This is how it started

549K 21.6K 909
                                    

Meet Harris:

Cowok yang ganteng, jago matematika, kaya raya, famous seantero sekolah, namun sayangnya dia suka ngerokok dan minum-minuman alkohol. Bolos pelajaran adalah kebiasaannya sehari-hari. Nongkrong bareng Andre, Gilang, dan Dimas udah mendarah daging didirinya. Berkelahi dan ngebully anak yang berani macem-macem padanya pun sudah bukan rahasia lagi. Harris suka banget gonta-ganti cewek, apalagi mantannya cantik-cantik semua. Harris bosenan banget.. Sebelum bertemu sama Winnie tentunya.

Meet Winnie:

Cewek yang lumayan cantik, sahabatnya namanya Gina. Pinter, rangking sepuluh besar pararel disekolahnya. Nggak usah ditanya udah ngerjain PR atau belum karena Winnie udah nyelesain dari jauh-jauh hari. Nggak pernah nyari masalah, kalau bisa jangan sampe diliat sama orang-orang. Menurutnya, kalau mau diliat orang itu karena kepintaran/kebaikannya. Membaca novel adalah hobinya. Dan satu lagi, Winnie nggak pernah pacaran. Masih awam banget sama yang namanya pacaran.. Sebelum bertemu dengan Harris tentunya.

-c-

[edited]

"Nama. Gue butuh nama" ucap Harris. Matanya menatapku dan jika tatapan bisa membunuh, sudah pasti aku sudah tergeletak tak berdaya sejak 5 menit yang lalu.

"Urusan lo apasih?" Tanyaku ketus

"Cih. Pelit banget sih. Minta nama aja ngga mau ngasih tau, gimana kalo gue minta hati" Harris memalingkan wajahnya mengecek jam ditangannya, "Buruan deh. Gue pengen tau nama lo"

Akhirnya aku pasrah dan memberitahu namaku, "Winnie"

"Apa?"

"Nama gue Winnie. Puas?"

Harris menyeringai puas, "Not yet, babe" lalu ia pergi meninggalkanku dan membeli minuman. Dan kemudian bel masuk berbunyi.

Aku berjalan menuju kelas sendirian, namaku Winnie, jangan tertawa karena memang namaku Winnie. Banyak orang tertawa ketika mengetahui namaku yang mirip seperti karakter Disney, Winnie The Pooh. Aku berusia 16 tahun, dan duduk dibangku kelas 11 IPA. Aku biasa kekantin bersama Gina, sahabatku. Tapi hari ini Gina sakit dan tidak masuk sekolah, jadi aku harus kekantin sendirian. Walaupun aku tidak populer, namun aku juga tidak susah bergaul. I'm not that nerd.

Mengingat kejadian tadi dikantin, laki-laki menyebalkan itu namanya Harris. Semua orang mengenalnya. Bahkan anak kelas 10 yang baru masuk pun akan mengetahui namanya, karena (katanya) ia begitu tampan dan multitalenta. Seperti apa yang banyak orang katakan. Namun bagiku, personalitynya lebih jelek daripada wajahnya, jadi bagiku ia jelek. Ya, walaupun sejujurnya ia sangat sangat tampan.

Harris adalah seorang laki-laki berusia 16 tahun yang tinggal sendirian dirumahnya, hanya bersama adik perempuannya yang berusia 8 tahun. Ayah dan ibunya tidak pernah ada dirumah, selalu bekerja. Setiap malam minggu, Harris selalu keluar dan pergi bersenang-senang. Ke club, minum alcohol, dan merokok. Dan setiap malam minggu itu pula Harris menitipkan adiknya kerumah neneknya di Bandung. Lalu ia bersenang-senang. Keesokan sorenya, baru ia menjemput adiknya dan pulang kerumah. Setiap hari selasa dan jumat, ia pergi bermain futsal bersama teman-teman satu club futsalnya. Setiap hari, ia selalu pulang lebih dari jam 7 malam. Setiap hari senin dan rabu, Harris mengantar adiknya untuk les berenang, dan kadang ia ikut berenang.

Darimana aku tahu semua itu? Gina pernah menyukai Harris saat kelas 10. Ia begitu tahu semua seluk-beluk Harris. Namun Gina adalah tipe orang yang menyukai diam-diam. Ia akan terus diam, menunggu laki-laki itu menyapa Gina duluan. Namun karena Harris begitu popular, tentu saja Harris tidak mengenal Gina. Apalagi mereka tidak mempunyai satu kesamaan antara lain. Setelah 6 bulan menyukai Harris, akhirnya Gina menyerah. Ia bertemu dengan laki-laki di tempat lesnya yang begitu baik dan perhatian padanya.

"Winnie, tolong kerjakan nomor 9 dipapan tulis"

"Apa?" aku terkejut, suara guru fisikaku membuyarkan lamunanku tentang Harris. Aku menatap kesekelilingku, dan semua anak dikelas sedang menatapku aneh sambil menahan tawa. Aku segera bangkit dan mulai mengerjakan dipapan tulis.

Crap.

Aku sama sekali tidak mengerti apa yang ada dihadapanku ini. Aku lupa semua rumus. Blank.

"Winnie" guruku memperingatkan, "Cepat! Kamu ini bengong terus sejak saya masuk!"

"Eeeh? Maaf, pak" jawabku

"Bawa bukumu keluar, kamu belajar sendiri diluar" ucapnya dengan tegas, matanya melotot kearahku. Ya Tuhan, tolonglah hambamu ini.

"I..Iya pak" aku kembali ke tempat dudukku dan mengambil buku fisikaku serta pensil. Aku keluar kelas dan duduk di kursi panjang didepan kelas.

Astaga, ini sangat memalukan dan membosankan. Pertama kalinya aku dikeluarkan dari kelas. Memalukan. Aku mengeluarkan handphoneku dari kantong dan memakai earphone yang selalu tersedia di kantongku juga, dan mendengarkan lagu. Aku melihat kesekitar, tidak ada satupun murid ataupun guru dikoridor ini, lalu aku mengangkat kakiku dan bersila dikursi panjang ini. Lalu aku mulai membaca-baca buku fisikaku, takut kalau nanti aku dipanggil untuk mengerjakan soal lagi.

10 menit bersantai dengan posisiku saat ini, tiba-tiba ada yang menarik earphoneku dan duduk dihadapanku. Orang itu adalah Harris. Aku menghela nafas lega, aku sudah takut kalau itu guru.

"Kok lo diluar?" Tanya Harris, sambil dengan enaknya mengambil handphone dari genggamanku.

"Balikin!" pintaku, namun tidak digubrisnya.

Saat mengecek handphoneku, kening Harris mengkerut, "Lo dengerin lagu pop-rock?" lalu memasang earphoneku ketelinganya. Ya, aku sedang mendengarkan album 5 Seconds Of Summer.

"Balikin, woy!" kali ini aku menaikkan volume suaraku.

Dengan cepat, Harris mengembalikan handphoneku, "Nih, elah. Lo kok ga masuk?"

"Dikeluarin" jawabku singkat.

"Jutek amat sih. Kok gak nanya gue balik?" Tanya Harris

Aku mengerutkan dahi, "Peduli amat sama lo?"

Harris kini tertawa, "Jangan sok jual mahal. Nanti juga lo klepek-klepek sama gue"

Lagi, aku mengerutkan dahi, "Excuse me?"

Harris tertawa lagi, "Gimana kalau kita main game?" ajaknya

Aku tidak menjawabnya. Namun Harris tetap melanjutkan perkataannya. "Dalam waktu sebulan, siapa yang jatuh cinta duluan, dia kalah. Dan kalau gue kalah, gue bakal nurutin satu permintaan dari lo. Dan kalau gue menang, lo juga harus nurutin satu permintaan dari gue." Harris tersenyum licik, "Gimana?"

Aku menatap heran kearahnya. Anak ini apa-apaan sih? Membuat game dan membuat peraturannya sendiri. Kita bahkan baru bertemu barusan, BARUSAN, dan dia mengajakku bermain game bodoh kaya gini?

"Lo kenapa, sih? Lo makan apaan semalem?" tanyaku jutek.

"Gue ga kenapa-kenapa, darl " balas Harris, "Gimana? Setuju kan? Lo bisa minta apapun dari gue. Tapi kalo gue kalah" ujarnya sambil menunggingkan senyum licik.

"Apapun?" tanyaku balik, "Kalau gue minta lo stop jadi bajingan, gimana?"

Ia tertawa kecil, mata coklatnya menatapku intens, "Bajingan? Jadi lo nganggep gue bajingan? Okelah, gue bakal stop jadi bajingan. Kalau itu mau lo. Dan inget, kalo gue kalah."

Hah, pede banget merasa dirinya tidak akan kalah. Calm down, Ris. Kita gak tahu siapa yang akan menang. Nobody knows.

Aku tersenyum kecil, setidaknya ada alasan untuk mengikuti permainan ini. "Oke, satu bulan"

Harris mengajakku berjabat tangan, dan akhirnya kami berjabat tangan, "Satu bulan"

Dan saat itu juga, I've made a deal with the school's bad boy.

---

Leave a comment and vote, please :)

XOXO -ara


30 Days With The Bad BoyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang