4

527 127 25
                                    

Haloooo....

Masih ada yang cariin, kan?

Yang masih nungguin, sentuh bintangnya dunk.

Btw cerita ini bisa dibilang spin-offnya Riverside. Meskipun teman-teman nggak baca Riverside tidak akan ketinggalan apapun. Tapi kalau mau intip-intip ke lapak Riverside sih silakan aja.

Happy reading.

###

Faiza kembali mencoba meloloskan diri dari tubuh pria itu lalu bangkit perlahan.

"Apa ada bagian tubuh atau mungkin kepala Bapak yang terbentur?"

"Kamu yang berada di bawah saya. Apa kamu baik-baik saja?" Pria itu balik bertanya sambil berusaha bangkit. Segera saja Faiza berusaha membantu meskipun susah payah.

"Saya baik-baik saja. Bapak mau kembali ke kamar sekarang? Sudah tidak pusing?"

"Tunggu sebentar," ucap pria itu pelan dengan kening mengernyit dalam. Faiza pun paham. Ia memberi waktu untuk pria itu agar duduk sambil bersandar pada sisi pintu kamar mandi.

Setidaknya Faiza lega, pria itu tidak pingsan atau tidak mampu mengangkat dirinya sendiri. Apa lagi pria itu juga sudah mulai membalas pertanyaan dan kalimat yang ia lontarkan.

Setelah beberapa saat menunggu, akhirnya pria itu pun berkeinginan kembali ke kamar. Dengan langkah pelan, mereka akhirnya bisa mencapai ranjang. Saat menolehkan pandangan pada nampan makanan yang tak berkurang isinya, Faiza seketika mengambil benda itu lalu meletakkannya di meja sisi tempat tidur. Ia terlebih dahulu mengambil air mineral lalu mengulurkannya pada Bimantara. Pria itu sekilas memandang Faiza. Melihat usaha keras yang dilakukan gadis itu sejak tadi, pria itu akhirnya menerima air dalam kemasan lalu meminumnya.

Faiza tersenyum puas. Setelahnya ia mengulurkan piring kecil berisi buah potong. Saat Bimantara hendak menolak, Faiza segera menusukkan garpu ke satu potong melon lalu segera menyodorkannya tepat ke hadapan pria itu. Mau tak mau Bimantara menerima uluran tangannya lalu mengunyah pelan sambil memejamkan mata.

Saat Faiza menawarkan untuk menikmati makan malam, pria itu menolak dan hanya mau memakan buah saja. Faiza menurut. Setelah menyisakan satu potong melon dan sebutir stroberi. Pria itu tak mau menelan apapun. Kenyang menjadi alasannya. Terakhir Faiza memberikan obat untuk pria itu yang tanpa kata langsung ditelannya. Terselip rasa lega di dada Faiza melihat pria itu sudah mau menurutinya.

"Jika nanti malam kondisi Bapak tidak lebih baik dari saat ini, Bapak bisa menghubungi saya untuk dibawa ke Puskesmas. Atau Bapak bisa menghubungi Mas Nazril saja. Em..." Sejenak Faiza berpikir. Pasti pria ini tidak mempunya nomer ponsel Nazril. Mereka sebelumnya tidak saling kenal.

"Atau Bapak menghubungi resepsionis saja nanti Bapak bisa meminta bantuan." Tapi hal itu entah kenapa masih belum membuat Faiza lega. Ia khawatir kondisi pria ini nanti malam akan memburuk dan bisa dipastikan pria ini tidak akan menghubungi siapa pun. Dengan adanya dirinya di sini saja, pria ini enggan dirawat. Apalagi jika sendirian. Jika tadi pria ini pingsan tanpa ada dirinya? Bisa saja kondisinya manjadi fatal karena tidak ada seseorang yang akan menolong.

"Sebelumnya saya minta maaf jika saya lancang dan kurang sopan, mungkin akan lebih baik Bapak menyimpan nomer ponsel saya saja atau sebaliknya, agar saya tahu kondisi Bapak baik-baik saja." Sedetik setelah mengucapkan kalimat itu Faiza menyesali ucapannya.

Astaga!

Kenapa ia terdengar seolah-olah begitu menginginkan berhubungan dengan pria itu setelah malam ini usai? Benar-benar mengerikan.

Ia pun segera meralat kalimatnya, "Maaf, maaf. Bukan begitu maksud saya," ucap Faiza gugup. "Emm... Maksud saya, saya hanya mencemaskan keadaan Bapak. Bagaimana jika tiba-tiba saja nanti malam Bapak seperti tadi. Jatuh di kamar mandi atau juga muntah-muntah. Saya tidak mau jika kondisi Bapak akan semakin memburuk."

Resolusi HatiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang