39. Everyone Is Suck FR

668 90 95
                                    

Senin, 11 Desember 2023

Halilintar membeku di tempat. Kedua bola matanya melebar melihat apa yang ada di depannya. Begitupun dengan Gempa dan Taufan yang sama terkejutnya.

Pukul 05.45 pagi, Taufan, Gempa dan Halilintar melihat kepala Rimba yang tertancap di pagar sekolah dengan badannya tergeletak di tanah.

Pagar hitam itu berlumuran darah yang sudah mengering, bau menyengat mengelilingi mereka bertiga.

"Ah-" Taufan berjalan mundur dengan memegang kepalanya.

Memori itu kembali muncul, ingatan bagaimana ayahnya meninggal.

"AAARGHHH!!!"

Taufan terduduk di tanah, ia membenturkan kepalanya ke tanah berkali-kali hingga berdarah.

Ia benci ingatan itu, ia sangat membenci hal itu.

"Taufan!" Gempa berlari ke arah Taufan dan meminta temannya untuk berhenti.

"Fan sudah!"

Gempa memeluk Taufan dengan erat, agar temannya tak lagi membenturkan kepalanya sendiri.

Taufan meremat baju Gempa, ia berteriak sekencang mungkin. Rasa sakit ia pikir sudah hilang kembali muncul.

Halilintar dengan tangannya yang gemetar memegang kepalanya, ia merasa kepalanya begitu berat, dadanya begitu sempit untuk bernapas.

Saking sesak dadanya, Halilintar bernapas dengan manual secara tiba-tiba. Kesadarannya semakin menipis, hingga ketika Gempa yang memanggilnya, tubuhnya terjatuh ke tanah.

Iris matanya masih bisa melihat Gempa yang berlari ke arahnya seraya berteriak. Wajahnya yang begitu panik.

Lalu Taufan yang menatap penuh ketakutan pada dirinya.

"Mpa ... Fan ..."

***

Netranya melihat langit-langit berwarna putih, bau obat-obatan masuk ke dalam penciumannya. Halilintar menebak, ini adalah rumah sakit.

Halilintar melirik pada tangannya yang terpasang kabel infus. Ia menghela napas panjang, pasti kena tipes.

Sebenarnya Halilintar tipikal orang yang jika disuruh untuk berpikir terus menerus, ia akan jatuh sakit.

"Lin, lo oke?" tanya Taufan.

Halilintar mengerutkan keningnya, kenapa dikening Taufan ditempeli perban. Lalu ia melihat Gempa yang menatapnya penuh khawatir.

"Lo kenapa Fan?" tanya Halilintar dengan suaranya yang parau.

Taufan gelagapan memegang keningnya, ia terkekeh canggung. "Tadi keinget Papa, jadinya ... ya ... gini."

"Gue kena tipes ya?" Taufan dan Gempa langsung mengangguk.

"Maaf ... maaf," lirih Halilintar menutup kedua matanya dengan lengan.

Tubuhnya mulai gemetaran membuat Taufan dan Gempa terkejut.

"Gara-gara gue kalian dalam bahaya, maaf ... semuanya gara-gara gue."

"Lin, udah."

Gempa dan Taufan langsung memeluk Halilintar dengan erat. Membiarkan isak tangis terdengar di ruangan itu.

Setelah berlarut selama dua puluh menit. Mereka semua sama-sama terdiam dengan pikirannya masing-masing.

Halilintar memikirkan cara bagaimana agar ia bisa membuat organisasi yang katanya sesat itu punah. Bagaimanapun korban sudah banyak.

TEROR ORGANISASI [Publish Ulang]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang