Bab 10 : Kepura-puraan yang lain

137 22 1
                                    

Di tengah dinginnya malam, sepasang kekasih tengah berbagi kehangatan lewat pelukan. Sasuke menghentikan belaiannya pada rambut Sakura, "Jadi, itu alasanmu menyetujui ide Deidara?"

"Ya," Sakura mengangguk lemah.

"Aku akan membantumu," Sasuke melepas pelukan mereka. Mengajak Sakura duduk di tepi kasur. Ia memegang tangan gadis itu dan menatap matanya, "Dengar, Shimura Sai dan Hyuga Neji tengah bersaing dalam pemilihan. Masa jabatan Danzo akan berakhir beberapa bulan lagi. Kau tahu, sejak dulu kala, jabatan ini ialah jabatan turun temurun keluarga Shimura. Akan tetapi, satu tahun yang lalu Hyuga menyerukan perubahan. Mereka mengatakan siapa pun dari kalangan mana pun pantas berlomba menjadi sang pemimpin."

"Mengapa Hyuga tiba-tiba bertentangan dengan Shimura?"

"Shimura Danzo menolak permintaan Hyuga Hiashi untuk melegalkan perkebunan opium. Opium akan merusak generasi. Membuat mereka mabuk lebih kuat dari anggur. Sekali ia masuk, tubuh kita akan terus menginginkannya apa pun yang terjadi. Bagi Hyuga, ini ialah bisnis yang menjanjikan. Bagi Danzo, keselamatan rakyat adalah segalanya."

Sakura mengangguk, "Baiklah, aku paham." Gadis itu menatap Sasuke lebih dalam, "Apa kau tahu tentang Hyuga Hinata?"

Sasuke menggeleng, "Gadis itu menghilang tepat di hari pernikahannya. Hanya itu yang kutahu."

"Sasuke, pergilah dan bantu Deidara," Sakura berujar lembut. "Aku bisa menjaga diriku. Bukankah kehilangan keluarga jauh lebih menyakitkan? Walau aku hanya pernah mengalaminya dalam mimpi."

Sasuke tampak menimbang keputusannya, "Baiklah."

***

Museum Nimbus menyimpan banyak barang-barang bersejarah. Perkamen demi perkamen tersembunyi di balik pelindung kaca. Lukisan peperangan terpajang beserta deskripsinya yang panjang. Kepala kering binatang-binatang buas tergantung di beberapa sudut ruangan, tak terkecuali serigala.

Sakura berjalan kaku dengan buku-buku jarinya yang memutih. Sai dan beberapa pria bertubuh kekar berjalan satu meter di depannya. Gadis itu memperhatikan penampilannya yang terpantul dari guci perak. Tubuhnya terlilit gaun putih yang berkilauan dipadukan mantel putih polos dengan hiasan kepala dari kristal.

"Apa seperti ini pakaian seorang pengawal?" Sakura tak punya pilihan selain menuruti keinginan sang majikan. Gadis itu menatap punggung Sai tajam. Bertanya-tanya apa yang sebenarnya sedang pria itu rencanakan.

Mereka sampai di sebuah ruangan dengan lukisan yang berbaris rapi di dinding. Sakura berdiri tenang di antara para pengawal yang lain, sedangkan Sai tengah berpidato di atas pangung.

"Hasil dari penjualan lukisan di pameran ini akan sepenuhnya disumbangkan ke anak yatim dan fakir miskin. Jadi, tolong pilihlah aku." Tepuk tangan yang meriah mengiringi akhir kalimat Sai.

Sakura menatap para orang kaya yang tengah berdecak kagum. Shimura Sai dan Hyuga Neji tengah bertarung sengit. Sakura jadi sedikit memahami asal mula perseteruan keduanya saat perayaan.

"Kedatanganku hari ini juga berniat untuk memperkenalkan seseorang yang paling berharga dalam hidupku."

Sakura tengah memperhatikan wajah para pengunjung yang berseri-seri mendengar omong kosong Sai. Pandangannya tertuju pada seorang wanita paruh baya dengan riasan berlebihan di wajahnya. Gadis itu menarik sudut bibirnya.

"Sayang, kemarilah!" panggil Sai lembut. Matanya menatap Sakura penuh kasih. Pandangan semua orang kini beralih mengarah pada gadis dengan gaun putih itu. Sakura yang terkejut lantas menoleh ke samping. Mendapati Sai yang mengulurkan tangan ke arahnya untuk menaiki panggung. Sakura mengangkat alisnya bingung.

IndependentTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang