Penyesalan

407 30 2
                                    

Adrian's

"Mana Adrian gue yang dulu?!"

Entah setan jenis apa yang mengendalikan tubuh gue tadi. Yang pasti gue dibuat kabut mata. Kalap! Gue udah bikin cewek dihadapan gue nangis terisak yang sangat memilukan.

Rasa kebas dipipi gue akibat tamparan Hani ga seberapa sakitnya saat gue melihat tangisannya yang begitu menyakitkan. Gue tau dia sangat amat kecewa dengan sikap gue barusan. Tapi sumpah demi apapun gue khilaf. Tadi gue sempet gabisa ngontrol emosi gue dan melampiaskannya ke Hani.

Gue bego!! Gue terduduk frustasi sambil menjambak rambut gue. Gue menghampiri Hani yang masih ketakutan sambil menangis. Gue genggam tangannya penuh kasih sayang, dia malah mencoba mendorong tubuh gue. Gue tau dia masih ketakutan sama gue. Gue sempet nangis waktu genggam tangannya. Jujur gue juga kecewa sama diri gue sendiri. Gue nangis ngeliat kondisi Hani sekarang. Gue udah gapantes bisa dapetin Hani. Habis kejadian ini gue bersumpah Hani. Gue akan jauhin lo, gue akan coba melupakan lo dan semua kenangan-kenangan waktu kita berdua.

"Hani.. Maafin gue, gue khilaf. Gue ga bermaksud buat bikin lo takut kayak tadi."

Gue menangis dihadapannya. Udah gaada lagi kata gengsi. Hani menggeleng, masih menangis terisak.

"Gue gatau apa yang terjadi sampe lo tega bikin gue ketakutan. Yang pasti gue ga nyangka."

Ucap Hani terbata-bata sambil terisak. Matanya yang indah sekarang sudah ditutupi oleh air mata yang menggumpal di matanya. Matanya memerah akibat lamanya ia menangis. Gue udah gabisa mendeskripsikan kondisi dan penampilan Hani sekarang. Yang pasti dia berantakan.

"Maaf. Maafin gue. Gue tadi gabisa ngontrol emosi gue waktu lo dicium Raka. Gue gamau cewek yang gue sayang diperlakukan semena-mena sama orang lain. Cewek yang selama ini gue jaga tapi malah diruntuhkan begitu saja. Gue marah tadi. Maaf. Gue emang gapantes jagain lo. Mulai sekarang gue janji. Gue akan jauhin lo, Hani. Biar lo gaketakutan lagi kalo dideket gue. Kan nanti kita bakal jauh. Gue gaakan deket-deket lo lagi. Maaf atas semua perilaku buruk gue ke lo. Maaf."

Lirih gue sambil mencium tangannya. Hani kembali terisak. Dia menjerit. Gue mau pergi tapi gue ga tega ngebiarin dia menangis meronta-ronta disini sendirian.

Gue mendekap hangat tubuh Hani. Dia menangis di dada bidang gue. Memukul-mukul gue. Gue memejamkan mata gue.

"Nangis sepuas lo, Hani. Selagi gue masih bisa nampung air mata lo. Selagi gue masih ada dihadapan lo sekarang. Selagi gue belum pergi."

Dia menangis. Masih menangis. Gue masih bersedia menunggu Hani menangis sampai dia benar-benar lelah.

Dia berhenti terisak. Hanya saja, dadanya masih naik turun sesengukan. Dia mulai lelah.
Gue mengendurkan dekapan gue dan tersenyum masam. Gue menghapus bekas air mata dipipinya.

"Gue pergi ya. Lo jaga diri baik baik. Besok sampai seterusnya gue gaakan ada lagi disaat lo butuh bantuan gue."

Gue tersenyum dan membelai rambutnya.  Gue udah tenang buat ninggalin Hani. Udah ada Raka yang berdiri mematung sambil menatap Hani. Gue yakin Raka pasti akan menjaga Hani lebih dari gue dulu. Gue yakin.

Gue berdiri mengahampiri Raka. Sambil tersenyum masam.

"Gue titip Hani ya. Lo harus jaga Hani. Gue gamau dia terluka lagi."

Raka mengernyit bingung. Gue pergi meninggalkan mereka berdua.
Penyesalan emang selalu datang terlambat. Gue sedikit kecewa. Kalau aja ini semua gak terjadi. Gue pasti ga akan ninggalin Hani. Gue masih berdiri tegak dibelakang Hani. Menjaga Hani. Melihat senyum Hani. Canda tawanya. Sekarang? Gue udah gabisa liat itu semua. Sekarang yang gue cuma bisa liat kesedihan dia. Sekalipun gue ngeliat dia senyum, dia senyum bukan karena gue.

Gue menyesal ngelepas wanita yang  gue sayang. Gue menyesal.

You, My Mind!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang