Bab 2 : Patah Hati

167 26 0
                                    

Menikmati senja di Heather Falls sangat menyenangkan. Kicauan burung dan gemericik air menutup hari-hari penat yang kau lalui dengan lebih baik. Sakura mengangkat tangannya. Ia tak lagi sendiri. Tangan besar Naruto dan urat-uratnya yang terlihat gagah melingkari telapak tangan gadis itu. Sakura memandanginya dengan senyum yang mengembang.

"Aku tak menyangka, Naruto kecil yang selalu bertingkah konyol, kini menjadi seseorang yang begitu menawan," Sakura mengalihkan tatapannya pada Naruto yang juga tengah tersenyum.

"Ada gadis cantik yang selalu menjagaku selama ini. Memastikan si konyol itu tumbuh dengan baik," Naruto menyelipkan sehelai rambut Sakura yang terlepas dari ikatannya ke belakang telinga. Sakura tenggelam dalam iris safir laki-laki itu.

"Aku senang mendengarnya," Sakura tersipu. "Apa yang kau lakukan hari ini?" tanyanya.

"Menemani ayah berkunjung ke pack Tuan Jiraiya. Tak ada yang spesial dari ini. Lantas, bagaimana denganmu?"

"Mengajari anak-anak cara merawat luka. Walaupun kita punya kemampuan penyembuhan yang cepat, beberapa hal perlu diajarkan untuk mengantisipasi hal buruk." Naruto mengangguk menyetujui.

Sudah beberapa bulan berlalu sejak hari perayaan. Walaupun tak ada ungkapan cinta yang tersurat, tapi keduanya semakin dekat. Sakura menyenderkan kepalanya pada bahu Naruto. Gadis itu senang mendengar detak jantung mereka yang seirama. Walaupun sebagian hatinya tetap merasa tak tenang.

"Sakura," panggil Naruto lembut, "Aku mendapatkan mimpiku. Seorang gadis dengan tawa renyahnya berlarian di padang ilalang."

'Deg'

Sakura mengepalkan tangannya. Hal yang paling ia takutkan datang begitu cepat. Ia tak tahu apa ia siap untuk ini, "Apa itu aku?" lirihnya.

"Aku hanya melihat punggungnya. Tapi, tawa yang kudengar. Itu bukan milikmu," Naruto berujar sangat lembut. Ia takut menyakiti hati Sakura. Namun, tiap kali ia melihat senyum gadis itu, ia tak bisa menyembunyikan rasa bersalahnya.

Sakura merasa sebilah pedang terasa menusuk ulu hatinya. Perih mulai menjalar ke setiap sel di tubuhnya. Ia tak tahu, patah hati akan begitu semenyakitkan ini. Gadis itu, menghirup dalam aroma Naruto. Walaupun ia tak rela melepaskan laki-laki ini, tapi mau tak mau Naruto memang harus memenuhi takdirnya.

"Maafkan aku," ujar laki-laki itu penuh penyesalan. "Aku menikmati hari-hari yang telah kita lalui bersama. Sangat menyenangkan setiap kali aku berada di dekatmu, Sakura. Sungguh."

Sakura masih mematung. Ia tak tahu harus bagaimana. Gadis itu bergulat dengan batinnya sendiri.

Naruto memeluk erat tubuh ringkih Sakura. "Aku akan melakukan apa pun yang kau inginkan," bisiknya.

"Aku tak ingin kau pergi," jujur Sakura. Ia tahu ia egois. Seorang werewolf yang menolak mate-nya akan membuat hidupnya hancur.

"Baiklah."

Mereka kembali ke pack saat hari mulai gelap. Moon Halo Pack tampak lebih sepi dari biasanya. Aura kesedihan menguar dari para anggota pack yang mereka temui.

Karin dengan air matanya yang berjatuhan, berlari memeluk Naruto yang tampak kebingungan. "Ada apa?"

"Paman Minato telah tiada," ujarnya sesenggukan.

"Apa?" Naruto terkejut bukan main. Laki-laki itu melepaskan pelukan Karin dan mulai berlari menuju rumahnya. Sakura mengikutinya.

Di dalam peti, sosok serigala Namikaze Minato telah terbaring tak bernyawa.

"Ayah!" Naruto tak kuasa menahan tangis. "Apa yang terjadi, Ibu?" Uzumaki Kushina yang berada di sampingnya berusaha terlihat tegar.

"Ayahmu sudah lama sakit. Ia menyembunyikannya dari kita." Detik itu juga lolongan kesedihan mendalam Naruto terdengar.

IndependentTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang