Sakura berlari tak tentu arah. Hujan mengguyur amat deras. Meredam suara tangisannya yang pilu. Gadis itu terus berlari dan terisak. Sesekali meremat jantungnya yang terasa perih. Langkahnya terhenti tatkala melihat bunga-bunga ungu menjuntai, melingkar tanpa batas. Sakura runtuh ke tanah. Gadis itu bertumpu pada kedua lututnya.
"Sakit sekali," ringisnya.
Sakura tahu, Naruto pergi atas permintaannya. Walau hatinya remuk, tapi setidaknya nasib Naruto terselamatkan. Sejak awal, ini memang salahnya. Harusnya ia tak jatuh hati pada alphanya sendiri. Harusnya ia bisa menahan diri.
Melihat Naruto bahagia dengan pasangannya membuat hatinya tercabik. Perut buncit sang luna membuatnya ingin mati. Nyatanya, selama ini ia tak pernah bisa merelakan cintanya.
"Aaaakh," teriak gadis itu.
Dalam keheningan yang nyata, Sakura bersandar pada pohon pinus. Menatap nanar pada sang waktu yang terus bergerak tanpa bersimpati sedikit pun pada apa yang ia alami. Bulan tak menampakkan dirinya, sinarnya redup karena tertutup awan. Namun, Sakura tahu dengan pasti bahwa malam telah larut.
Gadis itu menyeka air matanya yang telah mengering. Tiba-tiba merasa menjadi orang yang paling bodoh di dunia ini. Seharian penuh ia menangisi hal yang sia-sia. Naruto telah melupakannya. Ia juga bisa melakukan hal yang sama. Lagi pula, dunia tak ikut bersedih saat ia bersedih. Bila ia mati, dunia akan melupakannya cepat atau lambat. Lantas, mengapa ia menghancurkan kehidupannya sendiri.
"Kau bahagia," gadis itu memantapkan hatinya. Ia telah mengambil sebuah keputusan. Ia akan memenuhi sumpahnya sebagai Beta Moon Halo Pack. Ia akan melindungi kawanannya apa pun yang terjadi. Tak akan ada lagi Naruto di dalam hatinya. "Aku hidup untuk diriku sendiri," Sakura merapikan pakaiannya dan berniat kembali ke pack-nya.
Samar-samar ia mendengar sebuah suara wanita. Sakura menghentikan langkahnya dan bersembunyi di balik batang pohon terdekat.
"Hyuga sudah masuk."
"Bagus. Kita bisa memulainya saat bulan baru."
"Ya. Mari musnahkan siluman berbulu itu selamanya."
Sakura mengerutkan keningnya. Saat langkah-langkah kaki terdengar saling menjauh, ia keluar dari persembunyiannya. Ia melihat seseorang dengan jubah hitam berjalan pergi. Gelang bidara melingkari pergelangan tangan kanannya.
"Apa kita dalam bahaya?" batinnya resah.
***
Hari berganti terang. Sakura membawa setumpuk dokumen di tangannya. Ia memasuki sebuah ruangan tanpa mengetuknya. Pintu terbuka karena dorongan kecil dari kakinya. Naruto dan istrinya ada di sana. Duduk di kursi sembari berbincang. Ruang kerja Naruto terasa lebih hidup dari sebelumnya yang dibiarkan kosong.
"Lusa, akan diadakan pertemuan tahunan untuk para alpha. Moonbow akan jadi tuan rumahnya. Karena kau sudah kembali, aku serahkan semuanya padamu," gadis itu meletakkan dokumen yang di bawanya ke atas meja, "Semua yang terjadi saat kau pergi tercatat dalam dokumen ini."
Naruto menatap Sakura dengan binar di matanya. "Oh, Sakura. Terima kasih sudah bekerja keras selama ini. Kumohon terus bantu aku untuk ke depannya. Kau tahu, mungkin aku belum terbiasa dengan semua ini," Naruto teringat satu hal, "Aku belum memperkenalkan kalian. Sakura, dia Hinata, istriku. Hinata, dia Sakura, sahabatku sekaligus beta pack ini." Naruto tampak semakin dewasa dengan kumis tipisnya.
Hinata tersenyum ramah, "Salam kenal, Sakura. Naruto telah menceritakan banyak hal tentangmu."
"Ya," jawab Sakura datar. Dengan menatap istri Naruto sekilas, Sakura langsung tahu kalau gadis itu seorang manusia. "Aku permisi kalau begitu," Sakura berbalik tepat di ujung pintu, "Kurasa kau harus pergi malam ini, bila kau ingin mengajaknya ke Moonbow."
KAMU SEDANG MEMBACA
Independent
FanfictionHaruno Sakura adalah seorang anak dari werewolf beta. Berlindung di Wisteria ialah hal yang selalu ia syukuri. Karena kedekatan masa kecil, ia jatuh cinta pada alphanya sendiri. Sayang, sang alpha ditakdirkan berjodoh dengan seorang manusia. Membuat...