OLIVIA
"Assemblé de Côté Dessus"○●○
TANDA PENGENAL JURNALISKU sudah melingkar di leher. Kamera juga sama. Tas selempang kanvas yang berisi laptop serta buku catatan juga sudah aku siapkan sejak malam. Alat tulis bermacam warna yang selalu aku gunakan untuk lettering juga masih aku simpan baik sejak aku lulus dari SMA. Puluhan buku yang dipenuhi dengan jurnalling sejak aku aku remaja masih ada di rak meja, kebanyakan sudah berdebu dan kusam, tapi di sana aku mulai belajar banyak tentang jurnalling dan juga melukis simpel.
Berdiri di depan cermin satu badan, aku mendengarkan lagu dream pop sembari mengangguk-anggukkan kepala saat mengepang rambut pirangku menjadi dua di sisi kanan dan kiri wajah. Sesekali aku melirik jendela luar, mataku menyipit melihat cahaya matahari yang kilaunya membuat silau mata. Musim panas ... meski musim libur lebih panjang dari musim-musim sebelumnya, aku tidak terlalu menyukainya karena terlalu gerah dan sangat tidak membuat nyaman.
Jaket renda yang dingin di kulit adalah pilihanku untuk meliput sepanjang hari ini, sudah menyiapkan segala macam kemungkinan masalah yang terjadi jika aku terlalu gerah saat sedang bekerja. Tidak setiap hari aku biasanya membuat probabilitas masalah saat bekerja, tapi hari ini adalah hari yang sedikit berbeda, tidak hanya ini merupakan hari pertama aku meliput jurnalis setelah sekian lama, tapi juga karena aku sudah hampir lupa dengan beberapa aturannya. Aku bahkan tidak tahu apakah ada aturan jurnalis baru akhir-akhir ini-tapi di sisi lain ayah pasti akan memberitahuku jika saja ada peraturan yang luput dari radarku.
Mengambil semua barang yang terkumpul di atas kasur, aku keluar dari apartemen dan berjalan sepuluh menit menuju ke tempat pemberhentian bus yang setiap hari aku lewati, bersamaan dengan puluhan warga New York yang lainnya.
Tidak hanya itu, puluhan burung merpati juga setia membidik kami setiap melangkah di halte. Ada sebuah kejahatan di mata makhluk tersebut, tapi satu-satunya yang dapat membantu hanyalah makanan, dan aku biasanya memberi mereka sisa sarapanku. Tidak hari ini, aku terlalu banyak pikiran, aku bahkan tidak memikirkan tentang makan.
Aku memasang headphone sembari bermain di ponsel saat bus datang. Meski aku harus berhenti di beberapa halte, aku tidak terlalu memikirkannya lebih jauh, lagipula berjalan melihat distrik-distrik lain di New York membuatku selalu mensyukuri hidup. Negara bagian yang mahal, aku melihat banyak mimpi melayang setiap melihat para tunawisma yang tidur di trotoar, menghabiskan waktu mereka minum alkohol atau tidak menyedot mariyuana yang entah dari mana mereka mendapatkan uang untuk membelinya.
Di New York, aku melihat langit dan tanah; para fesyenista, pebisnis, pejabat kaya raya, dan selebriti mancanegara yang berpapasan dengan orang-orang yang setiap hari meminta hanya untuk mendapatkan makan agar mereka dapat tetap hidup di dunia. Ketidakadilan, tidak dapat dipungkiri bahwa hidup di dunia tidak pernah adil jika semua yang berkuasa adalah orang punya lebih banyak uang ketimbang orang-orang yang punya hati untuk membuat hidup yang lain menjadi lebih baik.
Sampai di Brooklyn, aku merasakan gerah yang amat sangat terasa. Matahari terik yang ada di atas kepala membuatku ingin pingsan di tempat. Semuanya terlihat sia-sia jika kakiku melangkah lebih jauh untuk meliput berita dan menjadi jurnalis di masa liburan baletku, tapi suara mikrofon dan lagu-lagu festival musim panas yang berdendang di telinga kembali menyadarkanku bahwa semuanya akan baik-baik saja. Meniup bibir sekuat tenaga, aku merapikan jaketku sebelum merekatkan tangan ke tas selempang yang mulai basah akibat keringat. Oke ... baiklah, semuanya akan baik-baik saja.
Aku menyalakan kamera, menangkap gambar lewat lensa kamera baruku yang masih belum aku gunakan dengan sepenuhnya. Sepanjang festival berlangsung, aku menghabiskan waktu menjepret foto semua hal yang terjadi selama festival, termasuk pertunjukkan utama lomba makan hotdog yang penuh dengan warga lokal New York di sisi audiens.
KAMU SEDANG MEMBACA
Accelerate Faster [END]
RomanceBalet adalah napasnya. Setelah keluarganya keluar dari inflasi, Olivia Roberts kembali berusaha untuk mendaki anak tangga di New York Ballet Theater setelah mendapatkan kesempatan untuk melakukan trial principal di perusahaannya. Balapan adalah hidu...