Part 7

341 48 25
                                    

Sudah satu minggu sejak singto keluar dari rumah sakit, krist selalu menemani singto di rumah, berusaha menghibur singto agar tersenyum kembali.

Ya, seminggu ini singto memang murung, rasanya dia menyesal tak menyadari kehamilannya sehingga membuat janinnya pergi.

Apa singto akan mendapatkan kesempatan mengandung lagi nanti? Singto sangat sedih untuk itu.

"Kenapa kamu selalu tak becus untuk semua hal? Jadi suami tak bisa, bahkan menjaga kandungan mu sendiri saja tak bisa!!" Ucap mama krist.

Saat ini mama krist memang sedang berkunjung ke rumah krist dan singto.

"Kenapa menyalahkan singto, ma. Itu karna mama yang mendorongnya hingga dia terjatuh ke lantai!" Ucap krist.

"Apa kamu menyalahkan mama, krist? Bukankah harusnya singto tahu dengan kondisi tubuhnya sendiri? Dia harusnya tahu jika dia sedang hamil!" Ucap mama krist.

Singto sejak tadi hanya diam dan menangis, dia semakin stres karna ucapan mama krist.

"Sebaiknya mama pergi sekarang!" Ucap krist.

"Karna singto gagal memberimu anak, pikirkan sekali lagi tawaran mama, krist. Namtan bersedia membantu mu mendapatkan anak" ucap mama krist.

"Pergi, ma!!" Ucap krist sembari memeluk singto.

Mama krist langsung pergi dari sana, tangisan singto tumpah setelah mertuanya pergi.

"M-maafkan aku, krist. Maaf karna aku, anak kita pergi... Hiksss" ucap singto.

"Sing, semua bukan salah mu" ucap krist.

"Benar kata mama, harusnya aku menyadari jika aku sedang hamil. Bagaimana bisa aku tak sadar dengan tubuh ku sendiri. Apa karna ini tuhan mengambil lagi anak kita? Aku bahkan tak tahu jika aku hamil, apa tuhan masih belum percaya pada ku" ucap singto.

"Sssttt... Tolong jangan di pikirkan lagi, kamu sudah terlalu banyak menangis selama seminggu ini, sing" ucap krist.

"Hikkss... Hiksss... A-aku takut" lirih singto.

"Tak perlu takut. Aku akan selalu ada untuk mu" ucap krist.

"Berjanji pada ku jika kamu tak akan meninggalkan ku, krist" ucap singto.

"Iya, aku berjanji sayang" ucap krist.

Singto memeluk krist dengan erat, dia sangat mencintai suaminya itu. Singto sangat takut jika mimpinya akan menjadi kenyataan, sampai kapanpun singto tak akan rela membagi krist dengan wanita lain.
.
.
.
.
.
.
.
.
Untuk mengurangi rasa takut singto, krist selalu membawa singto kemanapun dirinya pergi, bahkan ke kantor sekalipun. Apa lagi semenjak singto keguguran, krist merasa singto semakin berbeda. Singto hidup dalam ketakutan setiap hari, bahkan tak jarang jika singto mimpi buruk dan mengiggau, meracau agar krist tidak meninggalkannya.

Padahal sedikitpun tak pernah terlintas dalam pikiran krist untuk berpaling dari suaminya itu.

Krist menggandeng tangan singto berjalan menuju ruangannya. Ya, saat ini singto memang ikut ke kantor krist, padahal singto sudah mengatakan jika dia tak masalah di tinggal sendirian di rumah namun krist memaksa agar singto ikut dengannya.

*Brukk... Seorang anak kecil berlari kurang hati-hati dan menabrak krist.

"Uhh, siapa yang membawa anaknya ke kantor" gumam krist sembari membantu anak kecil tersebut untuk berdiri.

"Maaf, krist. Aku membawa anak ku" ucap seorang pria manis yang baru saja datang menghampiri mereka.

Itu gun, sekertaris krist. Gun memang sudah menikah dan sudah memiliki satu orang anak. Ini kali pertama gun membawa anaknya ke kantor itu sebabnya krist tak mengenal anak gun.

A Wedding Story (On Going)Where stories live. Discover now