Tetap Tinggal

12 1 0
                                    

Dzaudan mengeluarkan beberapa lembar uang lalu ia simpan di meja. Di hadapannya ada seorang laki-laki yang sepertinya tertarik dengan uang tersebut.

"Lo cari siapapun ahli agama yang bisa bimbing gue selama tiga bulan bahkan gue jadi ustadz," ujar Dzaudan membuat laki-laki itu menatap Dzaudan tidak percaya.

"Lo abis ngelakuin kesalahan apa?" tanya laki-laki yang bernama Lutfi.

"Gue mau nikahin Aiza," jawab Dzaudan dengan serius, sedangkan laki-laki yang seumuran dengannya itu tertawa geli.

"Lo nikah? cewek masih banyak yang belum lo rasain, Za. Lo yakin sama keputusan lo? kita masih umur delapan belas, kualitas sperma lo aja belum mateng." Lutfi menepuk-nepuk bahu Dzaudan.

"Ngapain? semua rasanya sama aja. Gue serius sama Aiza. Gue mau lakuin apapun demi dapetin dia. Itupun kalau lo mau bantu, kalau nggak gue bisa minta tolong yang-"

"Bisa banget, Za! hari ini juga gue cari ahli agama yang bisa buat lo jadi ustadz selama tiga bulan," pungkas Lutfi lalu memungut semua uang yang ada di hadapannya.

"Thanks, Fi. Jangan sampai gagal, ini kesempatan pertama dan terakhir gue."

Lutfi mengangkat tangannya memberi hormat kepada bosnya, "siap!"

"Tapi, lo beneran yakin seserius itu sama Aiza? lo gak akan nyesel nikah muda, Za?" tanya kembali Lutfi yang sepertinya ragu.

"Gue belum pernah sentuh bagian sensitif dia, apa kurang keseriusan gue sama Aiza?"

"Lo serius? bukannya lo sama mantan-mantan lo pernah ngelakuin itu ya?"

"Itu alasan gue pingin nikahin Aiza. Dia beda, dia spesial, dia aneh bikin gue gak mau nyentuh dia." Dzaudan membayangkan wajah Aiza membuat dirinya senyum-senyum sendiri.

Dzaudan mengecek handphonenya dan ia terkejut karena ada banyak panggilan tak terjawab dari kekasihnya.

Ia menekan icon telepon lalu menempelkan benda pipih itu di telinganya. Ia melakukan itu berulang kali namun tidak ada tanda-tanda teleponnya tersambung.

"Lo coba telepon Aiza," ujar Dzaudan kepada Lutfi yang baru saja memainkan game.

"Gue gak punya nomornya, kan lo yang hapus," jawab Lutfi tetap fokus pada game nya.

Welcome to mobile legend.

"Udah gue send. Cepetan!" titah Dzaudan dan Lutfi tidak menggubrisnya.

Dzaudan langsung merebut handphone Lutfi dan mencoba menelepon Aiza.

"Zaaa! gue baru login!" rengek Lutfi dan hendak mengambil handphonenya.

"Gue ambil lagi duitnya," kata Dzaudan membuat Lutfi mengurungkan niatnya.

"Afk deh gue," gumam Lutfi dengan pasrah.

Dzaudan menyimpan handphone Lutfi dengan kasar di meja, "kok handphonenya gak aktif. Gue jadi khawatir."

"Woi anjir iphone lima belas pro gue!" Lutfi langsung meraih handphonenya dan memeluk dengan erat. Ia mengecek sekitar handphonenya memastikan tidak ada yang lecet.

"Lo jangan lupa cari ustadz! gue temuin Aiza dulu." Lalu Dzaudan melenggang pergi begitu saja.

"Iya nanti gue cari kalau pulang dari club."

...

Aiza melangkahkan kakinya dengan cepat. Ia tidak sabar memberi tahu orang tuanya dan segera kembali pulang ke rumahnya.

Ia membuka pintu besar yang langsung menampakkan ke dua orang tuanya dan juga Ferdy.

"Aku gak jadi pesantren di sini. Didikannya buruk mam. Masa semua santri dan santriwatinya mempermalukan aku. Emang boleh se-bad attitude itu?" cerocos Aiza yang baru saja datang dan berdiri di ambang pintu.

Hijrah CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang