Treize.

864 121 5
                                    

Hari ini waktunya Revin mengambil raport milik Riyo di sekolahnya. Setelah ujian akhir semester beberapa hari yang lalu, tiba juga Revin akan melihat hasil belajar anak bungsunya selama hampir 6 bulan ini.

Revin datang ke sekolah bersama dengan Riyo yang menunggunya di mobil bersama supir mereka. Revin dapat merasakan perlakuan berbeda dari semua guru dan staff yang berada di sekolah Riyo ini. Riyo memang termasuk siswa berprestasi disini karena dulu Riyo mengincar beasiswa agar tetap bisa sekolah sehingga banyak guru yang mengenal baik Riyo. Namun perlakuan gurunya ini mulai berbeda sejak beberapa minggu yang lalu, tentunya semenjak mereka mengetahui bahwa Papa Riyo sekarang menjadi donatur terbesar di sekolah ini dan membuat kepala sekolah yang sudah menjabat hampir 10 tahun itu bisa lengser begitu saja.

"Nilainya ananda Ariyo masih bagus, Pak. Ada beberapa yang nilainya turun namun masih masuk rentang bagus dan menjadi juara pertama di kelas dan angkatannya"

Revin hanya tersenyum dan mengangguk mendengar penjelasan wali kelas Riyo itu. "Kata Riyo kemarin mau ada olimpiade, bu?"

"Iya Pak. Namun setelah dilakukan pertimbangan, sepertinya tidak perlu mengikutinya jika Riyo tidak berminat. Karena kan Riyo bukan murid beasiswa lagi dan tidak ada kewajiban untuk mengikutinnya. Riyo juga sudah kelas 3 dan sudah waktunya fokus untuk ujian kelulusan"

Revin mengangguk paham. Ia juga tidak akan memaksa Riyo untuk mengikuti olimpiade agar anak bungsunya itu bisa fokus ujian kelulusan saja. "Oh iya Pak Revin, rencananya pihak sekolah akan membangun lapangan baru, mungkin dari keluarga pak Revin berminat untuk memberikan bantuan?"

"Kalau itu nanti langsung ke suami saya saja ya Bu. Oh iya, ini sudah selesaikan Bu? Karena saya ada urusan lagi, jadi tidak bisa lama-lama"

"Iya, sudah pak. Terimakasih atas kunjungannya, anda tidak perlu khawatir mengenai Riyo karena saya akan membantunya"

Revin hanya mengangguk kemudian berpamitan untuk pergi dan menemui Riyo yang sudah menunggunya di mobil. "Gimana Pi hasilnya?" Tanya Riyo saat Revin baru saja masuk mobil.

"Masih juara satu, tapi beberapa nilai kamu ada yang turun"

Riyo melunturkan senyumnya, "terus gimana? Gak jadi liburan dong?"

"Jadi"

"Beneran Pi?!"

Revin mengangguk dan terkekeh melihat antusiasnya Riyo. "Nunggu Papa gak sibuk, kita ke Jepang ya?" Lanjut Revin membuat Riyo mengangguk senang.

"Terus sekarang mau kemana?"

"Kita belanja. Mau?"

"Mauuuuu!!" Seru Riyo sangat antusias. Semenjak mereka berdua kembali bertemu dengan keluarga mereka, Riyo dan Revin yang biasanya sering menghabiskan waktu hanya berdua itu kini jarang sekali pergi hanya berdua. Namun kemarin Revin sendiri sudah berjanji akan menghabiskan waktu berdua bersama Riyo seharian.

"Papi bahagia?" Tanya Riyo saat mereka kini sudah berada disalah satu restoran untuk makan siang terlebih dahulu.

"Bahagia. Adek bahagia?" Tanya balik Revin.

Riyo mengangguk sejenak. "Riyo bahagia, apalagi lihat Papi sekarang udah gak pernah nangis sendirian lagi kalau malam malam" Riyo kemudian menarik nafasnya sejenak, "dulu tiap tengah malem pas Riyo kebangun, Riyo sering lihat Papi kadang lagi nangis di dapur atau di kamar sendirian. Rasanya hati Riyo sakit Pi, tapi sekarang kayaknya Papi udah gak pernah nangis lagi ya? Riyo bahagia lihat Papi bahagia sama Papa"

Revin merasa terharu mendengarnya, ia pun mengusap pelan kepala Riyo. "Makasih ya Adek. Makasih banget kamu sudah mau bertahan sama Papi, mau nemenin Papi dari kita yang sering pindah pindah kontrakan, makan seadanya, sampai sekarang. Makasih karena Adek gak pernah ninggalin Papi sendirian. Papi gak tau lagi kalau di hidup Papi gak ada Adek"

REVIENS VERS MOI - GUANRENTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang