Jejak 07 : Persimpangan

59 14 39
                                    

"Mereka adalah anak-anakku, Yang Mulia. Malakai si bungsu dan Miro si sulung." Puan Triasih menunjuk kedua remaja lelaki di seberang barisan rumah-rumah kayu, hampir di ujung kawasan pedesaan itu. "Mereka teman baik ibu anda sejak kecil."

Teman? Sebentar, ini agak sulit diterima. Wajah Malakai dan Miro seumuran dengannya, kalau pun lebih tua harusnya hanya berbeda tiga-empat tahun. Teman ibunya? Berarti seharusnya mereka hampir empat puluh tahunan.

"Sebentar."

Maya mulai pusing. Setelah menapaki pelataran rumah, ia bahkan melihat paus di angkasa. Katanya hal itu normal di sini. Sekarang bagaimana bisa manusia umur pertengahan 30 tahun tampak seperti remaja belasan tahun seperti dirinya??

"Penduduk asli Suralaya memiliki genetik berbeda dengan negeri luar. Kondisi fisik kami baru mulai berubah ketika memasuki usia enam puluh tahun. Saya dapat memahami kebingungan anda." Perempuan paruh baya itu tersenyum manis padanya, seolah fakta mencengangkan yang barusan ia sampaikan hanya angin lewat. "Mereka turut mengantar keluarga anda sampai ke luar portal. Tadinya saya bermaksud meminta mereka menjaga keluarga anda, namun mereka menolak karena takut tidak ada yang menjaga saya di sini."

Demi Tuhan. Suralaya. Seajaib apa lagi negeri ini bisa tampak di pandangannya? Bayangannya sudah kabur akan Suralaya karena jauh di atas ekspektasinya. Seharusnya sejak dulu kedua orang tuanya memberi pengenalan agar ia tidak syok. Namun, mengingat bahaya yang siap sedia mengintai mereka membuat Maya ragu kedua orang tuanya akan bercerita.

Sampai sekarang pun, baik ibu dan ayahnya sama-sama merahasiakan hal sepenting ini darinya.

"Maaf jika saya lancang. Tapi saat Malakai menemukan anda di dekat portal, dia bilang anda hanya seorang diri. Apakah orang tua Yang Mulia tidak menyertai?"

"Itu ... saya sendiri bahkan gak mengerti kenapa bisa sampai di sini." Bayangan terlempar dari atap gedung mampir kembali. Kencangnya angin dan silaunya cahaya sebelum ia sampai Suralaya masih jelas terekam dalam benaknya. "Hari itu saya berniat menolong teman lalu angin kencang datang dan membawa saya sampai sini-ah! Perkamen!"

"Semua barang anda disimpan dan dijaga kedua anak saya, Yang Mulia. Mulai dari baju hingga alas kaki."

Maya seketika menghela napas lega. Tidak terbayang semurka apa Tara padanya jika barang yang dianggapnya penting itu hilang setelah dibawa dirinya. Walau belum kenal dekat, sudah terlihat aura kekejaman Tara. Bisa-bisa dia betulan dilempar dari atas gedung.

"Terima kasih, Puan Triasih. Jujur, saya masih belum paham betul dengan semua keadaan dan kondisi Suralaya. Tapi selama di sini, saya harap anda bersedia membantu saya."

"Memang sudah kewajiban saya membantu dan menjaga anda, Yang Mulia. Sebuah kehormatan bisa mendampingi anda."

Maya melihat ke sekitar. Seluruh rumah dan orang-orang di sini, mereka terlihat harmonis meski keadaannya sederhana. Tidak ada keributan apalagi kerusuhan. Pasti perang di masa lalu itu benar-benar menyakitkan sampai semua orang sebaik ini harus menjauh dari keramaian.

Saat Maya sibuk berkhayal, Malakai dan Miro mendekatinya. Puan Triasih pamit lebih dulu. Ia ada urusan dengan para tetua guna membahas candrapurna yang akan tiba sebentar lagi. Katanya, saat itu permohonan akan dikabulkan karena pintu-pintu langit terbuka lebar menurunkan ribuan malaikat ke tanah Suralaya.

 Katanya, saat itu permohonan akan dikabulkan karena pintu-pintu langit terbuka lebar menurunkan ribuan malaikat ke tanah Suralaya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
S U R A L A Y A | Ryujin - Lino (on going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang