XVII. Is It Over Now?

554 96 25
                                    

"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"...karena gue jatuh cinta sama lo, Olivier."

Radha tak mengerti atas dasar apa dan bagaimana ia bisa mengatakan kalimat selancar itu. Selepas itu. Dan semenyakitkan itu. Namun, ada rasa lega yang menguasai dirinya. Seolah-olah hal itu memang tepat ia lakukan.

"Tapi, lo nggak usah khawatir. Gue ngomong gini bukan berarti lo juga harus membalas rasa ini. Gue cuma nggak mau mendem ini lama-lama, yang hanya bisa jadi boomerang untuk kita. Yang hanya bikin gue selalu sakit hati nggak jelas.

Terdengar Radha mengembuskan napas panjang. "harusnya kesalahan ini nggak terjadi. Tapi, manusia nggak bisa milih buat suka sama siapa walau itu sahabatnya sendiri."

Kini, ia sudah siap akan segala hal yang akan terjadi padanya dan Olivier. Sepuluh tahun bagi Radha memang sangat berarti, apalagi ia tahu bahwa kata 'sayang' telah berubah seiring berjalannya waktu.

Awalnya Radha sendiri merasa denial. Ia takut hubungan mereka semakin canggung. Karena pada kenyataannya, hubungan persahabatannya dengan Vier memiliki tembok tak kasat mata. Mereka bisa saling memiliki, tapi hanya sebatas itu dan tak lebih.

Tak bisa ditebak, reaksi Vier saat ini bukanlah reaksi yang Radha inginkan. Ia ingin Vier memarahinya. Ingin Vier menjauhinya dan berkata bahwa mereka tak bisa saling mencintai. Mereka adalah sahabat, dan selamanya akan begitu.

Namun, pria itu malah mendekat dan berdiri di tepat hadapannya. Menutupi cahaya panggung utama dari wajah Radha yang kini memerah. Vier memeluknya erat. Tak peduli orang lain yang mungkin sedang memperhatikan mereka.

"Badan lo dingin banget." Harusnya ia bisa mendapatkan kehangatan dari tubuh besar Vier, tapi Radha baru sadar hanya rasa dingin yang menyentuh kulitnya.

"Makanya gue minta peluk."

"Masih sakit?" Dan Vier hanya mengangguk tanpa sepatah kata.

"Mau gue anter pulang?"

Vier melepas pelukannya. Sekali lagi memandang iris gelap Radha yang menyejukkan. "Gue nggak mau lo ninggalin tugas disini karena gue. Gue bisa pulang sendiri."

"Dengan keadaan lo yang kek gini?"

"I'm fine."

Radha mengembuskan napas kasar. "Gue pesenin Grab kalau gitu."

Mereka berjalan keluar dari gedung kampus ke parkiran depan. Sembari menautkan kedua tangan dengan mesra. Tanpa sadar, Keenan memperhatikannya. Dengan wajah yang tertunduk dan rasa kecewa yang mendalam.

***

Sepeninggalan Vier, Radha kembali pada aktivitasnya. Berkumpul dengan para panitia yang kini sedang beristirahat. Ia lagi-lagi memikirkan Vier. Bukan memikirkan keadaan pria itu, tepatnya ia memikirkan kenapa Vier tidak menjawab perasaannya.

From Platonic To LoversTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang