Bagian 8

67 11 4
                                    

"Karena aku calon suamimu Krystal."

Aku terdiam saat mendengar perkataan Eliot yang diucapkannya dengan penuh keyakinan tersebut. Ini sudah ke dua kalinya dia menjelaskan tentang statusnya padaku, padahal aku sama sekali tidak lupa akan hal tersebut. Hanya saja aku merasa aneh dengan dirinya yang selalu bersikap baik padaku. Kenapa, kenapa dan kenapa?

"Aku tahu El."

Setelah itu tidak ada yang berbicara lagi diantara kami. Kami berdua sama-sama diam dan saling menatap satu sama lain. Tatapan dari bola mata berwarna hitam kecoklatan tersebut seolah-olah menarikku ke dalamnya hingga tanpa sadar jarakku dan Eliot sangatlah dekat sekarang. Aku membelalak saat tatapanku turun ke bibirnya sebuah imajinasi liar merasuki kepalaku,  dengan gerakan yang sangat cepat aku mendorong Eliot hingga dia terpelentang kebelakang mengakibatkan dirinya yang hampir jatuh dari sofa, sepertinya tanpa sadar aku mendorongnya dengan kuat.

Dengan wajah yang bingung Eliot membenarkan posisi duduknya.

"Maafkan aku." ujarku sebelum Eliot mempertanyakan tindakanku tadi. Karena aku sama sekali tidak mempunyai alasan yang masuk akal sekarang dan sangat tidak mungkin jika aku harus menjelaskan padanya tentang apa yang ku pikirkan tadi.

"Aku ingin membersihkan diri dulu." Lanjutku dan langsung bangkit berdiri, melarikan diri dari Eliot yang masih terlihat bingung. Pft, wajahnya terlihat lucu.

Setelah mengganti pakaianku dengan piyama, aku kembali menghampiri Eliot yang tengah sibuk memainkan ponselnya, saat melihat diriku dia langsung menyimpan ponselnya disaku celana miliknya. Dia terlihat sedikit terkejut.

"El, sudah larut. Kau tak ingin pulang?"

"Kau mau mengusirku?"

"Aku tak bermaksud seperti itu, bukankah kau harus ke kantor besok?"

"Ya... Mungkin kau lupa tapi aku CEO dikantor tersebut, aku bisa datang jam berapapun yang aku mau."

"Itu namanya kau menyalahgunakan kekuasaanmu."

"Apa aku terlihat orang yang seperti itu?"

"Tidak."

Setelah mendengar jawabanku sebuah senyuman jahil keluar dari wajah Eliot dan aku baru sadar kalau ternyata dia sedang mengerjaiku.

"Kau mempermainkanku, menyebalkan."

Aku memberengut tapi kemudian tersenyum ke arahnya. Entah kenapa rasanya menyenangkan bisa menghabiskan waktu bersama Eliot  seperti ini. Keheningan yang terjadi diantara kami berakhir dengan suara dering dari ponsel Eliot.

"Kris sedang menungguku dibawah, aku  akan pulang sekarang."

"Eh? Kau memanggilnya kemari?"

"Iya, dia akan menggantikanku menyetir."

"Baiklah, hati-hati dijalan."

"Aku akan menghubungimu nanti."

***

Selanjutnya aku menghabiskan hari-hariku dengan pekerjaanku dibutik, mendesain pakaian dan mensortir beberapa barang yang baru masuk yang dimana semua itu sangatlah menguras tenagaku. Eliot beberapa kali datang menemuiku saat dia sedang senggang dan jika dia sangat sibuk, kami hanya bertukar kabar lewat akun sosial media kami.

Aku mendengar suara pintu apartemenku terbuka. Apa aku lupa menutup pintu dengan benar sehingga pencuri bisa masuk, karena tidak ada yang mengetahui sandi apartemenku. Aku menutup macbook yang sedang menyala didepanku dan mengambil sebuah tongkat yang tergeletak tidak jauh dari tempat dudukku saat ini.

Aku berjalan perlahan sambil mengendap-endap. Sialan, kenapa malah aku yang terlihat seperti pencuri dirumahku sendiri, dengan sangat pelan dan berhati-hati aku membuka pintu ruang kerjaku dan berjalan keluar dengan cara yang masih mengendap-endap. Aku mendengar beberapa suara dari ruang tamu, sepertinya pencuri itu sementara memeriksa barang-barangku. Aku melangkahkan kakiku ke ruang tamu, jaraknya memang tidak terlalu jauh sehingga tidak butuh waktu yang lama untuk sampai. Suasana yang remang-remang menyambutku, aku memegang tongkat kayuku dengan erat. Dari jarakku sekarang, aku bisa melihat siluet orang tersebut dan pada hitungan ketiga aku berlari sambil mengarahkan tongkat ke pencuri tersebut.

Bugh, bugh, bugh...

Aku bisa mendengar suara pukulanku dan beberapa saat kemudian pencuri itu mengeluarkan suara.

"Aw, ini aku, ini aku Eliot!" Serunya.

Gerakan tanganku terhenti, dia tidak berbohong karena aku bisa mendengar suara khas Eliot, aku meletakkan tongkatku dan langsung menyalakan lampu memperlihatkan Eliot yang memicingkan matanya karena terkejut dengan cahaya yang tiba-tiba.

"El, apa yang kau lakukan disini?"

Aku membawanya untuk duduk disofa.

"Aw!" ringisnya saat aku menyentuh lengannya.

"Apakah sangat sakit?" Tanyaku sambil memperhatikannya.

"Tentu saja, kau mengerahkan seluruh tenagamu ya?"

"Aku minta maaf, ku pikir kau adalah pencuri. Aku tidak ingat kalau ada orang lain yang tahu sandi apartemenku."

Eliot menatapku dengan tatapan terluka, sepertinya dia tidak senang saat mendengar ucapanku. Tapi aku sama sekali tidak berbohong, aku memang tidak ingat kalau Eliot juga tahu tentang sandinya. "Lagipula, kenapa kau datang kemari tanpa memberitahuku? Tidak seperti biasanya." sungutku.

"Oh Krystal, aku menelponmu berkali-kali tapi kau tak menjawabnya."

"Itu sebabnya kau langsung masuk kemari?"

Dia mengangguk. "Ya, aku takut terjadi sesuatu padamu. Tapi nyatanya aku malah mendapatkan pukulanmu."

Aku menampilkan senyum rasa bersalahku. "Maaf El, aku tak sengaja."

"Sudahlah, tak apa-apa. Aku membawakan makanan untukmu, kau pasti belum makan."

"Ya, memang belum. Aku masih mengerjakan beberapa pekerjaan."

"Sekarang kau jadi lebih sibuk dariku."

Aku tergelak saat mendengar ucapannya. "Bagaimana mungkin aku bisa mengalahkan Tuan Muda Korch ini?" Aku tersenyum dengan jahil, membuat Eliot menggelengkan kepalanya.

"Sudah, jangan bicara saja. Ayo kita makan."

"Baiklah, karena itu adalah permintaan Tuan Muda Korch, aku tak dapat menolaknya." Aku beranjak dari tempat dudukku dan mengambil alat makan untuk kami berdua dan setelah menata makanannya diatas piring, aku pun kembali menemui Eliot.

"Ini makanannya Tuan Muda Korch. Ah! Aku lupa minumnya, tunggu sebentar akan aku ambilkan."

Aku baru mau pergi mengambil minuman sebelum akhirnya dihentikan Eliot dengan dirinya yang menarikku, membuatku terduduk dipangkuannya.

"Hentikan Krystal, jangan memanggilku seperti itu, panggil aku Eliot." ujarnya dengan suara yang pelan, sedangkan aku tak bisa fokus sekarang karena wajah kami berdua yang sangat berdekatan. Aku memperhatikan matanya yang coklat gelap itu kemudian tatapanku turun ke bibir merahnya, sepertinya bibirnya itu akan pas dengan milikku. Oh sial. Hentikan pikiran kotormu Krystal.

Aku melihat Eliot menelan ludahnya, ternyata dia juga sedang menahan dirinya. Bisa ku rasakan nafasnya yang berubah menjadi berat, hingga akhirnya  tatapan mata kami bertemu.

"Bolehkah aku?" Tanyanya, aku menganggukkan kepalaku dan menutup mata saat merasakan sebuah benda kenyal pada bibirku. Eliot menciumku dengan lembut dan tidak terburu-buru, dan seperti dugaanku sebelumnya, bibirnya sangatlah pas dengan bibirku.





***

Hai semuanya, ini pendek gak si? please vote dan komennya ya.

-rubynarila

About UsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang