Hari-H

428 22 0
                                    

'Happy Birthday Hani, Happy Birthday Hani, Happy birthday, Happy Birthday, Happy Birthday Hani'

Tepukan tangan dan nyanyian ucapan selamat ulang tahun meramaikan acara ulang tahun Hani. Hani tersenyum, walaupun hanya dirayakan oleh mamah, papah dan Adrian tapi Hani sudah sangat-sangat merasa senang dengan adanya kehadiran mereka disisinya.

"Selamat ulang tahun, sayang." mamah dan papahnya mengecup kedua pipi Hani secara bersamaan.

Adrian tersenyum sambil menggenggam kado yang akan diberikan oleh Hani.

"Selamat ulang tahun, Ni. Kado spesial buat lo."

Adrian memberikan kado yang tadi berada digenggamannya. Hani memeluk Adrian dengan perasaan bahagia.

Ya.

Bahagia.

-------

Kejadian satu tahun silam tetus terngiang dikepala Hani. Sekarang hari ulang tahunnya. Terasa sepi. Kedua orang tuanya sedang dinas keluar kota. Adrian? Ohayolah dia tengah sibuk mengurusi acara pertunangannya dengan Steffanie. Diba? Dia hanya mengucapkan via telephone sama seperti kedua orang tuanya.

Tepat jam 12 malam. Hani menatap lirih kue ulang tahun yang berada dihadapannya. Lilin berangka 20 yang menyala terang menerangi kegelapan dirumahnya. Hani terisak.

"Selamat ulang tahun Hani. Hani yang strong. Hani yang ceria." jeritnya sambil terisak.

Hani memejamkan matanya, mengucapkan harapannya sebelum dirinya meniup lilin yang tertancap di atas kue ulang tahunnya tersebut.

'Ini hanya mimpi, semuanya hanya mimpi. Kembalikan Adrianku.'

Tetesan-tetesan air mata turun membanjiri mata Hani. Hani meniup lilinnya yang membuat rumahnya kembali gelap karena lampu sengaja dirinya tidak nyalakan.

Sendiri. Sepi. Gelap yang sekarang Hani rasakan. Tidak ada lagi keceriannya, yang ada selalu tangisannya yang terisak menyedihkan.

-OoO-

"HANIIIII"

Hani mengehentikan langkahnya disaat teriakan seseorang yang memanggil namanya. Hani membalikan badannya mengahadap ke arah orang yang tadi meneriaki namanya.

"Apa?" ucap Hani malas. Kini dihadapannya berdiri sesosok wanita berhijab yang menampakkan raut wajah shock.

Shock?

"Ini hari-H! Plss lo gausah dateng Ni, GAUSAH." ucap Diba menepuk-nepuk kedua pipi Hani.

Hani mendengus. Sekarang hari-H acaranya Adrian. Nanti malam tepatnya. Hani tersenyum getir.

'Gue harus dateng. Harus. Seenggaknya gue bisa buktiin ke orang-orang. Ini gue. Gue yang dulu. Yang gak cengeng, gue yang strong.' ucap Hani dalam hati.

"Gue bakal dateng Dib." sergah Hani. Diba mengusap kasar mukanya.

"Gimana nanti malem gue temenin lu ke mall. Gue traktir deh. Tapi pls gue mohon, lo jangan dateng. Gue gamau lo sakit hati. Gue gamau liat lo nangis lagi."

Diba khawatir? Teman mana yang gak khawatir sama temennya yang lagi berusaha ngelupain doi, malah mau dateng keacara tunangan doi. Kan gila!

Diba gamau Hani ngacak-ngacak acaranya Adrian nanti. Tapi..itu ga akan terjadi. Se-sengkleknya Hani, Hani gabakal tega ngehancurin acara pentingnya Adrian.

"Gue emang udah terlanjur sakit hati. Lanjutin aja, gausah tanggung-tanggung. Udah sakit tambah sakit, hancur hati gue." Hani terkekeh. Fake? Pasti. Diba juga tau kalo itu kekehan fake.

"Hani. Plss gue mohon."

Diba terduduk dihadapan Hani dengan gaya memohonnya. Hani melotot kearah Diba.

'Apa-apaan ini malu-maluin aja!' jerit Hani dalam hati.

"Bangun gak lo!"

Diba menggeleng, Hani mendengus kesal akan tingkah Diba.

"Terserah ya, yang pasti gue bakal dateng ke acara Adrian!"

Hani bergegas melangkahkan kakinya meninggalkan Diba yang masih terduduk memohon. Diba segera berdiri dan mengejar Hani. Mencoba menyeimbangkan langkahnya dengan Hani. Diba mencoba memberhentikan langkah panjang Hani dengan mencekal lengannya.

"Tapi gue ikut!" hani memutar bola matanya malas.

"TERSERAH!"

-OoO-

Hani's

Gue berjalan gontai menyusuri koridor kampus yang ramai. Memang ramai tapi gue merasa sepi, sendirian. Gaada lagi Adrian yang bikin gue kesel, gaada seringaian jahilnya lagi. Gue kangen? Iya gue kangen sama Adrian. Dia gamasuk kampus. Yaiyalah kan lagi sibuk sama Steffanie.

Oh ayolah Hani pls Move on. Lo gabisa terus-terusan cinta sama orang yang gak cinta sama lo.

"Eh.. Hani. Masih aja galauin Adrian. Hahahaha udah deh sadar diri aja! Adrian tuh gasuka sama lo. Masih aja ngarepin dia. Gatau diri lo!"

Gue memberhentikan langkah gue disaat gue mendengar ucapan pedas seseorang, yang gue gakenal siapa orang itu. Temennya steffanie kali ya. Gue mematung. Bener, gue emang gatau diri!

Gue berlari dengan bulir-bulir air mata yang mulai terjun bebas dari mata gue. Banyak sekali mahasiswa atau mahasiswi yang memperhatikan gue yang berlari dengan keadaan menangis terisak. Sungguh menyedihkan.

Gue mengarah ke arah ruang kosong yang belum ditempati. Ruangan yang sepi yang gak banyak orang lewat mondar-mandir sana-sini.

Gue menjerit. Stress gue frustasi. Gue lebay? Coba lo rasain gimana pedihnya jadi gue. Masih bilang gue lebay? Gue nangis. Entahlah gimana nanti malam gue bisa tampil cantik diacara Adrian kondisi gue gak memungkinkan buat hadir. Apalagi mata gue yang sembab.

Adrian pergi. Dia bener-bener pergi. Pergi ninggalin gue dalam keadaan kacau.

"Tega. Lo tega Adrian!! Mana perjuangan lo buat dapetin gue? MANA?! Gue butuh lo, Adrian. Gue butuh lo! Katanya lo cinta sama gue, tapi kenapa lu tunangan sama Steffanie!!ARGGHHH.."

Gue teriak sekenceng-kencengnya ngeluapin semua kegelisahan dan emosi gue. Gue kecewa. Bener-bener kecewa.

"Hani, buka pintunya!!"

Gue terduduk dilantai masih dengan isakan yang terdengar sungguh menyakitkan. Seseorang menggebrak-gebrak pintu, menyuruh gue untuk membukakan pintu.

"Hanii, Ini gue Diba. Buka pintunya!!"

Gue menutup telinga gue rapat-rapat. Masih terisak.

"Gg..ggamauu."

Ucap gue terisak. Diba mulai menekan handle pintu yang terus menerus dirinya tekan.

"Lo nangis lagi?"

Gue mencoba berdiri membuka kunci pintu. Mencoba menghampiri Diba dengan keadaan memprihatinkan.

"Gue emang rapuh Dib. Lo gapernah ngersain gimana jadi gue!"

Gue menangis terisak dihadapan Diba. Mata Diba mulai memanas. Diba meluk gue sambil nangis.

"Maafin gue, Ni. Gue gabermaksud kayak gitu. Gue cuma khawatir sama kondisi lo, Ni."

Gue mengendurkan pelukan Diba. Diba mengusap air mata gue sambil tersenyum getir.

"Gausah nangis. Lo tambah jelek kalo nangis."

Gue menggatak pala Diba. Diba meringis.

"Sakit bego." Diba membalas ngegatak gue. Gue meringis kesakitan.

"Udah berubah pikiran? Nanti malam mending nonton sama gue."

Gue memutar bola mata gue. Gue tetep dateng. Itu harus. Gue mau liat senyum bahagia Adrian yang terakhir kali. Terakhir kali!

"Gue tetep dateng. Dan harus dateng!!"

-OoO-

Vote and comment nya juga ya:')) hihihihihi

You, My Mind!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang