Bordil

2K 81 0
                                    

“Lo mau semua harta gua, nggak?” Ruangan yang sejak awal hampa tanpa suara apapun, tiba-tiba Shani Indira berbicara pada sahabatnya.

“Hah? Maksud lo?” Azizi Asadel yang menjadi sahabat terdekat Shani pun terheran.

Beberapa detik kemudian Shani tidak menjawab apapun, lalu Azizi memutuskan untuk meneruskan perkataannya.

“Nggak, harta gue juga udah banyak. Kenapa emangnya?”

“Gue mau bunuh diri.”

Kedua bola mata Azizi terbelalak mendengarnya.

“Ci, gak usah gila! Lo kenapa tiba-tiba mau bunuh diri? Kepikiran apa lu? Lo bisa cerita sama gua ci-”

Tak sempat Azizi membereskan perkataannya, Shani menyahut lebih dulu.

“Zee. Bagi gua udah nggak ada yang menarik di dunia ini. Gua udah ngerasain semuanya. Jadi aktor, model, artist, idol, kepala cabang, CEO, mafia, yang lain-lain. Udah nggak ada yang seru, Zee. Apalagi gua juga gak ada minat tertentu sama makanan minuman dan dunia hiburan padahal gua suka ngehibur orang-orang.”

Azizi menepuk bahu kanan sahabatnya itu yang kini sedang berhadapan dengannya.

“Ada satu hal yang belum lo cobain, Shani.”

Azizi memberinya kartu nama mengenai suatu tempat. Kemudian, Shani sudah berada di depan tempat tersebut.

“Selamat datang tuan yang terhormat! Anda dapat memilih wanita yang memikat hati anda! Tapi, beberapa wanita ada yang dijual dengan harga spesial. Untuk satu malamnya sekitar 2 juta rupiah saja.” Ujar seorang yang sepertinya resepsionis seperti di hotel.

Emang tertulis rumah bordil sih di kartu namanya juga... Tapi, kok bisa-bisanya ada tempat kayak gini di Jakarta?! Batin Shani.

Shani memilih satu foto yang paling menarik dari deretan foto-foto wanita malam yang disodorkan. Kemudian, Shani menemukan satu nama yang paling menarik. Shania Gracia, terdapat nama dirinya sendiri di nama wanita itu.

“Shania Gracia, satu malam. Berapa harganya?”

“Oh! Tuan baru datang kemari tapi langsung tahu yang terbaik!! Shania Gracia salah satu dari 10 wanita terbaik yang memiliki harga spesial karena goyangannya yang mantap dan juga-”

“Langsung sebut aja harganya, gausah banyak cingcong.”

Mendengar penjelasan dari orang yang sepertinya resepsionis tersebut membuat Shani merasa seperti orang mesum dan sebagainya. Padahal Shani ke mari dengan tujuan menemukan alasan mengapa ia harus tetap hidup. Shani sendiri seorang wanita, jadi dia pikir hanya membutuhkan seorang wanita asing yang dapat menghiburnya.

Shani tidak suka curhat pada orang terdekatnya saat ia sedang galau atau bersedih. Tapi ia sangat semangat apabila sedang senang dan sering memberitahukannya pada orang-orang. Jadi, karena wanita asing pasti tidak akan mengetahui Shani, ia lebih leluasa untuk curhat.

Shani membayar sesuai harga yang ditentukan, lalu ia pergi ke kamar yang diberitahukan. Tak cukup lama Shani menunggu, wanita bernama Shania Gracia pun datang dengan pakaian yang tentunya menggoda, bila itu bukan Shani.

Shania Gracia mengenakan pakaian yang memamerkan kedua buah dadanya juga tidak melindungi kedua bahunya. Tubuhnya langsing dan berlekuk menggoda. Rambutnya kecoklatan juga bergelombang dan jawline nya terbentuk dengan sempurna. Ia menutupi mulut dan hidungnya dengan kain menerawang.

Shani terpana, matanya terus menatap wanita bernama Shania Gracia tanpa berkedip. Hingga akhirnya ia sadar bahwa sedari tadi Shania Gracia memanggilnya.

“Tuan, maaf? Apa... Anda baik-baik saja?”

Wajah Shania Gracia terlihat khawatir.

“Oh, gua nggak apa-apa. Gak usah formal, gua ga bertujuan buat itu.”

Kini wajah Shania Gracia terlihat kebingungan.

“Tapi, saya di sini untuk melayani anda, tuan Shani. Maaf kalau lancang.”

Shania Gracia mendorong Shani ke kasur dan kini tubuh Shania Gracia berada di atas tubuh Shani. Bibir wanita itu hampir menyentuh bibir Shani, tapi Shani menolak dengan mendorong wanita itu juga.

“Udah gue bilang, gua nggak bertujuan buat itu! Em... Shania...? Gracia...?”

Shani kebingungan dengan nama apa ia harus memanggilnya.

“Gracia.” Ucap Gracia.

Gracia menghela napas.

“Tuan, apa... Ada hal yang anda kurang sukai dari saya? Itu akan menjadi pelajaran besar bagi saya bila tuan menyatakannya.”

“Hah...? Nggak, nggak... Nggak ada. Eh... Bentar. Gua udah beli lo buat semalem ini, kan?”

“Iya.”

“Lo harus nurut sama gua apapun itu, dong? Karena biayanya juga nggak murah.”

“Tentu, tuan.”

“Kalo gitu, ngomongnya jangan formal. Pake lo-gua aja, biar gua nya nggak kagok.”

“Tapi, itu tidak sopan, tuan.”

Shani merasa sedikit kesal karena Gracia yang keras kepala. Gracia melihat perubahan ekspresi di muka Shani.

“O-oke, tuan. Gua... Bakal nggak ngomong formal lagi.” Akhirnya Gracia mengikuti keinginan Shani.

“Gitu dong. Tapi, emangnya lu nggak ngerasa jijik atau apa gitu kalo ngelayanin cewek...? Kan sesama...”

“Gua ngelayanin semua golongan. Mau banci sekalipun, kalo udah ngebayar gua, pasti gua layanin dengan baik.”

“Oh...”

“Kalo tuan sendiri, kok nggak mau bersetubuh padahal udah bayar...?”

“Gua ke sini dari saran temen gua, katanya ada hal seru yang belum gua rasain.”

Gracia terlihat sedang berpikir.

“Itu sex, tuan. Makanya temen tuan ngasih tau rumah bordil ini, berarti pernah ke sini.”

“Tapi, dia juga cewek.”

“Iya, karena di sini emang menerima semua golongan.”

“Loh, loh, loh. Terus, kalo cewek sama cewek emang sex nya gimana...?”

Shani bertanya hal yang memalukan seperti sedang bertanya hal biasa.
Gracia membalasnya dengan profesional, dengan teknik khususnya.

“Gimana kalo kita praktekin aja langsung?” Gracia menarik dagu Shani ke atas dengan jari telunjuknya.

GreShan: Your favorite girl Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang