Bruk!
Aiza tersungkur di lapangan tengah gedung pesantren sehingga beberapa pasang mata menatapnya. Ia belum terbiasa memakai gamis apalagi syar'i yang begitu panjang.
Namun, sepertinya ia bukan terjatuh karena gamis. Ia merasa ada sesuatu yang menghalangi jalannya. Aiza mendongak saat ada sebuah pasang kaki dihadapannya.
"Ngapain sujud sama aku?" tanya Dena dengan nada meledek membuat Aiza cepat-cepat bangun dan berdiri.
"Lo sengaja bikin gue jatuh kan?!" tanya Aiza geram.
"Apa?" Dena pura-pura tidak mendengar.
"Lo kan yang bikin gue jatuh, jalang!" teriak Aiza hendak menarik kerudung Dena namun Dena segera menepisnya.
"Apa? kamu gak bisa shalat? sejauh itu, Aiza?" teriak kembali Dena mengundang santriwati untuk bergosip dan memperhatikan mereka.
"Bacot, jalang! lo ada masalah apa sih sama gue, huh?!" Aiza memajukan tubuhnya sehingga begitu dekat dengan Dena.
"Sejak kamu dekatin gus Zaidan," jawab Dena berbisik seraya menyeringai.
"Gue gak sudi. Lo ambil tanpa perlu effort. Gue sama sekali gak tertarik."
Dena maju satu langkah membuat tubuh mereka menempel. "Oh ya? apa kamu bisa jauhin gus Zaidan sekarang?"
"Gak suka bukan berarti gue harus menjauh, kan? lagian lo siapa atur gue?" suasana semakin mencekam karena sorot mata mereka saling mengintimidasi satu sama lain.
"Astaghfirullahal adzim Aiza, kamu menghina Allah? kamu bilang Allah gak penting?!" teriak Dena tiba-tiba dan langsung menjauh dari Aiza.
Aiza membelalak. Dena bukan santriwati biasa. Ia benar-benar lawan Aiza yang harus Aiza waspadai. Siapa Dena ini? beraninya ia bermain dengan Aiza.
"Anjin-" Aiza hendak memukul Dena namun tiba-tiba sekerumunan santriwati datang dan langsung mencekal pergelangan tangan Aiza.
"Aiza! kamu sudah kelewatan!"
"Iya. Mentang-mentang kami selalu diam kamu pikir kami takut sama kamu!"
"Aiza kamu makin menjadi dan seenaknya di pesantren ini."
"Iya! kedatangan kamu selalu membuat onar. Membuat citra pesantren kita rusak!"
"Kamu gak pantas di sini!"
"Iya! kita bawa dia ke Kyai!"
"Kamu cuma merepotkan di sini! kita keluarin dia dari sini!"
Mereka menarik Aiza dengan paksa lalu mendorong-dorong berjalan menuju rumah Kyai. Tubuhnya yang mungil itu berontak sekuat tenaganya namun mereka begitu banyak sehingga langkah Aiza terseret-seret.
Di jauh sana Dena tersenyum puas. Sebentar lagi Aiza akan menghilang dari kehidupannya.
"Lepasin, sakit!" Aiza terus berontak.
"Buka tuh kerudungnya. Gak pantas kamu pakai kerudung menghina Allah!" ucap Dena yang baru saja datang lalu menarik kerudung Aiza ke belakang.
"Sebejat-bejatnya gue, gue gak akan pernah fitnah orang sejahat lo. Ternyata lo lebih bejat dari gue munafik!" Aiza meludah tepat ke wajah Dena membuat Dena diam seketika.
"Astaghfirullahal adzim, Aiza kamu dzalim banget," ucap Dena dramatis seperti ingin menangis sembari mengusap wajahnya.
"Aiza! kamu keterlaluan!" salah satu dari mereka mendorong Aiza hingga tersungkur.
Mereka ikut mendorong tubuh Aiza walaupun Aiza sudah tersungkur ke bawah. Gamis Aiza sangat lusuh dan kusut ia tidak bisa menjaga amanah habib Radzan untuk menjaganya dengan baik. Kerudungnya pun tertarik ke belakang sehingga menampakkan rambutnya kembali.
Aiza tidak bisa membalas mereka satu persatu karena sudah lemas karena berontak tadi, lagi pula jumlah mereka begitu banyak.
Beberapa kali kepalanya di toyor, tangannya terinjak dan kakinya ditendang.
"Kamu pikir, yang iblis cuma kamu?" bisik Dena tepat di telinga Aiza yang menahan tangis.
"Astaghfirullah!" gus Zaidan yang baru pulang dari masjid langsung menghampiri kerumunan di tengah gedung.
"Ada apa ini?!" gus Zaidan menerobos masuk ke dalam kerumunan.
"Aiza?" ucap dalam hati gus Zaidan.
"Ada apa ini? kenapa kalian menghakimi Aiza? sejak kapan pesantren ini ada kekerasan dan pembulian?" seru gus Zaidan membuat para santriwati tertunduk malu.
"Tapi, dia pantas diperlakukan seperti ini gus, dia mencela Allah terus meludahi wajah saya," lirih Dena mengadu dan memasang wajah paling sedihnya.
Gus Zaidan menatap Dena membuat hati Dena tidak karuan. Susah sekali dirinya mendapat perhatian dari gus Zaidan.
"Mencela Allah?"
"I-iya dia bilang Allah gak penting makanya dia gak mau belajar shalat," jawab Dena salah tingkah.
Gus Zaidan beralih menatap Aiza yang masih duduk di bawah. Ia pertama kali melihat Aiza lemah dan tidak berontak. Benar atau tidak, ia akan menanyakannya nanti.
"Saya yang akan urus Aiza. Saya ingin mengumumkan jika ada perbuatan atau perlakuan Aiza yang tidak mengenakan segera lapor ke saya atau ning Hilya. Jangan menghakimi sendiri atau saya laporkan ke Kyai."
Senyum Dena seketika memudar. Ia menautkan alisnya tidak percaya. Bagaimana bisa gus Zaidan tidak menghukum Aiza?
"T-tapi gus..."
"Bubar semuanya sebelum Kyai tau masalah ini."
Dena menggertakan kakinya di samping Aiza. Ia tidak akan berhenti begitu saja. Apalagi gus Zaidan lagi-lagi membela Aiza dan tidak ada di pihaknya. Dena akan merencanakan yang lain.
"Bangun, Aiza," titah gus Zaidan.
"Aiza, bangun."
Tidak ada respon.
Aiza masih tetap duduk tanpa mendongak membuat gus Zaidan sedikit khawatir karena tidak biasanya seorang singa yang buas tiba-tiba diam kecuali dia kesakitan.
"Aiza?" gus Zaidan jongkok untuk mensejajarkan tubuhnya dengan Aiza.
Aiza menoleh. Matanya sembab penuh oleh cairan bahkan ada sedikit luka di pelipisnya.
"Aiza kamu luka," kata gus Zaidan.
"Saya panggil ning Hilya buat bawa kamu ke UKS." gus Zaidan berdiri dan hendak pergi namun...
"Zaidan, makasih." Aiza memeluk tubuh gus Zaidan dari belakang dan menumpahkan tangisannya di sana.
Ini pertama kalinya gus Zaidan di peluk oleh yang bukan mahram.
Jantungnya berdebar kencang, kakinya tiba-tiba lemas dan desiran darahnya mengalir dengan deras. Entah kenapa ia tidak langsung melepas cekalan tangan Aiza yang melingkar di perutnya. Ia justru melihat tangan gadis yang memberikan kupu-kupu ke dalam perutnya.
"Aiza, maaf." Gus Zaidan melepaskan pelukan Aiza lalu sedikit menjauh.
"G-gue yang minta maaf. Gue gak bermaksud..."
"Saya panggil ning Hilya untuk antar kamu ke UKS, setelah diobati temui saya di pekarangan masjid sebelum mempersiapkan pengajian. Assalamualaikum." Lalu gus Zaidan melenggang pergi.
Aiza melihat gamisnya yang kotor. Jika di cuci ia pakai apa nanti? apakah ia harus mencuri gamis fah Shakira lagi?
Ia menepuk-nepuk gamisnya untuk membersihkan dari tanah.
"Assalamualaikum, Aiza... anti tidak apa-apa? mari ana antar ke UKS," ucap ning Hilya yang baru saja datang dengan cemas.
"Lo pasti kira gue lemah kan?" celetuk Aiza membuat ning Hilya menatapnya aneh.
"Ana datang untuk mengobati anti, tidak ada tujuan selain itu."
"Pokoknya lo harus cepat bikin gue keluar dari sini! Gue gak tahan."
"Na'am Aiza. Mari ana bantu ke UKS."
"Gak perlu. Lo bantu pikirin aja gimana caranya gue keluar dari sini besok, lusa, atau paling lambat minggu ini." Lalu Aiza beranjak pergi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hijrah Cinta
Espiritual"Saya tidak sudi punya menantu yang mempunyai masa lalu buruk seperti kamu!" "Astaghfirullah, bukankah abi kyai? harusnya abi lebih mengerti kondisi seperti ini." Radzan membela Aiza yang menangis di belakangnya. "Kamu akan menikahi gadis bukan pe...