EPILOG

5.3K 267 41
                                    

You are my sunshine, my only sunshine.

You make me happy, when skies are gray.

You'll never know dear, how much I love you.

Please don't take my sunshine away.

— You Are My Sunshine, Christina Perri.



Setiap kali melewati ruang tengah—dimana piano kesayangan kakaknya berada, mata Charlotte akan otomatis tertuju ke sana. Menemukan anak laki-laki yang selalu menghabiskan waktu senggangnya dengan menghapal not, kadang ditemani Mami yang dengan sukacita melantunkan lagu-lagu mellow, salah satunya lagu dari Christina Perri yang berjudul You Are My Sunshine—lagu yang menceritakan cinta seorang ibu kepada anaknya. Dan Charlotte tidak pernah merasa cemburu setiap kali melihat maminya menatap sang kakak dengan penuh kasih sembari melantunkan lagu tersebut. Sebab kakaknya pantas mendapat cinta penuh dari orang-orang.

Bibir Charlotte tersungging tipis, begitu langkahnya terhenti di dekat pilar. Tatapan matanya mengarah pada spot favorit sang kakak. Dilihatnya anak laki-laki berwajah agak bule duduk di balik piano. Memainkan setiap tuts—membentuk sebuah nada. Ditemani Mami yang duduk di sebelahnya sambil melantunkan lagu You Are My Sunshine—lagu andalan Mami.

Sesekali tatapan mereka bertemu.

Saling pandang dengan bibir melengkung—memperlihatkan senyum.

"I'll always love you, I make you happy, and nothing else could come between. But if you leave me to lover another, you'll have shattered all of my dream."

Seperti adegan film yang diulang, momen tersebut menari-nari di pelupuk.

Charlotte seolah terjebak oleh waktu yang bergerak.

Di usianya yang ke-6—ketika kedua orang tuanya hampir pisah, tiba-tiba sang kakak mendatangi kamarnya dan memeluknya yang sedang menangis—setelah mendengar teriakkan Mami dan Papi yang sepertinya bertengkar hebat. Mengusap air matanya dengan lembut seraya berkata, "Don't cry, Adek." Padahal beberapa menit sebelum momen tersebut, Charlotte nyaris memukul kakaknya karena berebut susu kotak. Tapi anak laki-laki itu sama sekali tidak dendam. Bahkan Charlotte ingat betul bagaimana tatapan tulus Maxwell malam itu. Dia juga ingat bagaimana cara Maxwell menenangkannya.

Padahal banyak yang menghujat Maxwell tidak normal.

Padahal Maxwell selalu bersikap manis ke semua orang.

Di usianya yang ke-7—tepat di hari ulang tahunnya, kakaknya memberikan boneka Barbie yang harganya tidak sampai limapuluh ribu. Katanya, "Maaf ya, Adek, hadiahnya jelek sekali. Nanti kalau Mas Max sudah belikan Mami jam, Mas Max kumpulkan uang lagi untuk belikan Adek boneka Barbie."

Saat itu, Mami menangis di pelukan Papi.

Charlotte hanya mengangguk—menanggapi permintaan maaf sang kakak.

Ring A Bell [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang