Reason

598 54 0
                                    

"Anin" Sapa Shani yang baru memasuki rumah megah dengan dinding putih itu sembari melambaikan tangannya.

"Hai, Indira." Anin membalas dan melambaikan tangannya juga setelah ia menoleh ke arah pintu masuk.

***

"Morning, Ma, Pa."

Mama dan papa Shani membalas Anin dengan senyuman hangat. Papa Shani menutup koran yang sebelumnya ia baca. Sedangkan mama dan Shani sibuk menyiapkan teh dan kopi.

Ayah dan bunda Anin yang baru melewati pintu masuk karena memarkirkan mobilnya dahulu dan membiarkan Ankara lebih dulu masuk untuk menyapa besannya.

"Bro, apa kabar?" Ayah Anin menepuk pelan bahu papa Shani.

"Ehh sehat bro, udah lama nih." Papa Shani menjabat tangan Ayah Anin.

Bunda Anin menduduki kursi yang bersebalahan dengan Ayah Anin. Mereka berbincang-bincang singkat selagi Shani dan mamanya menyiapkan hidangan.

Gracia akhirnya keluar dari kamar mandi setelah Shani menghidangkan minuman dan camilan.

"Shan, ini aku gimana...?" Gracia berbisik pelan pada Shani.

"Duduk sebelah aku ya." Shani balas berbisik.

Ruang tengah dengan sofa hijau muda, disertai dua belah keluarga yang berkumpul untuk membahas suatu hal masalah. Sebelum Shani duduk, mama Shani bertanya sesuatu padanya dengan berbisik agar tidak menyinggung.

"Itu siapa nak?"

"Ada, ma. Mama juga bakal tahu nanti."

***

Awalnya mereka membahas kabar, perusahaan, sekolah Ankara di Amerika, dan sebagainya. Kemudian, Anin memulai percakapan inti lebih dulu.

"Em... Sebenernya... Ma, Pa, Anin..." Anin melihat bunda dan ayahnya lebih dulu. Dan mereka mengangguk seolah mengatakan, 'bilang aja'.

Mama dan papa Shani terlihat penasaran, tapi papa Shani menyeruput kopinya lebih dulu.

"Anin ketemu sama orang yang Anin sayang di Amerika."

Mendengar hal itu, papa Shani tersedak saat meminum kopinya. Mama Shani mengusap punggung suaminya dengan lembut.

"Maksud kamu apa, Anin? Kamu mau batalin perjodohan ini?" Papa Shani sedikit menegaskan nada bicaranya.

Anin hanya diam, tidak bisa menjawab.

"Pa. Shani juga punya pacar. Shani juga salah karena udah kehitung nyelingkuhin Anin." Ujar Shani seolah membela Anin.

"Pacar kamu siapa?" Papa Shani lebih rileks sekarang.

"Shania Gracia, Pa." Shani menarik sebelah tangan Gracia lalu mengelusnya di atas pahanya.

"Atas dasar apa kamu setuju buat jadiin dia pendamping hidup?" Bukan papa Shani yang bertanya, tapi mamanya.

"Dia-"

Perkataan Shani dipotong.

"Mama nanya ke pacarmu."

Gracia menaikkan alis, Shani juga.

"Shani sempurna, tan. Shani bisa semua yang nggak aku bisa. Shani selalu bikin aku happy. Shani sering jagain aku, ngasih yang terbaik, Shani juga bisa negur aku kalo salah." Jelas Gracia dengan wajah super percaya dirinya.

Mama Shani mengangguk dan tersenyum.

"Kira-kira kenapa Anin ngerasa orang baru yang ditemuin Anin lebih spesial dari Shani?" Mama Shani kini beralih pertanyaan pada Anin.

Ankara tidak sepandai itu dalam bicara. Ia memang tergolong sebagai soft boy, tapi Ankara mencoba semaksimal mungkin dan menelan ludahnya sendiri sebelum benar-benar menjawab pertanyaan itu.

"Orang itu berhasil ngebuat Anin nggak bisa hidup kalo nggak ada dia."

Ankara... Batin Shani, menatap Anin dengan penuh perasaan.

Shani, your eyes said that you're love him.
Gracia menatap mata Shani saat Shani menatap mata Ankara.

***

"Ankara Indra. Kamu kenapa? Jangan nangis lagi ya, kata bunda kalo nangis nanti cantiknya ilang."

Anak laki-laki berumur 6 tahun itu berjongkok untuk memastikan keadaan seorang anak perempuan yang sedang sendirian di atas ayunan beralas pasir.

"Aku nggak nangis, bukan urusan kamu juga." Anak perempuan itu turun dari ayunannya dan pergi menuju wahana bermain lain.

"Aku pengen jadi temen kamu. Boleh ndak?"

Ah, aku masih belum terbiasa... Batin anak perempuan itu.

"Kamu temen pertama aku. Em... Shani Indira." Anak perempuan bernama Shani itu mengajak Ankara untuk menjabat tangannya, dan ajakannya itu pun diterima dengan senyuman manis dari anak laki-laki tersebut.

"Nama belakang kita mirip."

"Belum selesai. Nama belakang aku Natio."

"Eh, ayah kamu yang punya perusahaan NATIO48?"

"Iya."

***

Semua telah usai. Suasana mencekam bagi Anin dan Shani, ribuan pertanyaan seolah sedang interview kerja dari keluarga Shani yang kurang setuju dengan keputusan Anin dan Shani. Tapi kecurigaan Gracia pada Shani belum berakhir, justru semakin dalam.

Gracia merasa sedikit curiga, tumben Shani langsung pergi ke kafe yang dia mau. Biasanya nanya rekomendasi atau pendapat dulu.

Dan, kecurigaannya kini terbukti jelas.

***

"Ge, gua ke toilet bentar ya."

"Oh, oke."

Gracia kembali fokus pada ponselnya. Gracia melirik sedikit pada Shani yang menjauh, tapi bukan ke arah toilet. Melainkan ke arah tangga.

"Mas, emang di atas ada toilet ya?" Tanya Gracia ke salah satu pelayan.

"Nggak, mbak. Di atas mah rooftop, tapi kalo siang gini kan lagi panas-panasnya, jadi biasanya nggak ada pengunjung yang ke sana."

Damn. Gracia menggigit bibir bawahnya sedikit.

"Oh gitu, makasih ya mas." Gracia memasukkan pernak-perniknya lalu menyusul Shani ke rooftop.

***

Sesuai dugaan Gracia, Shani hendak bunuh diri. Jadi ini alesan dia langsung pergi ke kafe di mall ini?

"Hamba udah nggak ada alesan hidup. Maaf, Tuhan." Shani perlahan menjatuhkan dirinya ke bawah, tapi tangannya lebih dulu ditarik dengan Gracia.

"Pake gue buat alesan hidup lo, Shani! Lo harus tetep hidup karena gua masih hidup! Lo pikir orang tua lo, sahabat-sahabat lo, mantan bos gua, dan gua sekalipun nggak peduli sama lo? Lo anggep kita semua apa, Shan?" Gracia memeluk Shani sambil menangis tersedu-sedu.

Shani hanya diam, tak bergerak. Tapi ucapan Gracia berhasil masuk ke dalam hati dan otaknya, Shani seolah dapat melihat perjuangan dirinya dan teman-temannya saat sekolah, kuliah, momen sedih, bahagia, dan perasaan lainnya yang pernah ia rasakan selama 25 tahun.

"Boleh?" Gracia menaikkan wajahnya, memandang wajah Shani yang belum selesai bertanya.

"Boleh gua pake lo buat alasan hidup gua selanjutnya dan seterusnya?"

"Dengan senang hati." Jawab Gracia antusias karena berhasil membuat Shani membatalkan rencana bunuh dirinya.

GreShan: Your favorite girl Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang