18. The Only One

2.7K 208 8
                                    

Happy reading...

.

.

.

Cahaya redup dari lampu bohlam menyinari sebuah ruangan yang tampak seperti kamar tidur, di sudut ruangan tampak dua insan dengan rambut yang berbeda warna tampak sibuk pada sebuah dinding. Sakura dan Sasuke.

"Kau bisa melakukannya?"

"Aku sedang berusaha."

Tangan Sakura berpegangan erat pada tembok, sedangkan kakinya dengan tertatih-tatih mencoba melangkah. Ya, seperti baru lahir Sakura belajar berjalan. Sedangkan Sasuke setia di belakang Sakura, mendukung dan memastikan Sakura baik-baik saja.

Orochimaru bilang itu hal yang normal, dengan sedikit terapi Sakura akan kembali bisa berjalan. Pria yang pernah menjadi rekan satu tim Tsunade itu mengatakan Sakura mungkin bisa berjalan satu minggu kemudian.

"Ini melelahkan, lututku rasanya tidak kuat," Sakura mengusap peluh yang ada di pelipisnya, tak hanya kepalanya yang berkeringat tubuhnya juga. Bahkan baju merah dengan lambang Uchiha di belakangnya itu telah basah.

Sasuke meraih tangan kiri Sakura ketika ia lihat gadis itu kesulitan untuk berdiri. "Kita lanjutkan nanti, ya. Sekarang istirahat dulu. Kau pasti haus."

Sakura mengangguk.

Sasuke memapah Sakura untuk duduk di atas ranjang, setelah itu Sasuke mengambil segelas air kemudian memberikannya pada Sakura. Dengan tangan yang gemetar Sakura menerimanya, sungguh bahkan gelas terasa berat bagi Sakura.

"Tanganmu bergetar," komentar Sasuke.

Sakura hanya tersenyum. "Ngomong-ngomong di mana Sarada?" tanya Sakura sembari memberikan gelas yang telah kosong pada pria yang ia sangka suaminya itu.

"Sarada sedang belajar bersama Mitsuki,"  tutur Sasuke. Ia mengambil gelas Sakura kemudian mengisinya penuh dan gantian ia yang minum.

Sakura mengangguk-angguk mengerti, tapi sedetik kemudian wajahnya berubah menjadi antusias. "Sarada dekat dengan Mitsuki itu, ya? Tapi, memangnya siapa Mitsuki? Aku belum pernah melihatnya." Sakura tampak berpikir.

"Mitsuki anak Orochimaru, dia seumuran dengan Sarada. Hanya lebih tua beberapa bulan. Mereka teman yang dekat." Yah, Mitsuki. Anak hasil percobaan Orochimaru yang berhasil.

Sasuke tak akan heran jika Sarada dan Mitsuki dekat, mereka sudah berdampingan sejak masih kecil. Sarada dan Mitsuki tumbuh bersama-sama.

Dapat Sasuke lihat senyum yang tak hilang dari Sakura, melihat itu Sasuke turut tersenyum.

"Teman, ya? Sasuke-kun, apakah dulu aku juga memiliki teman? Keluarga? Atau orang tua? Jika ada di mana mereka sekarang?"

Mendadak garis senyum di wajah Sasuke lenyap, berganti dengan raut wajah yang menegang akibat pertanyaan dari Sakura. Bagi Sakura itu hanya pertanyaan sederhana, namun untuk Sasuke itu pertanyaan yang ia hindari.

"A-ah, itu ...." Sasuke menatap Sakura yang balas menatap dirinya, menunggu jawaban Sasuke dengan alis yang terangkat.

"Ya?"

Entah kenapa saat menarik nafas, dada Sasuke terasa berat, seolah ada beban berat di sana. Namun, Ia dengan cepat mengubah raut wajah tegangnya menjadi datar.  "Maaf, Sakura. Tapi kau adalah yatim piatu, aku menemukanmu di sebuah desa yang jauh dari sini. Kau tidak memiliki siapapun yang menunggumu ... Hanya aku yang kau miliki." Sasuke membuang wajah ke samping saat ia mengatakannya.

Maaf, Sakura. Sasuke membatin.

Air muka Sakura berubah menjadi sedih, tapi ia segera menggeleng untuk menyembunyikan kesedihan yang singgah di hatinya. "Tidak apa-apa, Sasuke-kun. Aku punya kau dan Sarada, itu cukup untukku."

Sasuke tidak banyak bereaksi. Ia hanya diam, tapi ia bersyukur Sakura berkata seperti itu.

Mereka berdua terdiam sejenak, meresapi kehadiran satu sama lain. Sasuke kemudian meletakkan tangan di pundak Sakura, dengan penuh makna ia menatap tepat pada dua kilau hijau milik Sakura.

"Sakura ... Maaf," ujarnya.

"Untuk apa?"

Sasuke merespons dengan gelengan kepala.

•°•°•°•

"Ah, yang benar saja. Sasuke membeli rumah ini?" Suigetsu mengeluh melihat sebuah rumah yang terbuat dari kayu, berdiri kokoh di tengah-tengah hutan yang sepi.

"Apapun itu, kita hormati saja pilihannya. Sekarang ia menugaskan kita untuk membersihkan dan menyiapkan rumah ini agar siap ditempati minggu depan." Jugo perlahan maju, pria besar dengan rambut oranye itu membuka jubahnya kemudian menatap sekeliling rumah.

"Ah, iya-iya!" Suigetsu merengut, kemudian ia tetap maju juga.

Jugo berlalu..

Tadi pagi, Sasuke memerintahkan mereka untuk datang ke sini dan membersihkan rumah ini. Awalnya Suigetsu bertanya untuk apa dan kenapa, tapi jawaban singkat dari Sasuke menjawab semua pertanyaan darinya. "Untuk aku tinggali bersama keluargaku."

"Tapi yang benar saja, kenapa ia memilih rumah ini. Ini benar-benar jauh dari keramaian!" Suigetsu masuk ke dalam rumah, mata ungunya memperhatikan setiap detail di dalamnya.

Ada dua ruang tidur, satu dapur, dan ruang tamu, dan ruang makan. Di paling belakang ada kamar mandi yang terbengkalai. Sepertinya rumah ini benar-benar telah lama tidak ditempati.

"Dan siapa juga yang membangun rumah di hutan seperti ini?" komentar Suigetsu lagi.

Jugo mengangkat sebuah meja. "Sasuke-sama pasti melakukan ini untuk hidup dengan gadisnya, biarkan saja asal ia bahagia."

"Sasuke sudah gila!"

"Bereskan saja cepat, sebentar lagi malam. Kita harus kembali!"

•°•°•

"Mama, bolehkah Sarada tidur dengan mama malam ini?" Sarada duduk di atas ranjang, kedua tangan mungilnya terulur menyentuh tangan sang ibu.

Sakura tersenyum, sejujurnya ia masih canggung untuk berinteraksi dengan Sarada. Ia tak mengingat apapun, Sakura juga tak hadir dalam pertumbuhannya. Jadi, ini sedikit sulit bagi Sakura.

Sakura tak tahu harus bersikap seperti apa.

"A-ah, tidur ya. Boleh-boleh, Sarada bisa tidur di sini." Sakura menepuk-nepuk kasur di sebelahnya.

Di sisi ranjang Sasuke memperhatikan bagaimana canggungnya Sakura. Sasuke tak heran, Sasuke juga tak akan bertanya. Sakura yang ia lihat saat ini memang berusia 26 tahun, tapi jiwa sakura berhenti tumbuh ketika ia berusia 19 tahun.

Ditambah Sakura juga banyak melewati tumbuh kembang Sarada. Sakura juga tak hamil, melahirkan, ataupun menyusui. Bisa dibilang Sakura tak merasakan bagaimana ia menjalani kodratnya sebagai wanita.

Tapi, itu bukan masalah.

"Sarada, Mama masih lelah. Sebaiknya tidur di kamarmu saja ya, bersama Papa." Sasuke bangkit dari duduknya, kemudian memandang Sarada.

Sarada cemberut, ia menggeleng. "Tidak, ini sudah tiga hari. Aku ingin tidur dengan Mama." Gadis kecil itu bersikeras.

"Sarada, tapi—"

"Tak apa-apa, Sasuke-kun." Sakura menengahi.

"Sakura, tapi kau pasti akan kesulitan nanti. Sarada itu tidurnya berisik, dia suka bergerak-gerak. Aku khawatir nanti ia akan melukaimu."

Ucapan barusan dari Sasuke membuat Sakura tertawa. Ayolah, ia bukan poci porselen yang akan rusak hanya karena sedikit gerakan dari anak kecil. "Tidak mungkin, Sasuke-kun. Atau kalau kau begitu khawatir lebih baik kau tidur di sini juga, Sasuke-kun." Sakura menepuk bagian kasur yang kosong. "Ranjangnya juga besar."

"A-apa? Tidur bersama?"

Sasuke melongo.

Bersambung...

Sakura: Musim Semi Di Dalam Kaca ✓ [ SasuSaku ] ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang