02| Malaikat penyendiri

112 10 4
                                    

Selamat Membaca

Samael tidak menjawab namun melirik kembali tubuh Zoi. "Sepertinya kau senang memperlihatkannya padaku."

Zoi ikuti arah pandang Samael, detik berikutnya gadis itu melotot dan membelakangi Samael tanpa tahu kondisi pakaian bagian belakang jauh lebih parah sehingga Samael yang melihat lagi hanya mendesah kasar.

Malaikat itu langsung edarkan pandang, mencari tahu maksud penjagaan Zoi pada danau. Ia memang menemukan kekuatan magis tingkat tinggi melintangi danau, itu semacam tirai yang menghalangi pandangan dari sesuatu di luar danau, mungkin bagi makhluk lain itu tirai yang cukup keras untuk ditembus namun bagi Samael itu tidak lebih dari tirai tipis yang menghalangi jalannya.

Pantas saja wanita itu berani mandi di danau tanpa sebuah kain pun menutupi tubuh. Samael kembali memandangi tubuh Zoi sebelum akhirnya tersenyum sinis.

"Dasar bodoh," ejeknya dalam hati.

"Sudah kering."

Zoi menggunakan kekuatan mengendalikan angin, membiarkan pakaian putih yang tipis segera mengering, itu cukup menguras tenaga karena ia belum berada di tingkat mahir dalam pengendaliannya. Setelah selesai, ia kembali menghadap Samael, memandangi pria itu dengan alis terpaut kesal.

Mata hijau cerah Zoi tidak menangkap setitik pun rasa bersalah di mata hitam Samael, hal itu membuatnya makin kesal apalagi pria itu melipat tangan depan dada seolah menantikan kemarahannya.

"Kau harus bertanggung jawab dan menerima hukuman karena telah melihatku telanjang!" hardik Zoi.

Samael mendengus, menanggalkan jubah hitam yang segera menampakkan pakaian dan celana ketat membentuk tubuh gagah dan perkasa yang ia sembunyikan di balik jubah hitam kebesaran. Zoi bisa lihat bagaimana kokohnya biseps di sepasang lengan pria itu, belum lagi tonjolan otot dan dada terbentuk sempurna dan mengecap jelas dari balik pakaian.

"Supaya imbang, bagaimana jika kau juga melihatku telanjang?" tawar Samael.

Samael tidak peduli, pandangannya beralih ke arah jernihnya air danau. Berjalan meninggalkan Zoi, ia mendekati air danau sambil menaruh jubah di sebuah batu besar, sejurus kemudian dengan perasaan abai akan keberadaan Zoi, ia menanggalkan seluruh pakaian, mengekspos seluruh tubuhnya sembari melangkah ringan memasuki danau.

Kini air danau telah mencapai selangkangan Samael. Kesegaran air danau yang sedikit hangat menyerbu pori-pori kulitnya yang terasa membeku. Malaikat itu menciduk air danau dengan tangan kanan, mengangkatnya setinggi dada lalu tersenyum. "Tidak begitu buruk," komentarnya.

Samael lantas menoleh, memandangi Zoi yang membeku tak jauh darinya. Wajah wanita itu sudah sematang buah persik melihat segala pemandangan yang ia diberikan. Tubuh dengan kulit sepucat mayat terlihat kontras dengan rambut panjang hitam legam bak eboni yang tiba-tiba lepas sanggulnya, rambut itu menjuntai hingga garis pangkal bokong Samael yang padat, belum lagi punggung lebar Samael yang tampak gagah sengaja diregangkan sehingga otot-otot itu kian indah dipandang.

Berakhir sudah. Wajah Zoi sudah sangat merah, debaran jantungnya bagai dentuman yang hingar bingar, ditambah ia mulai lupa bagaimana mengatur napas agar kembali ringan.

Melihat pandangan tidak biasa Zoi pada tubuhnya membuat Samael sedikit mengulas senyum nakal. "Kenapa? Kau mau bergabung bersamaku setelah melihatnya?"

Apa?! Zoi melotot dan segera lari dari sana, tidak peduli lagi. Laki-laki bertopeng seram itu sudah sinting! Sepanjang jalan pulang, Zoi terus memaki seperti itu.

Namun, ketika sampai rumah dan memasuki kamar ia justru mendapati Mareia duduk di kursi kayu dekat ranjang neneknya. Menyadari kehadiran Zoi, Mareia mengulum senyum melihat air muka wanita itu tak begitu baik.

Samael: Love Beyond DeathTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang