16. Lukanya Tidak Sederhana

96 29 37
                                    

hallo guys! author back!
tahun baru harusnya ide juga baru yaa
gimana kabar kalian? semoga baik semua yh
masih setia nunggu lavanolio kan ya?
yaudah langsung aja, intinya
happy reading semuaa

° ° ۝ ° °

Beberapa hari kemudian.

CAHAYA mentari pagi mulai memasuki kamar bernuansakan hitam-putih tersebut, menjejaki setiap tepi sudut ruang di sana, hingga tibalah saat sinarnya mengenai wajah dari sang empunya.

Arga yang merasa tak nyaman dengan sesuatu yang saat ini tengah mengganggu penglihatannya itu pun perlahan mulai membuka netra hazelnya.

Tangannya meraba ke tepian kasur, mencari benda pipih miliknya. Saat menemukannya, ia segera mengecek jam di handphonenya. Matanya masih enggan untuk terjaga, namun Arga tetap beranjak dari kasurnya.

Ia berjalan ke kamar mandi, dan kemudian segera merendam dirinya ke dalam bathtub. Arga mencoba menyadarkan dirinya dari pengaruh obat tidur yang selama lima tahun belakangan ini rutin ia konsumsi.

Sesekali Arga juga memijat pangkal hidungnya akibat rasa pusing yang mendera kepalanya saat ini.

Tak berselang lama, Arga keluar dari dalam kamar mandi dengan kaos putih polos dan celana jeans hitam yang telah membalut tubuhnya.

Arga membuka tirai yang sedari tadi menghalangi keseluruhan cahaya untuk masuk ke dalam kamarnya.

Tak terasa sebuah senyuman kecil terbit di wajah tampan Arga saat netranya kedapatan menangkap objek favoritnya. Bunda Airin. Yang tengah berada di taman bersama dengan Mba Manda.

Melihat senyuman hangat yang ada di wajah Airin saat ini, siapa yang dapat menyangka jika luka yang diterima olehnya tidaklah bisa dibilang sederhana. Airin benar-benar melewati semuanya sendirian tanpa adanya seseorang yang bisa ia jadikan sandaran.

Alasan dari Arga yang enggan untuk terlalu mengenal cinta adalah mereka. Kedua orang tua Arga seolah telah menjadi cerminan baginya di masa depan.

Antara dirinya yang akan menjadi seperti Airin, yang selalu memaafkan dan memaklumi setiap kesalahan yang dilakukan oleh Matheo. Ataukah kemungkinan terburuk lah yang akan terjadi oleh dirinya, yakni menjadi seperti Matheo.

Terkadang ia berfikir akankah ia bisa menerima semua yang telah menjadi bagian dari kehidupannya? Bukan menghindari! Arga hanya sedikit menepi agar orang disekelilingnya tidak menaruh ekspektasi berlebih padanya. Walaupun pada dasarnya realita kehidupan tak akan pernah mungkin sejalan dengan apa yang ia harapkan.

Tok Tok

Sebuah ketukan dari arah pintu kamar Arga mengalihkan perhatiannya. Perlahan senyuman yang terpancar dari wajahnya memudar saat melihat bahwa pelakunya adalah Matheo.

"Boleh Papa Masuk, Arga?"

Arga berjalan ke arah lemari pakaian, berniat mencari Hoodie untuk ia kenakan saat pergi nanti, "Sure. Anda bebas melakukan apapun. Kenapa untuk sekedar masuk ke ruangan ini anda harus meminta izin?"

"Papa ingin mengajak kamu dan Bunda untuk makan malam."

Arga sama sekali tak merespon ucapan dari Matheo. Bukan tanpa alasan. Namun terkadang ia merasa bahwa yang dilakukan oleh Matheo hanyalah usaha yang sia-sia.

Melihat kebisuan dari Arga, Matheo mencoba membuka suara untuk memastikan pendapat dari Arga, "Apa kamu bisa datang Arga?"

"Arga gak bisa. Jangan buang waktu anda untuk orang seperti saya. Semua yang anda lakukan hanya akan berakhir sia-sia." Arga mengambil kunci motonya dari atas nakas, berniat untuk pergi dari sana.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Feb 25 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

LAVANOLIO : The Leader of RoyalsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang