Janji

432 27 2
                                    

“Janji?” Shani berseringai. “Gua nggak pernah janji apa-apa sama lo.”

Feni hanya menertawainya.

“Dasar otak dempul.”

***

“Gue baru nge-eksekusi 8 orang yang kelilit hutang aja sih hari ini. Nggak begitu banyak.”

“Oh.” Balas Shani tidak peduli.

“ 'Oh', aja? Heh, ga heran. Lo, kan, anak baru! Gue tebak... Sepuluh peluru buat dua orang karena lo meleset mulu?” Nada sombong dan tawa ejekan Feni sama sekali tak diwaro Shani.

“Lo anak delapan tahun? Gausah norak.” Shani berdiri dari kursinya. Feni yang tidak terima diperlakukan seperti itu segera menyusul untuk berdiri dan menarik kerah lehernya.

“Norak? Lo yang norak! Anak baru gatau sopan santun!” Hanya dengan mudahnya ia menepis tangan Feni.

“Tangan lo kotor, anjing.”

Sejak saat itu mereka bermusuhan, dan memulai perang bebuyutan. Hingga akhirnya ada suatu misi yang mengharuskan mereka bekerja sama.

“Lo kanan, gue kiri. Bodyguard pak Basuki pake magic mushroom, tolol emang. Jadi gue aja yang ngurus. Tapi bodyguard anaknya juga ga kalah bego sih, pakenya tembakau gorila anying,”

Shani menggelengkan kepala.

“Thanks info, but no need. Gue profesional, bahkan tanpa info gue tetep bisa jadi nomor satu.”

“Dih si anying. Awas, banyak perangkap. Salah gerak dikit palanya bisa kepenggal loh! Hehe. Gue duluan ya anjing!”

“Lo yang anjing!!”

Pertemanan mereka dari situ. Eh, sebentar... Pertemanan? Mungkin, lebih tepatnya... Rival. Tapi sekarang mereka jadi musuh, karena...

“SHANI ANJING!! Sumpah lo ANJING BANGET TAI!!!” Teriak Feni sambil terus menembakkan pistol ke arah Shani yang terus menghindar dengan keringat dingin menyertai tubuh.

“NGAPAIN LO USIK NYOKAP GUE BANGSAATT?!”

“Gue cuma ngerjain tugas, Fen! Perintah miss mutlak, sampai gue berhenti jadi mafia.”

“Lu nggak mikir emang? Nyokap gue, orang terakhir yang gue punya, lo dengan enteng nembak uluh hatinya waktu gua lagi bertugas?!!” Air matanya bercucuran sembari berlari mengejar Shani.

“Fen, it's not my fault or miss'. Ini salah lo seorang, karena ga totalitas dan malah ceroboh waktu jalanin misi!!”

Alih-alih terus menerus kabur dari tembakan Feni, Shani memilih untuk menghadapinya secara langsung, dengan tangan kosong. Ia merampas pistol dari genggaman Feni dan membuangnya ke lantai.

“Lo udah bego, jangan ditambah gobloknya! Kerja harus profesional, Fen! Jangan pake perasaan!”

“TAPI INI NYOKAP GUAAA, SHANII!!!”

“Terus lu mau gua ngapain? Kondisi nyokap lu lagi kritis di rumah sakit, dan lu bukannya nemenin malah ngajak war sama gua di sini? Fine, gua bantu adu bacot atau adu jotos sama lo di sini sampe lo nyesel ga ngabisin waktu terakhir bareng nyokap lo!!” 

Gerakan tangan Feni yang Shani abaikan, ia mengeluarkan pisau hasil rogohan dari saku celananya, dan langsung menusuk perut Shani.

“Fen...?”

“Jangan pake perasaan.”

Shani menarik pisau dari perutnya, mencoba berdiri dengan stabil.

“Kurang ajar.”

***

“Waktu nyokap gua meninggal, lo janji bakal ngelakuin apapun asalkan gue maafin lo, kan? Cuma di situ gue ga jawab apa-apa, terus langsung pergi ke negara lain. Gua nyari lokasi miss, mau bales dendam. Tapi nggak ketemu. Dan, akhirnya gue ikut organisasi lain.”

Shani memiringkan kepalanya ke kiri sedikit, mengingat memori lama. Instant regret. Penyesalan karena suatu tindakan atau ucapan singkat. Waktu itu, di kamar rumah sakit, hanya tersisa dua nyawa padahal ada tiga tubuh yang sedang berkumpul. Feni meratapi tubuh itu. Shani yang terbawa suasana dan emosinya yang kala itu sedang tidak stabil membuatnya sembarang bicara. Di dalam hatinya yang paling dalam, ia merasa bersalah.

“Gue nyesel.”

“Janji adalah janji.”

“... Lo mau apa?”

“Gue mau...”

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 15 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

GreShan: Your favorite girl Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang