Bab 12 : Kumpulan puzzle

158 19 6
                                    

'Dor'

'Dor'

'Dor'

Tembakan demi tembakan terdengar nyaring. Geraman tak tertahan datang dari balik bukit.

"Sial!" Sasuke menyentuh belikatnya. Darah merembes menodai pakaiannya yang koyak.

Pack Deidara hanya tersisa beberapa. Didominasi oleh anak-anak kecil yang kini menjadi yatim. Mereka berhasil disembunyikan dengan aman. Para pemburu werewolf itu tak ada habisnya. Mereka datang bak badai dengan guntur yang setia menemani.

Sasuke merasa peluru perak yang tertanam di tulangnya telah menyerap seluruh energinya. Tubuhnya lemas. Matanya mulai berkunang-kunang. Seberkas cahaya putih menyilaukan datang dari kejauhan. Mendekat dengan kecepatan konstan. Memperbesar radiusnya. Ia menyipitkan mata. Moncong senapan terlihat samar.

"Apa ini akhirnya?" gumamnya pada diri sendiri.

Dua sosok serigala putih tengah bertarung. Tak ada yang mau mengalah walau seluruh tubuh mereka dipenuhi luka.

"Mengapa kau membantai pack? Bahkan, kau membunuh ayah dan ibu di depan mataku."

"Karena aku menyayangimu."

"Omong kosong!" Sasuke membentak. Wujud serigalanya melompat ke depan. Cakarnya berusaha mengoyak punggung sang kakak, Uchiha Itachi. "Tahukah kau semua penderitaan yang kualami karenamu!" Sasuke mengetatkan rahangnya, "Aku mengubur semua yang kusayang dengan tangan kecilku. Dendam menggerogoti seluruh jiwaku. Kau pantas mati, Itachi!"

"Maaf, Adik," Itachi menatap sendu, "Apakah dengan membunuhku akan membuatmu merasa lebih baik?" Itachi memuntahkan darah.

"Aku tak butuh belas kasihanmu! Ayo lawan aku!" Sasuke mendorong Itachi dengan kepalanya. Membuat serigala itu terpelanting ke belakang.

Sasuke berubah ke wujud manusianya. Mengambil pedang dan menyeret ujungnya mendekati Itachi, "Lawan aku!" bentaknya. Itachi mendengus. Memuntahkan lebih banyak darah.

"Dropworth adalah segalanya. Tak terbatas pack atau Nimbus. Kedamaian yang telah lama tercemar harus dimurnikan dan Uchiha adalah masalahnya," Itachi menatap Sasuke lekat.

"Apa maksudmu?" Sasuke menatap kakaknya tajam.

"Hiduplah dengan baik Sasuke. Berbahagialah dengan pasanganmu. Akan lebih baik jika itu seorang gadis bersurai merah muda dengan emerald yang menenangkan," Itachi terkekeh. "Mate ku tersayang," lirihnya. Itachi tersenyum. Matanya perlahan memejam.

Sasuke menjatuhkan pedangnya. Ia berlari mendekat. Menggoyang-goyangkan tubuh Itachi. "Hei, kau tak boleh mati tanpa seizinku!" Ia menghela napas kasar, "Itachi!" teriaknya nyaring.

"Orang bilang, kilas balik semasa hidup akan muncul menjelang kematian," Sasuke tertawa miris. "Maaf aku membuatmu kehilangan mate lagi, Sakuraku," Sasuke ambruk ke tanah.

***

Sakura menyentuh jantungnya yang tiba-tiba terasa nyeri. Gadis itu sudah mengemasi barang-barangnya. Bersiap untuk pergi. Aroma Sasuke yang menguar dari mantel yang ia kenakan membat nyerinya semakin bertambah.

Pintu kamarnya terketuk, Sakura membukanya. Sai ada di balik pintu. Sakura mengangkat alisnya, "Ada apa?"

"Temani aku ke suatu tempat," pinta Sai.

Sakura menolaknya, "Tidak, aku harus pergi."

"Kau mau bayaranmu?" Sai melanjutkan kalimatnya, "Ceritakan yang kau tahu soal werewolf."

Sakura mengangkat alis. Berusaha mendeteksi rencana pemuda di hadapannya. Namun, hanya tatapan kesungguhan Sai yang terlihat.

Sakura rasa ia telah banyak membuang waktunya bermain-main di dunia manusia. Semua rencananya gagal total. Alih-alih membuat kedua pewaris jatuh cinta lalu mencampakkan mereka, ia pikir ia bisa mengkonfrontasi Shimura Sai demi mendapat informasi. Memanfaatkan hubungan buruk antara ia dan Hyuga Neji. Nyatanya ia malah tak bisa bergerak dan hanya mengamati dari kejauahn. Ia memang tak tahu apa-apa tentang dunia ini.

Terkadang ia bahkan meragukan niatnya. Benarkah ia ingin kembali ke Wisteria dan muncul sebagai seorang pahlawan. Bukankah hidup dengan identitas yang baru akan lebih menyenangkan dari pada kembali menatap masa lalu. Namun, kenangan masa kecilnya yang dipenuhi cinta menamparnya keras.

Sakura menyandarkan tubuhnya di kusen pintu. Melipat tangannya di depan dada. "Mengapa kau ingin tahu?"

Sai menatapnya lurus, "Aku berhak mengetahui identitasku yang sebenarnya, bukan?" nadanya datar. "Aku marah saat kau menyebutku seorang half. Namun, Danzo mengkonfirmasi kebenaran itu di napas terakhirnya."

"Saat kau membunuh orang yang tak bersalah, kornea matamu berubah menjadi biru," papar Sakura.

"Aku membunuh mata-mata Neji pagi itu."

"Maka bisa dipastikan bahwa ia bukan mata-mata."

"Apa aku tergigit monster itu saat masih kecil? Merubahku menjadi separuh monster?"

Sakura mengernyitkan dahinya mendengar teori Sai yang tak benar, "Ibumu seorang werewolf."

"Tidak mungkin," Sai mengepalkan tangannya, "Danzo bilang, satu-satunya cara mempertahankan Nimbus ialah membasmi makhluk itu. Makhluk buas yang telah mengganggu kehidupan Nimbus selama berabad-abad. Dalang dari pembunuhan acak yang terjadi." Sai menarik naas sebelum melanjutkan kalimatnya, "Tidak mungkin, ia menjalin hubungan dengan salah satu dari mereka."

"Pernahkah kau berpikir kalau keduanya sama-sama monster? Kekuatan membuat mereka menyombongkan diri dan saling membunuh," Sakura mengetukkan kepalanya pada kusen pintu di belakangnya.

"Apa aku ditakdirkan untuk ini? Membawa perdamaian?" tanyanya pada dirinya sendiri.

"Apa kau juga sama sepertiku?" lirih Sai.

"Lebih buruk," jawab Sakura asal. "Kumohon, jangan aku!" pintanya merasa tak sanggup akan beban yang berada dipundaknya kini.

***

Tenten, Shino, dan Nagato bertemu Tayuya dan Jugo di markas Ursa.

"Penyihir gila Onoki hanya berbicara tentang cinta," itu suara Nagato.

Tenten mengulang perkataan Penyihir Onoki, "Hanya mereka yang diberkati yang dapat menemukannya. Saat semua dendam telah melebur. Siksaan itu akan berhenti." Shino mendesah tak paham dengan situasi ini.

Tayuya berucap, "Pasangan Sarutobi bilang, Uchiha Madara adalah kebenarannya."

Nagato bedecih, "Cih, kupikir leluhur Uchiha itu sudah mati."

"Bukankah ia terobsesi dengan keabadian sebelum menghilang tanpa jejak?" Jugo mengangguk mengiyakan pertanyaan Tayuya.

Shino, keturunan salah satu pack terkuat di masa lalu, Aburame, menyatakan pendapatnya, "Mungkinkah Uchiha Madara bersekutu dengan manusia pada perang antar pack dengan membocorkan tentang perak dan wolfsbane. Sejak saat itu, semua pack tunduk pada kekuasaannya. Rivalnya Senju bahkan habis tak bersisa."

"Sasuke pasti tahu sesuatu," Tenten angkat bicara.

"Sasuke dan Deidara tak bisa dihubungi belakangan ini," Jugo ikut dalam diskusi.

"Apa mereka dalam bahaya?" Tayuya terlihat khawatir.

"Bagaimana dengan Sakura?" tanya Tenten.

Tayuya tersenyum miring, "Gadis itu berkhianat. Ia menikah dengan Shimura Sai. Danzo mati. Pewarisnya menggantikan kedudukannya. Gadis mana yang tak mau hidup mewah?"

"Apa?" semuanya tercengang akan berita yang disampaikan Tayuya.

"Bagaimana bisa Sasuke tertipu dengan gadis licik seperti itu?" Nagato berkomentar. Laki-laki itu mengepalkan tangannya, "Bisa-bisanya Danzo mati semudah itu setelah menghancurkan dunia kita."

***

Seorang sosok laki-laki berbadan tegap dengan jubah merah darah tengah mengamati lukisan tujuh serigala putih yang berdiri di dahan pohon kenari.

"Aku berjanji akan membalaskan dendammu, Ayah!" gumamnya penuh kebencian.

Seorang laki-laki dengan topeng berpakaian sama dengannya memanggil, "Semuanya sudah siap, Tuan."

Malam ini, perburuan besar-besaran akan dimulai.

***

- bersambung -

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Feb 08 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

IndependentTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang