Bab 5 : Fakta mengerikan

159 25 0
                                    

Anak panah itu jatuh ke lantai. Sasuke mengambilnya dan mematahkannya menjadi dua. Itu terbuat dari kayu yang tumpul. Seorang anak laki-laki dengan busur kecil di tangannya mendekat.

"Mengapa paman mematahkannya?" ujarnya marah.

"Inojin," Sasuke menatap anak itu tajam, "Minta maaf!" perintahnya.

"Untuk apa? Aku menyelamatkanmu dari ancaman orang asing," anak itu menatap tak suka pada Sakura.

Sakura menggerakkan tangannya yang sudah tak terasa sakit. Kemampuan regenerasinya bekerja. Setelah beberapa saat, bekasnya pasti akan menghilang.

"Apa begitu cara bicaramu pada orang yang lebih tua?" ujar Sasuke tenang. "Minta maaf atau aku akan melaporkanmu pada ayahmu," ancamnya.

"Baiklah. Maaf," anak laki-laki itu mengalah.

"Tak masalah," Sakura mengibaskan tangannya. Bekas lukanya telah benar-benar hilang. "Lihat, tak ada yang terluka."

Inojin mendekat, "Wow, bagaimana kau melakukannya? Jelas-jelas tadi aku melihatnya melepuh. Apa kau punya sihir?" tanyanya penasaran.

"Bisa dibilang begitu," Sakura berusaha menjawab dengan frasa yang tepat.

"Apa kau mau mengajariku?" Inojin menatapnya dengan wajah memohon.

"Ya, asal kau mau merahasiakannya."

"Tentu saja," Inojin menarik lengan Sakura, "Ayo mulai latihannya!" ajaknya. Sakura pasrah mengikuti tarikan anak itu. Saat ia melewati Sasuke, laki-laki itu menahan lengannya yang bebas.

"Kami masih ada urusan penting," Sasuke berujar datar. "Pergilah, Inojin. Kurasa Ino menyiapkan kue untukmu di toko bunganya."

"Benarkah?" mata anak itu berbinar.

"Ya." Mendengar jawaban dari Sasuke, anak itu melepaskan tangannya dari Sakura dan langsung berlari pergi.

Sakura menatap Sasuke penuh selidik. Seingatnya, gadis bernama Ino itu tidak mengatakan apa pun soal kue dan Inojin sebelumnya. "Kau berbohong?" Sakura meminta jawaban.

"Tidak sepenuhnya," Sasuke menarik Sakura ke dalam rumah. Menutup pintu rumah dengan tangannya yang lain. Mereka duduk saling berahadapan di kursi kayu. Hening menyelimuti. Hingga Sakura memeberanikan diri bercerita.

"Kau ingin tahu mengapa aku tersesat, bukan?" Sakura mengalihkan tatapannya pada jendela yang menampakkan turunnya salju. "Sebenarnya aku tak tersesat. Aku melangkah keluar dari pembatas Wisteria dengan penuh kesadaran," Sakura menghela napas, "Satu-satunya alasan hidupku diragukan oleh orang yang kucintai. Saat aku menyadari hutan yang kupijak berbeda, saat itu juga aku mengetahui bahwa Wisteria juga telah membuangku."

Sasuke menatap gadis itu lekat. Ia tahu bagaimana sakitnya dikhianatai oleh orang yang paling kau cintai. Namun, ia tak tahu bagaimana seharusnya ia merespon pengakuan gadis di depannya ini.

Sakura menatap Sasuke yang masih bungkam. Gadis itu merasa penasaran akan suatu hal. "Apa aku werewolf Wisteria pertama yang kau temui?"

"Tidak," bantahnya, "Aku pernah bertemu beberapa alpha yang keluar pembatas untuk mencari mate manusianya," tukasnya.

"Apa hebatnya seorang luna manusia? Mereka hanya akan melahirkan para half yang lebih lemah. Gagasan akan pejantan yang mabuk kepayang saat bertemu mate mereka dan menggila saat ia terluka adalah hal paling bodoh yang dulu kupercayai," Sakura mengepalkan tangannya, "Mengapa kehendak pribadi hanya akan menyakiti diri sendiri? Apa kita hanya boneka bagi Moon Goddes yang tak nyata?" Sakura lepas kendali. Ia tahu itu.

Sasuke lagi-lagi tak tahu harus bagaimana menanggapi semua pertanyaan Sakura. Sejujurnya ia juga merasa Moon Goddes tak ada gunanya. Mengapa kakaknya harus membantai seluruh pack hanya karena sebuah mimpi.

IndependentTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang