02. Kesan Berbeda

515 72 7
                                    



Happy reading everyone:)


***


MAKAN dengan malas merupakan rutinitas Ferre. Sejujurnya, ia lebih suka mengawali hari dengan secangkir teh atau kopi. Baginya sarapan justru berpotensi membuatnya mual dan pusing. Namun jika sedang bersama mamanya ia tidak bisa selamat, suka tak suka wanita itu menuntutnya untuk sarapan, tidak akan berlalu dari meja makan sampai melihatnya selesai makan. Wanita itu seolah lupa, jika putranya berusia 28 tahun.

“Sayang, tambah dong sayang nasinya, lauknya juga”
“Udah Ma, segini Ferre kenyang”
“Kenyang apa mual?”

Ferre menyahut gelas berisi air minum. Ia sudah merasa mual sekarang, daripada dilanjutkan lebih baik ia berhenti. Dan mamanya paham betul dengan ekspresi putranya yang sedang menahan diri supaya tidak muntah.

“Kamu ini ya, kebiasaan dari kecil, susah buat sarapan. Dilawan Ferre, pasti bisa”

“Nggak bisa” ucap Ferre. Puluhan tahun ia hidup dan puluhan tahun ia mencoba, ia tidak berhasil. Namun meski begitu, pernah ada seseorang yang membuat sarapannya tidak begitu menyiksa.

“Ferre berangkat dulu ya Ma”

Ferre bangkit dari tempatnya seraya menjinjing tasnya. Ia harus segera pergi.

“Nanti jangan lupa kabarin mama”

“Semoga betah di tempat kerja barunya, harus betah”

Ferre mengangguk saja. Ia masih harus ke kantor lama untuk mengambil barang dan dokumen-dokumennya yang masih ada di ruangannya, termasuk menyelesaikan beberapa urusan lainnnya.

Hari ini akan menjadi awal yang baru bagi karirnya. Akan berjalan seperti apa, Ferre juga penasaran. Hal mengesankan seperti apa yang mungkin akan ia temui di sana?

“Pak Ferre, jadi pindah?”
Ferre sedang merapikan berkasnya ketika Lisa menyelinap masuk ke ruangan. Gadis itu salah satu anggota divisi pemasaran yang diketuai oleh dirinya selama dua tahun terakhir.

“Gerak-gerik saya yang mana yang kurang menyakinkan?”

“Saya kira bapak ngomong kayak gitu karena kesel tim kita dapat penilain nggak bagus dari direksi”

“Lagian bapak kok tega sih ninggalin kita?”
Mendengarnya Ferre sempat tersenyum tipis. “Kalian pasti seneng saya pergi, kalian nggak akan tertekan lagi”





***



Rasanya jelas seperti mimpi bagi Kia. Manusia yang ada di hadapannya ini jelas-jelas Ferre, mantan suaminya. Mereka berpisah hampir satu setengah tahun yang lalu dan selama itu pula mereka tidak bertemu.

Ferre masih terlihat sama di matanya, tidak menua sama sekali. Bahkan mungkin terlihat jauh lebih baik.

“Pak Ferre nggak apa-apa?” tanya seseorang yang muncul dari belakang mereka. Kia mundur beberapa langkah.

“Astaga Kia, kamu gimana sih?”

“Maaf Pak, saya nggak sengaja” ucap Kia, meminta maaf atas kelalaiannya.

“Minta maaf dengan Pak Ferre bukan saya!”

“Sudah, nggak perlu diperpanjang”

“Mari Pak, saya antar ke ruangan, ketua direksi sudah menunggu Pak Ferre di ruang beliau”

Ferre berlalu, begitu juga dengan seseorang itu. Kia masih berada di tempatnya. Satu hal yang baru ia sadari, Ferre hanya satu kali menatap ke arahnya, selebihnya seolah buang muka. Lelaki itu bersikap dingin seolah tidak pernah mengenalnya.

Seharusnya itu bagus tapi tidak bisa dibohongi jika hati kecil Kia merasa kecewa. Biar bagaimanapun mereka pernah sedekat urat nadi sebelum akhirnya menjadi seasing ini, seperti dua manusia yang tidak pernah saling mengenal sebelumnya.

“Ki, lo kok basah gini sih?” heran Gita, ia baru saja datang setelah mendengar kehebohan.

Kia langsung menatap ke arah kemejanya, ternyata terkena basah juga. Benar-benar sial.

“Nggak sengaja nabrak orang”

“Siapa yang lo siram pake teh anget?”

“Ferre” ucap Kia dengan santai seraya berlalu, hendak menuju toilet untuk membereskan pakaiannya.

“Ferre?”

“Astaga Ki, lo nabrak Pak Ferre yang GA baru kita itu?”




***



“Ini harus hari ini banget?” heran Kia saat Gita menghampiri mejanya dengan membawa proposal mereka. Kia bukan tipikal orang yang suka menunda-nunda pekerjaan tapi keadaan hari ini berbeda, mereka butuh tanda tangan GA yang saat ini sudah dialihkan jabatannya pada Ferre.

“Iya Ki lebih cepet kan lebih bagus”

“Acc pengawas udah tinggal naik ke GA”

“Lagian kalo udah di Acc GA pasti gampang naik ke atasnya”

“Masalahnya GA kita itu baru, baru sehari. Kita belum tau orangnya kayak apa” ucap Kia, tentu bohong. Selaku mantan istri apa yang tidak ia tahu tentang Ferre? Baik buruk kebiasaan dan perilakunya Kia sudah hafal semuanya.

“Justru karena itu, beliau dan kita belum banyak saling satu, jadi gak banyak celotehan kan harusnya?”

“Terus sekarang siapa yang mau ngadep Pak Ferre?” tanya Gita dan kini mereka jadi saling pandang seolah saling berkata ‘lo aja’.

“Lo aja gimana Ki?"

Kia menggeleng dengan cepat. Ia belum siap bertemu dengan Ferre apalagi jika mengharuskannya masuk ke ruangan lelaki itu seorang diri. Syukurnya Kia punya alasan kuat untuk mengelak. “Gak, tadi pagi aku numpahin teh ke jasnya, apa kabar kalo dia liat muka ku lagi?”

“Astaga. Kalo gitu bener jangan lo”

“Rifky, sini dulu” Panggil Gita. Rifky adalah satu-satunya laki-laki dalam tim mereka.
“Lo ngadep Pak Ferre ya?”

“Biasanya itu cewek yang lebih gampang dapet  atensi kalo ngurus beginian”

“Berarti gue dong kalo gitu, sialan kalian berdua” keluh Gita. Meskipun begitu ia tetap bangkit seraya membawa map-nya.
Sekitar tiga puluh menit kemudian Gita kembali dengan rautnya yang masam.

“Gimana Git, aman?”

“Aman pala lo peyang, liat itu, coretan semua”

Kia meneliti satu persatu lembar proposal mereka, benar saja, baru pertama kali ini mereka mendapatkan revisi sebanyak ini. Hal itu membuat Kia bertanya-tanya. Ferre tidak sedang mengerjainya kan? Jangan-jangan lelaki itu bersikap seperti ini karena melihat namanya sebagai salah satu anggota pengusul?

“Gila, killer ya Pak Ferre orangnya?”

“Gak bisa berkata-kata lagi gue, ganteng tapi nyebelin banget orangnya. Udah sana, kalian berdua bagian revisi”




***


Ting. Pintu lift yang ditunggu oleh Kia terbuka. Tidak penuh, hanya ada satu orang yang ada di dalamnya namun orang itu adalah Ferre. Lelaki itu tidak lagi menggunakan jas melainkan hanya kemeja polos berwarna navy.

Pandangan mereka bertemu untuk tiga detik sebelum akhirnya Kia memutuskan untuk mundur. Tidak jadi ikut masuk ke dalam lift.

Rasanya lebih baik Kia sabar menunggu giliran selanjutnya daripada harus berdua di dalam lift bersama Ferre. Pasti itu akan sangat canggung.

Beberapa menit kemudian pintu lift kembali terbuka. Kia bisa masuk dengan tenang sekarang. Namun sayangnya ia belum seberuntung itu. Ketika sampai di lantai dasar dan pintu lift terbuka. Ia menemukan Ferre yang sedang berbicara dengan seseorang. Dan ntah atas kebetulan apa lagi tatapan mereka kembali bertemu.

Sial.

“Kenapa begini amat rasanya satu kantor sama mantan? Setiap ketemu rasanya deg degan, persis ketemu hantu” batin Kia.

Kalau setiap hari begini terus, lama kelamaan ia bisa stress dan tidak fokus saat bekerja. Mana timnya masih harus dapat tanda tangan Ferre pula. Kia harus bagaimana?




***




Sepertinya, hari ini memang hari sialnya Kia. Ketika sampai di depan lobi hujan turun dengan derasnya. Jika hujan begini pasti susah dapat ojek atau taxi online untuk mengantarkannya ke stasiun.

Dikarenakan jarak kantor dan rumahnya terbilang cukup jauh, Kia biasa naik MRT. Selain demi efisiensi waktu, transportasi umum juga lebih membantunya untuk hemat setiap bulannya.

Kia menghela nafas. Kalau dilihat-lihat, hujan kali ini disertai mendung putih, bisa jadi akan awet selama berjam-jam.

“Begitu dia dateng langsung hujan deres padahal kemarin-kemarin juga panas” lirih Kia, walaupun secara logika jelas tidak ada hubungannya.

“Payung mbak Kia” ucap seseorang yang membuat Kia menoleh. Ternyata satpam yang biasa berjaga di dekat lobi. Mereka sering bertegur sapa sehingga lelaki itu mengenalnya.

“Loh ini punya siapa Pak?”

“Punya saya, saya pinjamkan ke mbak Kia”
“Terus nanti bapak gimana?” tanya Kia, tidak enak hati.

“Saya pulangnya masih nanti, masih harus jaga di sini. Nanti paling juga reda, mbak pake aja. Nanti ketinggalan MRT loh”

“Makasih ya Pak. Besok saya kembalikan” ucap Kia, berterima kasih. Senang mendapat payung, Kia langsung berjalan turun. Ia sama sekali tidak menyadari jika saat itu Ferre berdiri di depan lobi dan menatap ke arahnya.




***


To be continue ~

Gimana sama chapter kali ini?😜

Baru hari pertama Kia udah keburu kesel soalnya Ferre cara ngeliatinnya 😑 xexe.
Emang boleh sesinis itu padahal aslinya kangen? UPS🫣

















Dear, My Ex Husband Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang