Selamat Tinggal

10 2 0
                                        

"Assalamualaikum warahmatullahi wa barakatuh." Haga mengucap salam sambil menoleh ke kiri lalu mengusap wajahnya diikuti oleh istrinya sebagai makmum.

Azizah meraih tangan suaminya lalu mencium tangannya, "semoga keputusan kita kali ini benar ya, pa," ucap Azizah sedikit ragu.

"Memasukkan anak ke pesantren bukanlah keputusan yang salah, ma. Di sana tempat ibadah, bukan tempat main-main," jawab Haga menenangkan istrinya.

"Ya sudah, aku bantu Aiza packing dulu ya," ucap Azizah seraya membuka mukenanya.

Azizah mencari Aiza ke kamarnya, balkon, dapur, kamar mandi dan segala penjuru rumah. Namun, tidak terlihat anak gadisnya itu. Pikirannya Aiza kabur karena tidak ingin pergi ke tempat itu.

"Pa!" teriak Azizah membuat Haga berlari menghampiri istrinya.

"Ada apa, ma?" tanya Haga terdengar sangat cemas.

"Aiza gak ada. Dia kabur!" ucap Azizah tersengal-sengal hampir kehilangan nafasnya.

"Anak itu benar-benar nekat!" berbeda dengan Haga. Tidak terlihat cemas sama sekali, justru amarahnya seketika berada di puncak kepalanya.

"Sudah, pa. Kita cari Aiza, kita batalkan semuanya," ujar Azizah putus asa.

"Ma! justru itu, dia tahu kelemahan kita makanya selalu nekat karena dia tahu apa yang dia mau pasti dituruti. Biarkan! kalau sampai terjadi sesuatu, papa gak akan anggap dia anak lagi!" putus Haga dengan cepat membuat Azizah menggelengkan kepalanya.

"Pa ...," rengek Azizah agar suaminya mau mencari Aiza.

Terdengar suara pintu di buka membuat Azizah dan Haga menoleh antusias. Terlihat seorang gadis sangat lusuh berantakan. Makeupnya berantakan akibat air mata yang terus mengalir dengan deras.

"Aiza!" pekik Azizah lalu memeluk putri kesayangannya.

"Dari mana kamu, sayang. Apa yang terjadi? mama papa sudah setuju kamu batal ke pesantren. Sekarang terserah kamu, kita tunggu Dzaudan sampai kapan pun dia datang," cerocos Azizah seraya terus memeluk Aiza dengan erat. Seorang ibu itu sangat khawatir kehilangan anaknya barang sedetikpun.

"Apa-apaan! Aiza tetap-"

"Antar aku ke pesantren sekarang," pungkas Aiza dengan wajah datar.

Azizah menangkup ke dua pipi Aiza, "mama gak maksa kamu lagi. Apa yang terjadi, sayang?"

"Aku udah cari Dzaudan ke mana-mana tapi dia gak ada. Padahal dia tau ini kesempatan yang gak akan datang ke dua kali," ujar Aiza pecah dengan tangisannya.

"Sekarang kamu sama mama masuk mobil, biar papa yang bawa koper kamu," titah Haga dan dituruti oleh ke dua wanita kesayangannya itu.

Haga dan Azizah sudah mempersiapkan semuanya dari beberapa hari yang lalu karena Aiza tidak memiliki baju gamis bahkan kerudung sekalipun.

Haga memasukkan koper besar berwarna cream itu yang berisi beberapa gamis, kerudung, alat sholat dan skincare Aiza.

Azizah duduk di belakang di samping Aiza. Ia terus merengkuh putrinya yang sebentar lagi tidak akan bertemu dengannya dalam beberapa waktu.

Tanpa mereka sadari, mereka berdua terlelap sepanjang perjalanan hingga mobil yang mereka tumpangi mulai pelan. Roda mobil mereka sudah memasuki gerbang yang menjulang tinggi dengan nuansa kayu.

"Pa, kita sudah sampai?" tanya Azizah yang baru saja bangun.

"Sudah, itu Ferdy menunggu kita." Haga menunjuk seorang laki-laki yang sebaya dengannya sedang duduk di kursi kayu garuda di sebuah rumah mewah.

"Aiza, bangun." Azizah menggoyangkan tubuh Aiza. Sedangkan Haga menuju bagasi untuk mengambil koper milik Aiza.

Aiza membuka matanya perlahan lalu menguceknya. Rambutnya berantakan dan ia masih mengenakan dress cream yang sebelumnya ia pakai.

"Mama papa beneran bawa aku ke pesantren?!" Aiza terlihat terkejut melihat sekelilingnya penuh dengan gedung asrama dan banyak sekali santri dan santriwati lalu lalang.

"Loh, kan tadi kamu setuju? udah ayo turun." Azizah mendahului Aiza, ia turun dari mobil menyusul suaminya.

"Anjir gue beneran di sini?!" Aiza terlihat sangat panik. Ia buru-buru mencari handphonenya namun tidak ia temukan.

"Handphone gue! Aiza bego tadi kenapa lo buang ke ragasi. Bego bego bego!" Aiza memukul kepalanya membuat rambutnya tambah berantakan.

Saat ia menyingkirkan rambut dari wajahnya ia melihat mobilnya dikelilingi penghuni pesantren itu.

"Habib Radzan sudah datang!" ucap seseorang di luar sana.

"Beri jalan untuk habib Radzan!"

Aiza celingak-celinguk melihat sekelilingnya. Ia ingin menghubungi orang tuanya pun bingung. Dirinya semakin prustasi dan ketakutan.

Seorang laki-laki di luar mobil Aiza tanpa aba-aba membuka pintu mobil sehingga Aiza terlihat dari luar.

Semua pasang mata menatapnya penuh terkejut termasuk laki-laki yang baru saja membuka pintu mobil Aiza.

Gemuruh istighfar terdengar di mana-mana. Mungkin di sana ada beberapa ratus santri dan santriwati seperti menyambut kedatangan Aiza.

Aiza dengan penampilan sangat berantakan dan seksi itu hanya mematung di dalam mobil.

"Astaghfirullahal adzim! biduan dari mana!" terdengar suara itu di telinga Aiza.

"Kenapa lo pada! baru liat cewek cantik?!" teriak kembali Aiza yang baru saja turun dari mobilnya.

"Gus Zaidan, apa hari ini kita ada acara? kenapa kyai panggil biduan? bukan ustadz atau ustadzah?" bisik salah satu seorang santri kepada laki-laki yang baru saja membuka pintu mobil Aiza.

"Maaf, mbak. Saya pikir mobil antum milik habib anak kyai yang kami tunggu," ujar laki-laki yang dipanggil gus Zaidan tadi.

"Heh! harusnya lo lebih tau adab ya! atau pesantren ini abal-abal sampai santrinya gak tau tata krama. Harusnya lo ketuk dulu pintunya, tanya siapa manusia di dalamnya. Bukan asal buka!" cerca Aiza sambil menunjuk wajah gus Zaidan.

"Jaga ya bicara antum kepada gus kami! mobil antum sama dengan mobil habib, bahkan plat nomornya pun hampir sama!" ucap seseorang di belakang gus Zaidan.

"Lo yang salah kenapa lo yang nyolot!" Aiza hendak mendorong santri tersebut namun segera di tahan oleh gus Zaidan.

"Cukup, semuanya bubar. Jangan membuat nama pesantren kita menjadi jelek," ujar gus Zaidan lalu semua santri dan santriwati bubar.

"Emang jelek ini pesantren, bad attitude!" teriak Aiza.

"Mbak, saya minta maaf. Tolong jangan cap pesantren yang sudah kyai bangun jadi jelek hanya gara-gara saya," ujar gus Zaidan.

"Minta maaf? lo udah permaluin gue kayak tadi terus dengan maaf selesai? gue bakalan aduin lo ke kyai dan gue gak jadi pesantren di sini. Karena di sini didikannya buruk!" lalu Aiza hendak pergi namun kembali di tahan gus Zaidan.

"Mbak, tolong jangan bicarakan ini kepada kyai. Saya akan menebus kesalahan saya," mohon gus Zaidan sembari menangkupkan ke dua tangannya.

"Lo pikir gue tukang jamu? mbak mbak." Aiza mendelikkan matanya.

"Saya mohon," gus Zaidan terlihat sangat memelas.

"Kebetulan gue emang gak mau di pesantren dan lo adalah alasan paling tepat biar gue gak jadi di sini. Thank you!" Aiza menepuk pundak gus Zaidan lalu melenggang pergi.

Hijrah CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang