05| Morshala

48 6 4
                                    

SELAMAT MEMBACA

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

SELAMAT MEMBACA

"Ada apa denganku?"

Samael menggosok kedua tangan di air mengalir, manik hitamnya yang kelam semakin suram ketika mengingat kembali bagaimana dia memperlakukan Zoi.

Sial! Samael memaki sambil membasuh kasar wajahnya.

"Hm? Ada apa denganmu?"

Mareia bertanya dan hadir secara tidak wajar, mengudara dengan tubuh terbalik dan kini wajahnya tepat di depan wajah masam Samael.

Samael berdecak, berbalik untuk masuk ke kediamannya. Tidak seperti kediaman malaikat lain yang memiliki pelataran dipenuhi tanaman cerah dengan permukaan hijau, pelataran Samael justru memiliki tanah hitam dan disesaki oleh gugusan bunga red spider lily.

Bunga dengan kelopak merah menyala itu memiliki benang sari lentik mengelilinginya dan walau terlihat amat menawan, bunga itu sangat beracun. Tingkat racunnya berbeda dengan red spider lily di dunia tengah juga warnanya tidak menyala seperti di Morshala.

Mareia ingat betul bahwa tangannya hampir membusuk hanya sekadar tersenggol bunga itu. Kalau bukan malaikat, Mareia yakin bahwa dirinya sudah membusuk di tempat.

"Jangan menatap pelataranku seperti itu," tegur Samael.

Mareia bergidik. Padahal malaikat kematian itu berjalan tanpa menoleh tapi, tahu seperti apa ekspresinya sekarang. Sungguh, setelah tiga malaikat petinggi seperti Michael, Gabriel dan Luciel, sosok Samael tidak boleh diremehkan.

"Kenapa kau kemari?" Samael telah mengisi kursi di teras, menatap Mareia dengan tajam.

Sambil tersenyum kikuk, Mareia mengisi kursi yang kosong di seberang Samael. "Apa Morshala sedang dalam masalah?"

Samael hanya diam, memandangi pelatarannya dengan datar. Pertanyaan Mareia itu tidak perlu dijawab karena pasti Zoi telah bercerita tentang kejadian kemarin di Elferia.

"Katanya kau akan bertanggung jawab, tapi sepertinya ini bukan masalah kecil dan bisa kau hadapi sendiri."

Mareia terus bicara tidak peduli Samael masih diam tapi, yakin bahwa pria itu mendengarkannya.

"Ruh yang kabur itu Saires, kan?" terka Mareia.

Walau hanya sekejap, tubuh Samael bereaksi atas terkaan itu hingga Mareia mengembuskan napas kasar. "Aku akan menyampaikannya pada Luciel."

"Tidak perlu," sergah Samael.

"Dia juga bertanggung jawab tentang ini."

Samael: Love Beyond DeathTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang