Selamat membaca
...
Rambut panjang kecoklatan itu dikibaskan dengan angkuh oleh sang pemilik. Bibirnya menunjukkan seringaian ketika kaki jenjangnya telah memasuki ruangan yang biasa dia gunakan untuk menjebak korbannya. Sebuah kelas tak terpakai di belakang sekolah menjadi saksi perbuatan kejamnya selama ini.
Matanya kian menajam kala mendapati korbannya melakukan pemberontakan.
"Lepasin bangsat!"
"Anca Putri Siregar," ucap seorang gadis bak iblis itu.
Di depannya, gadis bernama Anca itu tengah memberontak untuk melepaskan tubuhnya dari dua orang gadis lainnya.
"MAU LO APA HAH?!" Teriak Anca. Penampilannya kini tak bisa dikatakan baik-baik saja. Rambut acak-acakan, seragam basah, kedua tangan terikat di belakang, bahkan sekarang gadis itu dipaksa berlutut dihadapan seseorang yang dianggapnya iblis.
"Wuish... Santai, baru juga sepuluh menit," balas Bianca, salah satu gadis yang menahan pundak Anca di sebelah kiri.
"Lo kenal gue kan? Kalo belum kenal, kita kenalan dulu," ucap gadis yang berdiri di depan Anca sembari mengulurkan tangannya.
Anca menatap tangan itu bengis, yang malah membuat gadis didepannya terkekeh.
"Oiya tangan lo diikat. Gue Karla," ujar gadis bernama Karla itu. "Ah, pasti lo udah kenal gue sih, secara gue kan ratu di sekolah ini," lanjutnya.
"Iblis! Lo itu iblis!" Desis Anca tajam.
Karla tertawa kencang mendengar itu, kakinya melangkah mendekati Anca yang masih berlutut di hadapannya. Badannya sedikit ia bungkukkan agar wajahnya tepat menghadap wajah kotor Anca. Tangannya mengusap pelan pipi Anca sebelum menamparnya dengan keras hingga membuat kepala Anca menoleh ke samping.
"Lo tau kenapa gue milih Lo buat jadi korban gue yang selanjutnya?"
Masih dengan posisi sebelumnya, Anca hanya memberikan lirikan tajam.
"Karena lo," jari telunjuk Karla mengarah tepat di depan wajah Anca, "Udah caper sama Athariz dan teman-temannya, bitch," lanjut Karla lugas dengan amarah yang semakin memuncak.
Mendengar itu emosi Anca semakin tersulut, "LO YANG CAPER SIALAN! NGACA!"
Karla berdecak, "Pisau gue," ia mengulurkan tangannya pada Lauren yang berada di sebelah kanan Anca. Setelah menerima apa yang diminta, ia segera membuka pisau lipat kecil itu.
"Waktunya mengukir, bitch," seringaian muncul ketika Karla menggoreskan dengan perlahan pisaunya di lengan Anca.
Anca berteriak kesakitan yang justru membuat tiga orang gadis di sana tertawa puas.
"Gimana? Cantik kan ukiran gue?" Tanya Karla begitu berhasil memberikan dua goresan panjang di lengan kiri Anca yang kini mulai mengeluarkan air matanya.
"Nangis juga lo," Bianca memukul kepala belakang Anca pelan.
"Sabar, satu ukiran lagi, setelah itu Lo bisa nangis sepuasnya," ujar Karla yang kembali meraih lengan kiri Anca untuk melanjutkan kegiatannya.
Namun, bertepatan dengan itu pintu ruangan itu di buka kencang. Mereka memang tak pernah mengunci pintu itu karena tau kalau tidak ada yang berani mengganggu kegiatan mereka.
Tapi, lihatlah sekarang. Tepat diambang pintu itu berdiri seorang gadis yang menatap mereka terkejut.
"Wow! Siapa lo?" Tanya Lauren keheranan, karena ini pertama kalinya melihat seseorang yang berani mengganggu kegiatan mereka bahkan disaat Karla belum menyelesaikan ukiran terakhirnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
ATHARIZ
Teen Fiction"Seluruh biaya hidup kamu saya tanggung dengan satu syarat, bantu anak saya sembuh dari traumanya." Asyana Sabilla dengan berat hati menerima kesepakatan itu. Hidup sebatang kara kini membuatnya tak menolak apapun demi kelangsungan hidupnya, meski h...