Extra Chapter - In Loving Memory

2.7K 182 21
                                    

Oh, Tuhan, tolonglah bawa dia kembali

Bersamaku di sini menjagaku selalu

Dengarlah doaku yang tak pernah meminta

Bawa dia kembali walau hanya sesaat

— Bawa Dia Kembali, Mahalini.










Di hari ulang tahun Maxwell yang ke-9, dia mendapat banyak hadiah seperti mobil-mobilan, setelan baju Spiderman, tas bergambar Spiderman, dan masih banyak barang-barang yang berbau Spiderman. Tapi dari semua hadiah yang ia terima, justru keberadaan Mami, Papi, Adek, dan keluarga besar Soedibyo, Hartanto, Sandjono, serta Gumilar lah yang sangat ia syukuri. Entah kebaikan apa yang telah dilakukan Mami dan Papi, sampai-sampai Max mendapat kebahagiaan seistimewa hari ini, tapi yang jelas, Max bersyukur dilahirkan ditengah-tengah Mami dan Papi, meski hadirnya lebih cepat dan sempat menciptakan debat.

Dibalik meja yang diatasnya tergeletak kue ulang tahun berbentuk Spiderman, Max menatap ceria orang-orang di sekitarnya. Ruang tamu yang disulap Papi menjadi istana Spiderman, terlihat sangat mengagumkan. Bahkan Mami, Papi, dan Charlotte juga tidak malu mengenakan kostum Spiderman, sama seperti dirinya.

"Happy birthday, Maxwell. Happy birthday, Maxwell. Happy birthday, happy birthday, happy birthday, Maxwell." Lantunan yang memenuhi seisi ruang tamu, membuat senyum Max tersungging amat lebar. Anak itu lompat-lompat sambil bertepuk tangan heboh. Biasanya cuma Mami, Charlotte, Kak Kejora, Nema, Opa, Sus Rini, dan pekerja di rumah yang dengan senang hati merayakannya. Papi sibuk dengan pekerjaan kantor.

Tapi sekarang ...

"Sekarang Mas Max tiup lilin ya?" titah Mami.

Max mengangguk semangat. Bersiap meniup lilin berbentuk angka 9, tapi suara Papi menginterupsi. "Make a wish dulu, Mas Max," kata Papi.

Biasanya make a wish digumamkan dalam hati, tetapi tidak dengan Prince Maxwell Agandy. Bocah laki-laki berwajah setengah bule itu mendongak—menatap Mami dan Papi bergantian, lalu ia gapai telapak tangan mereka untuk disatukan. Kemudian sambil menatap kedua orang tuanya lagi secara bergantian, ia berujar, "Max mau Mami, Papi, dan Adek senyum terus."

Sesederhana itu harapan Maxwell.

"Mami harus sayang Papi. Tidak boleh panggil Papi dengan nama. Max tidak suka mendengarnya, Mami," lanjut Max. Beralih menatap Papi. "Papi harus sayang Mami banyak-banyak. Papi juga harus pulang kantor cepat-cepat. Dan Papi ... harus peluk Mami sering-sering. Max suka lihat Papi dan Mami baik-baik." Papi berjongkok—menyamai tinggi badan Max, dikecupnya pipi si bocah—berikut dengan pelukan singkat yang dibarengi jawaban; oke, Mas Max. Dan perhatian Max tersulih pada Charlotte yang berdiri di dekat Mami sambil menggandeng tangan wanita itu. "Adek tidak boleh marah-marah, oke? Nanti Mas Max belikan candy."

Charlotte mengangguk lalu melepas gandengan. Jari-jarinya membentuk huruf O yang berarti oke. "Siap, Mas Max!"

Semua orang yang ada di sana menatap Maxwell dengan tatapan haru. Maxwell adalah gambaran dari sekian juta bentuk anak di dunia. Ada yang dilahirkan normal, memiliki keluarga utuh, tapi kurang bersyukur. Ada yang dengan kekurangan, tetapi karena rasa syukurnya lebih besar, jadi ia anggap hidupnya lebih baik dan menyenangkan. Dan masih banyak nasib yang bisa kita temui diluar sana. Sementara Maxwell ... dia adalah bagian dari mereka yang lahir dengan kekurangan, tetapi rasa syukurnya lebih besar.

Ring A Bell [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang