Badai

336 45 6
                                    

Andin menemani Askara bermain di taman. Tawa anak itu tak pernah lepas dari wajah rupawannya. Namun, tiba-tiba saja Askara terjatuh dan membuat Andin panik.

"Askara, kamu kenapa, Sayang?" tanya Andin khawatir.

Askara tak mampu menjawab. Ia hanya bisa meringis kesakitan sambil memegangi dadanya yang terasa sesak.

"S-sa-sakit, Ma," ucap Askara dengan lirih sambil memegangi dadanya.

Andin lalu segera menggendong tubuh Askara mencari bantuan. Ia ingin menghubungi Sal, tapi sialnya handphone miliknya tertinggal di apartemen. Dengan tergesa Andin berlari membawa Askara ke rumah sakit yang tak jauh dari komplek apartemennya. Sal memang sengaja mencarikan Andin tempat tinggal yang dekat dengan pusat medis agar jika terjadi sesuatu dengan Askara, ia cepat ditangani.

"Sus, tolong...," ucap Andin ketika sampai di depan rumah sakit.

Seorang perawat yang melihatnya pun segera mengambil kursi roda dan mendudukkan Askara disana. Askara segera mendapat penanganan. Saat perjalanan menuju IGD, Andin tak sengaja berpapasan dengan Aldebaran. Namun ia tak menyadari hal tersebut saking paniknya.

Aldebaran yang melihat Askara dibawa dengan tergesa pun penasaran. Apa yang terjadi dengan anak itu?
Ia lalu menyusul Andin.

Di depan ruang IGD, Andin tampak panik. Aldebaran ingin menghampirinya, tapi ia mengurungkan niat ketika Sal muncul.

"Gimana sama Askara?" tanya Sal.

Andin hanya menggeleng. Ia juga belum tahu bagaimana kondisi Askara di dalam. Lima belas menit berlalu, seorang dokter keluar dari ruang IGD.

"Keluarga pasien?" tanya dokter tersebut.

"Gimana kondisi anak saya, Dok?" Andin segera menghampiri dokter.

"Kondisi pasien sudah stabil, ia hanya kelelahan saja. Saya sarankan untuk pasien jangan terlalu banyak beraktivitas. Melihat riwayat penyakitnya, pasien perlu penanganan secepatnya," jelas dokter.

Andin terdiam, ia pun mengerti yang dimaksud dokter tersebut. Kondisi Askara memang sudah tak se-fit dulu. Ia harus segera mendapatkan donor jantung secepatnya.

Alasan Andin kembali menginjakkan kota Jakarta adalah hanya ingin bertemu dengan salah satu dokter jantung terbaik di kota tersebut. Atas rekomendasi Sal dan beberapa rekannya, Andin akhirnya membulatkan tekadnya kembali ke kota kelahirannya walau dengan membawa kenangan pahit. 

Andin rela melakukan apa pun demi kesembuhan Askara. Andin tak bisa mengulur waktu lagi. Askara harus segera mendapat penanganan. Ini adalah kesempatan terakhirnya, sebab dokter jantung tersebut tidak selalu berada di Jakarta.

***

Aldebaran kembali ke kantor dengan raut wajah kusam. Setelah melihat kehadiran Sal tadi, mood-nya jadi berantakan.

"Pagi, Pak, ini laporan yang Pak Al minta," ucap Rendi.

"Taruh sana aja."

"Oh, ya, tadi Bu Rosa tanya apa pak Al sudah check up ke dokter atau belum." Rendi menyampaikan pertanyaan dari mama Aldebaran.

Aldebaran menghela napas. Ia bukan lagi anak kecil yang harus selalu dipantau. Namun namanya selalu memperlakukannya demikian. Bertanya apa ia sudah minum obat atau belum, menanyakan soal hasil check up ke dokter, dan berbagai pertanyaan lain yang membuat Aldebaran jengah selama ini.

"Kamu udah cek jadwal dokter Steve?" tanya Aldebaran.

"Sudah, Pak. Beliau dipastikan tiba di Jakarta pekan depan."

BertautTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang