7

454 133 13
                                    

Hollaaa....

Masih ada yg nungguin, gak?

Suaranya mana?

Bintangnya mana?

Ramein, yuk!

###

Setelah memesankan sarapan untuk Bimantara, Faiza pun pamit pulang setelah meninggalkan obat yang harus Bimantara minum. Pria itu mengucapkan terima kasih sebelum Faiza meninggalkan tempat itu.

Saat Faiza berjalan menuju area parkir Riverside untuk pulang, salah satu pekerja Riverside memanggilnya. Pemuda itu mengatakan jika Kirana, istri Narendra ingin bertemu dengannya. Faiza pun menurut lalu kembali menuju area bungalo terbesar di Riverside. Tempat pasangan suami istri itu tinggal dan berkantor.

Setelah dipersilakan, Kirana pun memasuki bangunan indah itu. Lagi-lagi Faiza tak berhenti untuk terkagum-kagum dengan interior bangunan itu. Benar-benar luar biasa.

"Maaf, Za. Saat ini kamu terburu-buru masuk pagi, ya?" Sapaan Kirana terdengar saat Faiza memasuki ruangan semakin dalam dan berakhir di pantry. Wanita cantik itu terlihat sedang menuang susu dari teko ke dalam cangkir.

"Mbak Kirana nggak usah khawatir. Hari ini saya free, kok," balas Faiza sambil mengulurkan tangan untuk bersalaman.

"Sarapan dulu, yuk. Aku nggak ada temannya, nih. Mas Rendra dan Mas Nazril tadi sarapan pagi banget karena mau ke kantor Bupati." Kirana mempersilakan Faiza duduk di kursi meja makan. Wanita itu mengulurkan piring ke hadapan Faiza.

"Maaf, Mbak. Saya barusan sudah sarapan. Masih kenyang," tolak Faiza. Meskipun sudah sarapan, tapi Faiza tadi tidak mampu menikmati sarapannya karena terburu-buru berangkat demi menghindari cecaran ibunya. Ia hanya menyuapkan nasi tak lebih dari tiga sendok ke mulutnya lalu pergi.

"Ambil dikit aja. Yang penting nyicip. Udah ah, ini ayo makan." Kirana lagi-lagi mendorong piring ke hadapan Kirana. Mau tak mau akhirnya gadis itu pun menyerah. Ia pun akhirnya menemani pemilik Riverside itu untuk sarapan.

Obrolan ringan mereka lakukan. Tentang pekerjaan Faiza di Puskesmas, tentang Nazril, hingga saat makanan di piring mereka telah habis, obrolan itu pun berpindah topik.

Bimantara.

Topik itu yang kini Kirana bahas. Hal yang sudah Faiza duga sebelumnya.

"Bagaimana kondisi Pak Bima, Za. Dia baik-baik saja, kan?" Raut cemas terlihat di wajah Kirana saat menanyakan hal itu. Membuat keyakinan Faiza yang beranggapan jika Bimantara bukanlah orang jahat semakin terbukti.

"Saat ini kondisi beliau baik, Mbak. Jauh lebih baik dari semalam."

Desahan lega pun terdengar dari mulut Kirana.

"Semalam kabarnya dia demam dan kamu memberikan beberapa jahitan. Apa benar?"

Faiza mengangguk. "Beliau demam tinggi, Mbak. Untuk jahitannya hanya di bagian kening saja. Sedangkan luka memar dan lebam di wajah dan bibirnya hanya saya bersihkan dan beri cairan antiseptik saja."

Kirana mengangguk-anggukkan kepala paham. Wanita itu terdiam untuk sesaat. Hingga akhirnya membuat Faiza kembali melontarkan kalimatnya.

"Pak Bima begitu sulit untuk diajak bekerja sama, Mbak. Beliau tidak mau diperiksa. Saya hanya memeriksa luka-luka di wajahnya saja. Saya tidak tahu apakah di tubuhnya juga ada luka yang sama." Faiza tahu kalimatnya seolah terdengar ingin mengorek informasi tentang kejadian yang pria asing itu alami, tapi setidaknya ia ingin membantu Kirana juga pria asing itu agar kondisi sebenarnya bisa diketahui dan tidak ada efek fatal di kemudian hari.

Resolusi HatiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang