Aiza membuka pintu rumah kyai. Di sana tidak ada seorang pun karena sekarang memasuki jam shalat ashar. Di koridor tadi pun sangat sepi.
Tanpa sopan Aiza menggeledah seisi rumah kyai untuk mencari handphone ning Hilya. Ia mencari di sofa, nakas dan sekitarnya. Aiza tidak menemukannya dan ia mengingat tadi ning Hilya sempat ke kamar mandi.
Ceklek ...
Aiza membuka pintu kamar mandi.
"Aaaaaaa!"
"Astaghfirullah!"
Bruk!
Aiza menutup pintu kamar mandi dengan sangat kencang. Ia mematung setelah apa yang ia lihat pertama kalinya. Matanya terus melotot dan badannya sedikit bergetar.
"G-gue kira yang tinggal di sini cuma kyai," ucap Aiza sendiri. Ia masih berdiri di depan kamar mandi. Entah kenapa kakinya tidak bisa melangkah pergi. Otaknya masih terus memutar sesuatu yang baru saja dilihat.
Suara air di dalam kamar mandi itu tiba-tiba mati. Sepertinya seseorang didalamnya akan keluar. Aiza langsung berlari seperti maling. Ia bingung sembunyi di mana.
Aiza menemukan kamar kosong. Ia menutup pintu lalu menguncinya. Aiza merasa dirinya benar-benar pencuri yang akan ditangkap basah.
"Gimana caranya gue keluar dari sini?" Aiza melihat kamar sekelilingnya tidak ada jendela keluar.
Aiza melihat ada lemari di sana.
Ia membuka lemari itu dan menemukan beberapa gamis berwarna. Apakah itu milik ning Hilya? tapi, ning Hilya hanya mengaku memiliki gamis dua saja. Lalu, milik siapa gamis-gamis ini?
Entahlah, Aiza tidak ingin memikirkan itu sekarang.
"Gue harus nyamar jadi santri. Biar dia gak ngenalin gue." Aiza mengambil salah satu gamis syar'i berwarna abu-abu yang satu set dengan kerudung panjangnya.
Aiza mengganti pakaian seksinya menjadi benar-benar muslimah. Ia melihat pantulan dirinya di cermin lemari dengan tatapan aneh, pasalnya ini pertama kalinya ia mengenakan gamis.
"Dia masih ngenalin gue gak ya?"
"Kenapa jadi gue yang malu sih?"
Aiza meraih kain yang menggantung di lemari lalu menutupi wajahnya.
"Okay, dia gak bakalan ngenalin gue," ucap Aiza saat kembali melihat dirinya di cermin.
Ia memberanikan diri membuka pintu kamar.
"Anjir!" ucap Aiza saat mendapati seseorang berada di balik pintu yang baru Aiza buka.
Jantung Aiza berdebar sangat kencang. Laki-laki itu berdiri dihadapannya sekarang. Aiza menundukkan kepalanya dan kain yang menutupi wajahnya dibetulkan beberapa kali agar menutupi sebagian wajahnya dengan sempurna.
"Anjir itu apa ning Hilya?" tanya laki-laki itu kepada Aiza.
"Ning Hilya? jadi cowok ini beneran gak ngenalin gue? dia ngira gue Hilya?" ucap batin Aiza.
Aiza hanya menggelengkan kepalanya. Ia tidak mungkin menjawab karena bisa menggagalkan penyamarannya.
"Afwan, antum melihat perempuan tadi di sini? pakaiannya sangat terbuka, siapa dia?" tanya kembali laki-laki itu. Sepertinya Aiza benar-benar berhasil menyamar sehingga laki-laki itu benar-benar mengira bahwa ia adalah ning Hilya.
Aiza kembali menggelengkan kepalanya seraya menunduk. Ia tidak berani menatap wajah laki-laki dihadapannya. Selain karena takut gagal penyamarannya, ia juga tidak ingin ingatannya yang tadi kembali.

KAMU SEDANG MEMBACA
Hijrah Cinta
Spiritual"Saya tidak sudi punya menantu yang mempunyai masa lalu buruk seperti kamu!" "Astaghfirullah, bukankah abi kyai? harusnya abi lebih mengerti kondisi seperti ini." Radzan membela Aiza yang menangis di belakangnya. "Kamu akan menikahi gadis bukan pe...