Ada yang masih melek, ya?
Kalau ada, angkat tangannya dong.
Bintangnya jangan lupa disentuh.
Ketik langsung publish, ya. Kalau ada kalimat yg agak nganu abaikan saja. Happy reading.
###
Pagi ini Faiza berangkat lebih awal. Ia bahkan melewatkan sarapannya. Ia tak ingin mendengarkan pertanyaan-pertanyaan dari ibunya seperti tadi malam. Setelah mencercanya dengan pertanyaan bertubi-tubi, ibunya masih menceritakan kisah Narendra, Karina---mendiang istri pria itu---juga Kirana, istri Narendra saat ini.Yang membuat Faiza heran, kenapa ibunya begitu tahu permasalahan rumah tangga pemilik Riverside tersebut. Yah, meskipun Faiza tak yakin jika apa yang diceritakan ibunya itu adalah suatu kebenaran.
Beberapa menit sebelum jam istirahat Faiza berakhir di siang hari, ponsel gadis itu berdenting beberapa kali saat ia hendak menyimpan ponselnya di dalam tasnya. Di saat bersamaan, Vita berlari menghampirinya, "Za, buruan." Napas gadis itu tersengal akibat berlari. "Ada pasien kecelakaan. Bus pariwisata yang mereka tumpangi terperosok ke jurang gembolo. IGD kewalahan." Tanpa dijelaskan lebih panjang lagi Faiza segera memasukkan ponsel ke dalam tas lalu bergegas mengikuti Vita yang segera berbalik menuju IGD.
Hingga tiga jam kemudian saat jam kerjanya usai Faiza bahkan tak sempat beristirahat karena ia dan semua orang di Puskesmas masih harus membantu pasien korban kecelakaan bus itu. Delapan orang dirujuk ke rumah sakit, dua orang meninggal dunia, dan sisanya dirawat di Puskesmas.
Suasana riuh tak terhindarkan. Faiza seolah oleng karena harus bergerak cepat menolong semua pasien yang kebanyakan adalah siswa sekolah menengah atas itu. Dari informasi yang ia dapatkan, mereka adalah rombongan salah satu sekolah yang pulang dari kegiatan out bond kegiatan akhir semester.
Hingga saat hari beranjak petang, Faiza akhirnya bisa beristirahat. Sebotol air mineral ia terima dari dokter Rizal, kepala Puskesmas yang sejak tadi bekerja bersama Faiza.
"Terima kasih banyak, Dokter," ucap Faiza tulus lalu meneguk air yang ternyata telah dibuka tutupnya itu.
"Saya lihatin kamu mondar-mandir kayak tadi udah deg-degan, Za." Pria muda itu memandang prihatin pada Faiza yang duduk berselonjor di lantai ruang perawat sambil bersandar pada tembok.
"Kenapa deg-degan, Dok?" tanya Faiza bingung.
"Saya takut kamu pingsan di tengah orang-orang yang cukup riuh seperti tadi."
"Oh, kalau itu sih nggak bakalan terjadi, Dok. Saya cukup tangguh." Faiza menepuk dadanya pongah.
Dokter Rizal hanya tertawa geli. Ia cukup tahu bagaimana Faiza. Gadis itu selalu memberikan waktunya untuk pasiennya. Ia bahkan rela tidak menikmati jam makan siangnya hanya demi bisa membujuk pasien balita untuk makan siang juga menggendongnya saat si ibu sudah kelelahan dan tak punya tenaga untuk menjaga anaknya. Gadis itu juga sering kali menemani pasien saat mereka butuh teman, mendengar curhatan dan cerita pasiennya, juga hal-hal lain yang sebenarnya bukan tugasnya. Tak heran jika begitu pasien-pasien itu pulang, mereka akan memberikan buah tangan untuk Faiza sebagai rasa terima kasih atas perhatian gadis itu. Semua orang di sana menyukainya. Baik itu rekan kerja atau juga pasiennya.
"Oh, ya. Kamu mau pulang ya setelah ini?" Dokter Rizal kembali melontarkan pertanyaan.
Faiza mengangguk mengiyakan. "Iya, Dok. Saya mau langsung pulang. Saya bahkan belum mengabari ibu kalau pulang terlambat. Semoga beliau tidak kebingungan." Faiza baru ingat jika ia tak menyentuh ponselnya sejak siang tadi.
"Kabari saja dulu sebelum pulang. Meskipun setelah ini kamu juga pulang."
Faiza mengulas senyum lalu bangkit untuk meraih tasnya di loker tak jauh darinya. Ia mengirim pesan kepada ibunya lalu memasukkan ponsel kembali ke tas dengan mengabaikan pesan-pesan lain juga panggilan tak terjawab yang tertera di sana. Biar nanti saja ia akan mengecek ponselnya saat di rumah. Saat ini ia begitu lelah dan ingin segera beristirahat.
"Sekalian pulang bareng saya, Za. Kita kan searah." Dokter Rizal memberikan penawaran saat Faiza sudah bersiap untuk pulang.
"Wah, terima kasih banyak, Dok. Tapi mohon maaf, saya bawa motor." Faiza tersenyum lebar. Hal seperti ini sudah sering kali terjadi. Bahkan Nazril pun sering mengalami. Pria itu ingin menjemputnya dari Puskesmas. Namun, ia yang selalu membawa motor akhirnya mengurungkan niat pria itu.
"Oh begitu. Tidak masalah. Hati-hati di jalan, ya, Za. Sampai bertemu besok." Setelah mengucapkan kalimat itu pria itu keluar dari ruang perawat meninggalkan Faiza seorang diri. Hal yang seketika membuat Faiza bergegas untuk pulang.
***
"Za, kalau pulang terlambat itu kabari ibu. Jangan seperti sekarang. Sudah mau pulang baru kasih kabar. Untung saja bapakmu tadi sudah dengar kabar dari warga kalau ada bus kecelakaan, jadi bapak dan ibu sudah menduga kamu mungkin akan pulang terlambat. Tapi kalau bapakmu tahu kamu belum pulang sampai magrib gini paling sudah disusul ke Puskesmas." Kalimat bernada kesal itu Faiza dengar saat ia memasuki halaman rumahnya.
"Maafin Faiza, ya, Bu. Tadi memang ada kecelakaan bus. Pasiennya banyak. Aku nggak bisa cepat pulang. Mau ambil hp untuk hubungi ibu sudah nggak kepikiran." Faiza melepas sepatu lalu meletakkan tasnya. Ia segera ke kamar mandi untuk membersihkan diri.
Roisah membiarkan anaknya ke kamar mandi, ia yang kemudian menyiapkan baju ganti untuk anak kesayangannya itu.
"Tadi kamu sudah makan siang, kan? Jangan sampai kayak dulu. Ngurusin pasien sampai pingsan nggak ingat ngurus diri sendiri." Apa yang Roisah sampaikan memang benar. Faiza pernah pingsan karena terburu-buru berangkat tanpa sarapan. Gadis itu mendapatkan kabar jika ada kecelakaan dan semua korban dibawa ke Puskesmas tempat ia bekerja. Jam kerjanya yang masih tiga puluh menit lagi membuatnya segera bergegas berangkat meskipun sudah pasti rekan-rekan kerjanya di IGD sudah bekerja menangani pasien-pasien itu. Dan bisa ditebak, ia yang sering kali bermasalah dengan lambung apa lagi ditambah kebetulan dalam kondisi pemulihan pasca sakit tentu saja tumbang karena kelelahan.
"Sudah, Bu. Tadi aku habis istirahat makan siang terus pasien datang," jawab Faiza sebelum menutup pintu kamar mandi.
Beberapa menit kemudian gadis itu sudah keluar kamar mandi dengan tubuh lebih segar. Sang ayah yang baru pulang dari masjid menyuruhnya untuk segera salat, lalu pria itu duduk di meja makan ditemani sang istri yang sudah menyuguhkan kopi dan sukun goreng yang masih mengepulkan asap.
Beberapa saat kemudian Faiza sudah bergabung dengan kedua orang tuanya. Sekelumit tanya bersemayam di hatinya, kenapa seolah-olah ayah dan ibunya itu menunggunya.
"Ada apa, Pak?" tanya Faiza tanpa basa-basi lalu bergabung di meja makan.
Sejenak sang ayah memandangnya lekat pun begitu dengan sang ibu meskipun pandangan sang ibu terlihat tidak bersahabat. Ya, ia akui sejak ia datang tadi pandangan ibunya memang seolah tidak begitu menyenangkan. Namun, Faiza menganggap hal itu karena ia pulang terlambat tanpa pemberitahuan.
"Apa selama ini kamu dekat dengan seseorang, Za?" Cokro, ayah Faiza memulai percakapan.
"Dekat bagaimana, ya, Pak? Kok pertanyaannya aneh gitu. Kan Bapak sudah tahu betul aku dekat dengan siapa saja." Entah kenapa pertanyaan ayahnya membuat Faiza merasa tak nyaman. Apakah hubungannya dengan Nazril sudah tercium oleh keluarganya?
"Tentu saja yang Bapak maksud adalah laki-laki, Za. Apakah kamu saat ini berhubungan dekat dengan laki-laki?"
Nah, benar kan tebakannya. Sang ayah mulai mengetahui hubungannya dengan Nazril.
"Kalau berteman sih ada beberapa, Pak. Tapi nggak ada yang lebih dari itu." Faiza masih tak berani berterus terang. Dilihatnya wajah sang ibu yang terlihat tersenyum masam.
"Bagaimana dengan Nazril? Ada hubungan apa antara kamu dengan dia, Za?" Kali ini sang ibu yang berucap. Wanita itu terlihat tidak sabar menunggu kalimat yang Faiza hendak lontarkan. Membuat Faiza yang sedari tadi sudah mulai berdebar kini seakan darah surut dari wajahnya.
Demi apa? Kenapa kedua orang tuanya bisa tahu hubungannya dengan Nazril? Siapa yang melapor? Ia sangat yakin telah bersikap dan bertindak serapi mungkin. Atau... Jangan-jangan ada yang melihat saat Nazril tiba-tiba memeluknya di area parkir Riverside beberapa hari lalu?
###
Nia Andhika
28 Februari 2024
KAMU SEDANG MEMBACA
Resolusi Hati
RomanceHidup sebagai bungsu dari lima bersaudara dan menjadi satu-satunya perempuan tidak selalu menjadi hal yang menyenangkan. Apalagi jika mempunyai orang tua dan kakak-kakak yang selalu mengatur setiap langkah yang akan dijalani. Bukan cuma langkah, bah...