NATIO48

1.1K 78 2
                                    

“Sakit, tahu.”

“Iya, tempe.”

“Ish!”

Memang Shani menembaknya, tapi Shani juga mengobati luka di bahu Gracia dengan P3K. Siapa sangka akan ada P3K lengkap di dalam lemari rumah Bordil?

Mungkin saja kata-kata Gracia yang sebelumnya bukanlah kepalsuan. Bisa jadi rumah ini memang membunuh dan membuat pingsan orang-orang yang datang ke sini. Tapi, bagaimana caranya?

“Lo juga ngejedotin pala gua ke tembok sampai berdarah gini. Malah gua lebih parah dari lu ga sih?”

“Iya, iya, sori.”

Pengobatan selesai. Bahu Gracia diselimuti oleh perban, sedangkan perut Shani diberi olesan obat. Kepalanya yang berdarah hanya dilap oleh kain hangat yang dihangatkan oleh air panas dari kamar mandi.

“Bayar delapan juta malah harus tambah bayar biaya pengobatan lagi.”

Di mata Gracia, Shani tampak pusing memikirkan biaya. Padahal Shani memang pusing, tapi karena kepalanya yang terkena benturan hebat.

“Loh? Kirain lo nggak masalah sama biaya apapun.”

Aura Shani memang terlihat sebagai orang yang nggak mungkin nggak punya duit minimal tiga puluh miliar. Jadi, agak aneh aja mendengar Shani mengeluh tentang suatu biaya.

“Lu kira duit muncul dari daun? Kalo iya bagus sih, orang jadi lebih sayang sama alam.”

“Makna uang jadi ilang dong?”

“Bisa jadi, terus nanti orang-orang belanja pake buah-buahan.”

Gracia terdiam beberapa detik, memproses. Lalu ia tertawa sejadi-jadinya karena memikirkan orang yang membeli uang menggunakan buah Salak, Semangka, Nangka, Durian, dan lain-lain.

Shani sedikit bingung kenapa Gracia bisa tertawa selepas itu, tapi ia lega karena membuat seseorang tertawa karena kata-kata yang bahkan ia tidak pikirkan dulu.

“Shani Indira.” Setelah Gracia puas tertawa, ia mengubah nada bicaranya menjadi serius.

“Lo yang tepat bagi gue.”

Shani menaikkan alisnya.

“Maksudnya?”

“Gua mencari orang yang gua pengen. Dan lo memenuhi semua kriteria itu. Nggak, dibonusin malah.”

Shani tertawa kecil dan Gracia kebingungan.

“Gua nggak ngerti, sori ya. Gua juga ga berniat buat ngerti.”

“Sayangnya, lo harus ngerti. Kesempatan ga dateng dua kali, dan gua harus nge keep lu bener-bener.”

What is she talking about? Batin Shani. Di pikirannya, Gracia cewek yang sangat aneh dan sulit ditebak.

“Ada pacar? Suami? Calon?” Gracia menanyakan pertanyaan beruntun.

“Nggak minat jawab, kenapa?”

Lagi-lagi dahi Gracia mengkerut mendengar jawaban Shani.

“Kalo nggak ada, gua yang bakal jadi. Kalo ada, gua gantiin posisinya.”

“Maksa bener lu"

Tapi pada akhirnya, Shani tidak menjawab. Shani dan Gracia terkapar di kasur karena sama-sama terluka.

Esok paginya saat Shani terbangun, ia melihat kepalanya sudah dililit oleh perban, tapi ia tidak melihat sosok Shania Gracia.

Shani tidak memusingkan hal itu, ia keluar dari kamar lalu segera pergi dari rumah Bordil tersebut. Padahal cewek semalem lucu juga, tapi kok ga ada?

Karena Shani tidak menemukan Shania Gracia, jadi ia pikir ia harus mengunjungi rumah Bordil ini lagi dan memilih wanita yang sama, meskipun agak mahal.

Shani langsung pulang ke apartemennya. Bukan menyewa, tapi apartemen itu memang salah satu dari miliknya.

Ia menaruh tasnya di kursi depan meja rias, lalu ia pergi mandi. Selesai mandi, saat dirinya masih dililit handuk, ada seseorang tak dikenal yang meneleponnya lewat ponsel kerja.

“Halo?” Shani mengawali percakapan, tapi dengan suara pelan karena ia baru sadar itu telepon dari ponsel untuknya kerja dan bukan ponsel pribadinya.

Seharusnya Shani segera meminta maaf dan menjelaskan hal-hal seperti dirinya yang merupakan CEO dari NATIO48, tapi lawan bicaranya langsung menyambar Shani.

“Dengan Shani Indira?” Shani tidak sangka ternyata itu adalah wanita semalam, alias Shania Gracia meneleponnya menggunakan nomor perusahaan. Tapi, Shani ingin sedikit mengejutkannya, ia juga merubah suaranya sedikit.

“Bukan, saya Shani Natio.” Mendengar hal itu, Gracia berpikir bahwa Shani memiliki saudari kembar karena suaranya dan namanya sangat mirip.

“Oh, gitu? Tapi bener ini nomornya Shani Indira?”

“Iya.” Shani menahan tawa.

“Indiranya di mana ya kak?”

Shani hampir tertawa, tapi ia berhasil menahannya.

“Kalo boleh tahu ada perlu apa ya?”

“Saya pacarnya kak. Emang ga boleh telponan sama pacar sendiri?”

“Hah?” Shani terkejut dengan ucapan Gracia, lalu tertawa terbahak-bahak.

“Gue Shani Indira, bercanda aja tadi. Ngapain ngaku-ngaku jadi pacar gue?”

“Oh...” Ucap Gracia pelan, bahkan hampir tidak terdengar oleh Shani.

“Biar lo gak bundir.”

“Emang apa untungnya buat lo?”

Ngomong sama ini cewek kayak nggak ada konsepnya. Keluh Shani.

“Lo inget kata gua semalem? Gua milih lo.”

“Gua udah resign dari situ, lo di mana? Biar gue samperin.” Lanjut Gracia.

“Pede banget gua mau disamperin sama lu?”

“Udahlah, shareloc aja cepet.”

Nyebelin. Pikir mereka berdua.

Tinggal kasih tahu aja apa susahnya? -Gracia

Sok iya banget ini cewek.
-Shani

“Ini nomor lu?”

“Iya.” Balas Gracia.

Shani menutup telepon, lalu membuka ponsel pribadinya. Ia menyalin nomor Gracia, dan memberi lokasi apartemen yang sedang ia tempati melalui nomor pribadinya.

Shani Indira
NATIO48 Apart📍

Shania Gracia
?

Shani Indira
Lokasi pacar lo, kamar nomor 48 lantai 4

Shania Gracia
Shani Indira? Kok nomornya beda?

Shani Indira
Gua lebih heran lo pake nomor perusahaan. Untung jadwal lagi gak padet, kalo nggak mah gua reject.

Shani beralasan. Padahal awalnya ia memang lupa bahwa itu adalah nomor perusahaan.

Shani menutup tirai, lalu membuka handuknya dan mulai memakai pakaian.

GreShan: Your favorite girl Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang