S a t u

858 44 4
                                    

Hidup ini__bagaimana ya menjabarkannya, penuh dengan misteri dan teka teki. Ugh, jujur saja aku sebagai perempuan kota yang kini hidup mandiri di pinggir desa tersenyum begitu lebar menyambut pagi hari, sangat bahagia dan bebas. Morning person yang sudah menjadi rutinitasku selama enam tahun terakhir.

Menjadi ibu muda yang cantik, manis dan sangat cerdas sepertiku pasti akan menjadi incaran para duda kaya raya. Eh, tunggu dulu. Masalahnya singa manisku sangat galak dan seram. Dia suka berteriak dan akan menamengi diriku seolah akulah makhluk kecil lemah lembut yang tidak boleh di sentuh oleh manusia berjenis kelamin laki-laki.

"Oh My Good, Mommy!" suara pekikan kesal histeris itu meluluh lantahkan lamunanku. Dengan cepat kepalaku menoleh mencari asal suara kemudian dengan tanpa dosa nyengir lucu.

Lihatlah, anak tampanku ini sungguh sangat menawan pagi ini. Selain hobby berteriak dia juga hobby sekali membuatku tertawa gemas.

"Yes, baby Lion? Ada yang bisa mommy bantu, pasangkan celana dalam misalnya?" tanyaku lemah lembut. Segera ku hampiri bocah cilik berusia enam tahunan itu, wajah cemberutnya mengundangku untuk tertawa.

"Mommy melamun lagi. Kerjaan mommy akhir-akhir ini selain melamun dan sibuk mengupas kacang hanya tidur!" ucapnya kesal, kentara sekali dari raut wajahnya yang sungguh menatapku setajam silet. Sekarang aku mengerti dari mana asalnya tatapan menusuk ini. Siapa lagi kalau bukan dari ayahnya yang kejam bagai tiran itu.

Ugh, mengingatnya saja membuatku mual.

"Maafkan mommy-mu sayang, belakangan Mommy terkena virus malas gerak, jadi inginnya hanya berbaring dan bobok cantik." Aku memilih untuk mengalah di banding harus ribut di pagi buta begini. Putraku ini sungguh sangat tampan mirip denganku--hanya matanya saja sebenarnya, selebihnya seluruh wajahnya mirip dengan si ayah.

Dan jujur saja sebagai ibu yang mengandung dan melahirkannya aku sempat di rasuki rasa sesak karena anakku begitu mirip dengan ayahnya. Padahal aku telah susah payah membawanya kemana-mana. Tapi mungkin saja memang begitu, salah kata orang dulu yang mengatakan bahwa anak laki-laki akan mirip ibunya jika lahir dan begitu pun sebaliknya anak perempuan akan mirip ayahnya saat lahir. Tapi dalam perkara putraku yang menawan ini, dia sangat mirip dengan ayahnya, yang membuatku agak gengsi mengutarakan bahwa gen ayah dari anakku memang sangat luar biasa.

"Mom," aku kembali ke dunia lagi setelah putraku menepuk pipiku pelan. Aku mengulas senyum cantik kemudian memeluk tubuh mungilnya. Ugh, selain si ayah dari putraku yang kejam layaknya tiran itu aku sungguh mensyukuri bahwa aku tak sendiri lagi di dunia ini. Aku punya sebagian diriku dalam versi mini yang terlihat begitu lucu dan menggemaskan.

"Aku akan ke sekolah bersama Endi dan Bumi, Mommy nggak perlu antar dan nggak usah menyiapkan bekal. Aku akan makan di kantin baru sekolahku!" ucap putraku. Aku diam sebentar sebelum mengangguk ragu, bukan soal bekal melainkam berangkat ke sekolah. Aku agak sangsi kalau anak yang ku lahirkan ini punya bakal sosial yang bagus. Karena jujur saja, kepintaran anak akan menurun pada ibunya dan aku ini cukup tak pandai beinteraksi dengan orang asing.

"Tapi boy, hari ini minggu keduamu sekolah. Tentu harus mommy yang mengantar." aku menjeda ucapanku beberapa saat melihat wajahnya berubah masam. Putraku ini berbeda dengan anak seusianya, dia baru berusia enam tahun dan sudah masuk kelas satu SD. Kecepatan memang, tapi aku panas telinga mendengarnya merengek minta sekolah SD dan tak mau berbaur dengan anak seusianya yang katanya cupu-cupu. Oh dari mana dia tau kata cupu itu, aku tak pernah mengajarinya.

"Mommy juga harus bertemu gurumu. Ingat kan wali kelasmu kemarin berpesan apa? minggu kedua wali murid wajib datang untuk melihat kondisi anak mereka."

Si tampan mini versi ayahnya ini menunduk dengan tatapan malas. Aku jadi penasaran apa yang membuatnya jadi begini.

COMPLICATED (ON GOING) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang