Jika ia diizinkan untuk membuat list sepuluh hal terbahagia dalam hidupnya, maka bertemu dengan sosok Jazlan akan menempati urutan lima teratas.Senyum yang membuat mata lelaki itu menyipit itu nyatanya mampu menarik perhatian dirinya. Terlebih setelah melihat betapa lembut sikapnya pada sekitar.
Ia ingat, interaksi pertama yang ia miliki adalah saat lelaki itu sengaja membukakan pintu perpustakaan kota saat mereka tidak sengaja bertemu. Perlakuan sederhana yang bahkan jarang dilakukan oleh orang sekitarnya. Helga yang dikenal dengan julukan anti romantic di sekolahnya kala itu diam-diam menaruh rasa.
Dunianya benar-benar terfokus pada lelaki itu. Ia bahkan harus membujuk orang tuanya agar memindahkan tempat lesnya. Rasanya hanya dengan memandang wajah lelaki itu saja mampu membawa senyum di bibirnya.
Seperti sekarang, melihat lelaki itu tengah asyik bersenda gurau dengan temannya membuat dirinya terkekeh kecil, padahal Helga sama sekali tidak tahu apa topik yang membuat lelaki itu tertawa.
"Rame banget, besok-besok gak usah ke sini deh," celetukan dari Yara memaksanya untuk mengalihkan sebentar pandangannya. Gadis yang duduk berhadapan dengannya itu tengah memperhatikan sekitar. "Tumben banget lo mau makan di sini."
Helga enggan menjawab. Gadis itu memilih untuk diam dan menyeruput minumannya. Ia tidak menemukan jawaban yang tepat. Terlebih ia tidak ingin temannya tahu perihal rasa yang ia sembunyikan.
Keduanya harus bergerak cepat melahap makanannya begitu makanan itu datang. Waktu mereka tersita karena ramainya antrean untuk makanan yang mereka inginkan hari itu.
"Beneran deh, besok mending ke Ttalgi aja kalo makan," keluhan kembali keluar dari Yara. Makanan yang mereka pesan bahkan belum sempat mereka tuntaskan.
Helga tidak terlalu menaruh perhatiannya pada teman yang kini sudah berjalan di sampingnya. Gadis itu tengah mengatur napasnya. Mengatur skenario yang telah ia rancang selama ia menyantap makanannya tadi.
"Eh, Jazlan?" Tanyanya pada sosok yang menjadi sasaran fokusnya tadi.
"Helga?" Lelaki itu mengarahkan telunjuk ke arahnya. Gadis itu tersenyum kala mengetahui lelaki pujaannya itu masih mengingat dirinya.
"Sendirian aja?" Pertanyaan bodoh keluar dari mulut Helga. Dirinya terlalu kikuk jika sudah berhadapan dengan lelaki yang disukainya.
"Iya, kita mah gantungan kuncinya Jazlan. Ya gak, Han?"
Helga kini mengarahkan telunjuknya pada pemilik suara. "Lo yang suka ngintilin Lyra, kan?"
Jazlan mengerutkan keningnya kala mendengar nama yang ia kenal. "Lyra?"
Netra milik Raihan pun sudah memfokuskan pandangan pada dua sahabatnya yang sudah saling pandang.
"Udah pacaran, sih." Haidar benar-benar sudah merampas vokal milik Jazlan. Lelaki itu semakin dibuat bungkam atas pernyataan yang baru didengarnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Illusive [ON GOING]
RomansaLyra pikir, bertemu dengan Haidar merupakan sebuah karunia. Bahagia yang ia pikir akan diraih, seolah semakin menjauh kala palsu itu mulai dirasa nyata. Semua berawal dari palsu. Namun palsu seolah mendorong dan berakhir dengan jatuh. Mungkinkah pal...