Hi~~
Selamat Membaca😊~~
.
.
.
..
.
.
.🍃🍃🍃🍃
Margaret menatap sekeliling dan menemukan dirinya sedang berada di dekat panti asuhan tempat dia meninggalkan Ali, anaknya. Semua masih sama seperti hari itu.
Toko-toko pinggir jalan yang sudah tutup, lampu jalan yang sedikit redup, serta suara jangkrik yang saling bersahut.
Semua masih sama. Fakta itu membuat Margaret dengan cepat melangkah ke arah panti asuhan yang hanya berjarak beberapa meter dari posisinya sekarang. Dengan harapan bahwa Ali masih menunggu Margaret untuk datang dan menjemputnya.
Ketika sampai di depan gerbang besar itu, dengan napas ngos-ngosan dia menekan bel. Sesuai dugaannya, yang membuka pintu adalah Bu Pia, pemilik panti asuhan.
"Nak Margaret, akhirnya Kamu datang juga. Masuklah, Ali sudah menunggumu."
Margaret tersenyum kemudian menatap ke arah Ali yang sedang duduk tengah menunduk di teras.
Tangan mungilnya lagi-lagi menggambar sesuatu di pasir. Dia mengenakan pakaian sama saat terakhir kali Margaret melihatnya.Pelan-pelan Margaret menghampiri anaknya itu. Lalu, dengan nada lirih dan penuh kerinduan Margaret mengelus kepala anaknya.
"Ali..."
Refleks Ali yang dipanggil langsung mendongak, matanya seketika berair. Bibirnya gemetar dan masih terkejut dengan apa yang dia lihat.
"I-ibu? Ibu!!! Huaaaa!!!!"
"Ali! Hikssss"
Pelukan dan tangisan tak terelakkan lagi terjadi. Margaret merasa bersyukur karena bisa memeluk dan mengelus kepala anaknya dengan sayang lagi. Ali yang merasa kelelahan akibat menangis terus-menerus, menatap ke arah Ibunya.
"Ibu, kenapa Ibu ninggalin Ali malam itu? Kenapa?"
"Maafin Ibu, Ali. Ibu terpaksa harus ninggalin Ali agar Ali bisa hidup dengan nyaman."
"Tapi, Ali gak minta itu. Ali cuma mau ibu selalu ada disisi Ali. Gak papa kita cuma hidup seperti ini. Asal Ali tetap sama Ibu."
"Maafin Ibu, Nak. Ini gak akan terjadi lagi. Ibu janji sama Ali."
"Janji?"
"Iya, Ibu janji apapun yang terjadi kita akan tetap sama2."
"Ibu... Jangan tinggalkan Ali lagi ya. Ali takut..."
"Iya, Ali. Maafkan Ibu, Nak."
"Ibu...."
Margaret terlihat gelisah dan sesekali menangis dalam tidurnya. Lagi dan lagi dia memimpikan Ali, anaknya.
"Ali... Ali... Maafkan Ibu... Ali... Hikssss.... Hiksss... Hah?!"
Dengan wajah pucat dan mata basah Margaret terbangun di ruangan yang kini terasa familiar, yaitu kamarnya.
Suasana masih gelap saat matanya menatap keluar jendela yang hanya tertutup tirai putih Tipis.
Iris hijaunya beralih menatap ke arah jam dinding yang ternyata menunjukkan pukul 02.15.
Menghela napas wanita berusia 44 tahun itu memutuskan bangun dan berjalan menuju dapur di lantai bawah.
KAMU SEDANG MEMBACA
IBUNYA ALI By Rina Cherry
Fiction générale~Prolog~ Ibu bilang kepadaku untuk menunggu dan tetap menjadi anak yang baik selama dia pergi. Dengan patuh Aku menurutinya dan berharap kalau suatu saat dia akan menjemputku. Aku terus menunggu dan menatap ke arah gerbang besar itu. Hingga.... Musi...