Suaranya mana.....
Bintangnya mana....
Yuk, ah. Happy reading n ramein.
###
"Sudah saatnya aku datang ke rumahmu. Laki-laki yang baik akan mendatangi kedua orang tua gadis yang dicintainya. Bukan mengajaknya diam-diam di belakang orang tuanya. Hal itulah yang sering kali aku pikirkan. Selama ini aku masih begitu pengecut dan tidak berani menemui orang tuamu. Hal bodoh yang baru aku sadari akhir-akhir ini. Apapun itu seharusnya harus dihadapi. Berperang dulu baru menerima hasilnya. Bukan terus menerus berspekulasi tak jelas seperti sebelumnya."
"Lalu Mas Nazril maunya gimana?"
"Aku akan menemui orang tuamu, Za."
"Kapan?"
"Dalam waktu dekat ini. Aku akan mencari waktu yang tepat. Kamu mau kan?"
Sejenak Faiza terdiam lalu tak lama kemudian senyuman tersungging di bibirnya. Anggukan pelan ia berikan sebagai imbalan. Membuat Nazril maju selangkah lalu memeluk gadis itu di bawah lampu temaram area parkir Riverside.
Sesaat kemudian pria itu seketika mundur melepas pelukannya. "Maaf, Za. Kebablasan," ucapnya sambil tersenyum simpul. "Kayak gini, nih. Yang aku takutin kalau kita tidak segera terikat. Aku takut nggak bisa nahan diri."
Faiza melontarkan senyuman lebarnya. Beginilah Nazril. Selalu sopan dan bisa menjaganya.
Beberapa menit kemudian mereka pun berpisah. Nazril mengiringi motor Faiza dari belakang sampai tiba di rumahnya. Tentu Nazril tak akan berhenti apalagi mampir. Setelah memastikan Faiza memasuki halaman rumahnya, ia pun melanjutkan perjalanan untuk pulang.
***
"Kok sampai malam banget, Za. Ibu kira kamu akan sampai rumah pukul sembilanan." Roisah, ibu Faiza mengekori gadis itu yang baru memasuki rumah.
"Tadi dari Puskesmas sudah terlambat, Bu. Terus ditelpon disuruh ke Riverside karena ada tamu yang butuh bantuanku." Faiza melepas sepatu lalu meletakkannya di rak sepatu di dekat pintu masuk samping rumahnya. Dua buah tas yang ia bawa dan satu paper bag pemberian Nazril ia letakkan di meja makan.
"Riverside? Memang siapa yang menghubungi kamu, Pak Rendra?" Jika sudah membahas Riverside, nama yang berikutnya sering muncul adalah nama si pemilik.
"Mas Nazril, Bu. Ngapain Pak Rendra hubungin aku."
"Ya siapa tahu, Za."
Faiza mendesah lelah. Hal seperti ini sudah sering kali terjadi. Sebelum pemilik Riverside itu menikahi Kirana, istrinya saat ini. Ibunya berkeinginan menjodohkannya dengan pria itu.
"Pak Rendra sudah nikah, Bu. Ibu masih aja terus-terusan nyebut beliau. Malu, Bu kalau didengerin orang."
"Kirananya aja yang sok kegatelan. Sudah tahu itu suami kakaknya tapi masih diembat juga."
Faiza berdecak. Selarut ini ia sebenarnya sudah cukup lelah untuk berdebat.
"Ibu sampai kapan seperti ini terus. Mbak Kirana nggak salah. Mereka saling cinta. Mereka bahagia. Kalau memang Pak Rendra pernah nikah dengan kakak Mbak Kirana kan tidak masalah. Kan Bu Karina meninggal. Wajar jika Pak Rendra kemudian menikahi Mbak Kirana setelah menduda selama enam tahun. Pria di luar sana belum tentu mampu bertahan selama itu setelah ditinggal mati istrinya."
"Nah karena itu, Za. Ibu dulu pengin deketin kamu sama Pak Rendra. Orangnya baik, tampan, mapan, disegani semua orang. Sayang kamu belok." Nada bicara Roisah mulai terdengar ketus.
KAMU SEDANG MEMBACA
Resolusi Hati
RomanceHidup sebagai bungsu dari lima bersaudara dan menjadi satu-satunya perempuan tidak selalu menjadi hal yang menyenangkan. Apalagi jika mempunyai orang tua dan kakak-kakak yang selalu mengatur setiap langkah yang akan dijalani. Bukan cuma langkah, bah...