.

Rui menggeleng pelan. "Enggak. Cuma.. kakak gue ketemu dia katanya"

"Serius?!!!"

Rui menggidikan bahunya. "Gue gak tau dia cuma ngancem apa enggak. Tapi gue jadi kepikiran. Sekarang gue gak tau kakak gue lagi dimana"

REVIENS VERS MOI - GUANRENTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang