Kini kau benar-benar pergi. Bahkan bayanganmu saja tak dapat ku gapai. Semuanya sirna disini, bagai pelangi yang pergi dan entah kapan kembali.-Alycia
"Al, kamu bisa ke kantor sekarang?"
"Aku kesana, Jane."
Segera gadis itu mematikan panggilan telepon dan memasukkan benda pipih itu dikantong celananya. Tak butuh waktu lama Alycia bergegas pergi meninggalkan firma hukum yang sejak dua jam yang lalu ia singgahi untuk sekedar diskusi dan menyelesaikan pekerjaannya.
Alycia tak terlihat baik - baik saja. Sejujurnya selain pusing dengan pekerjaan ia juga memikirkan satu orang, Davian. Pria itu tak dapat hilang dari benak Alycia meski gadis itu berusaha sebisa mungkin menyibukkan dirinya. Gadis itu mulai mengenakan blazer yang tadinya digantung rapih dirak.
"Mau kemana?" Tanya Bastian
"Ada urusan dikantor, kamu bisa konsultasi atau ngobrol sama jaksa Dzahwan." gadis itu berujar sembari merapihkan blazernya.
Bastian mengangguk paham. Namun, tak sengaja atensinya beralih pada kalung yang dikenakan Alycia, "kalungnya bagus cocok kamu pake."
Sontak hal itu membuat Alycia diam membeku. Tangannya meraba kalung yang masih menggantung dilehernya. Tiba - tiba matanya memerah, buliran air mulai keluar dari matanya. Ia ingat betul kalung itu adalah pemberian dari kekasihnya. Berusaha menjauh dan menghindar memang tak semudah membalikkan telapak tangan. Semua rekaman kebahagiaan terputar otomatis di otak Alycia.
"Kamu kenapa?" suara serak Bastian berhasil memecah lamunan gadis itu. "Kamu sakit? Pusing? Ada masalah?" Bastian bertanya banyak hal untuk mencari perhatian.
"Hmm." Alycia mengangguk tanpa menoleh sedikitpun kearah Bastian yang padahal berada disampingnya.
Tak seperti Bastian yang banyak bicara dan akan malah membuat Alycia semakin pusing, Dzahwan menghampiri Alycia dan menyodorkan sehelai tisu. "Be better ya." ucapnya dengan satu tangan mengelus punggung gadis dihadapannya.
"Thanks."
Dzahwan mengangguk, "hati - hati dijalan."
Alycia mengangguk dan sedikit membukukkan tubuhnya. Gadis itu pergi meninggalkan Bastian dan Dzahwan yang masih berdiri diruang kerjanya.
Sepeninggal Alycia, Bastian merasa ada hal yang aneh.
Kenapa tiba-tiba mellow cuma gara- gara kalung toh kan kalimat tadi kalimat pujian. Kenapa malah sedih?
"Tuan Bastian?"
Samar - samar cowok itu mendengar suara seseorang. "Bastian?" Panggil Dzahwan sembari menepuk pundak lelaki dengan pakaian turtleneck berwarna hitam. "Mari ke ruangan saya!" seloroh jaksa dengan kacamata menggantung dicelah baju .
Bastian mengangguk paham lalu berusaha beranjak dari tempatnya saat ini.
*****
"Halo? ... Hah ngapain? Lo pargoy? ... Hah apaansih? Gak denger, gue budek .... Gue? Apaansi!? Gue dijalan, Ram. DIJALAN!! j a l a n, jalan bukan jalang. Anjing lu setan temen sendiri dikatain jalang. .... Ohh ya maap kan udah dibilang kalau budek, jalanan rame ngab... Yayaya nanti kesana. .... Yo bro, see you. .... Hah? Mwahh, eww huekk. .... Yo, dah."Kira - kira seperti itulah hebohnya percakapan jarak jauh antara Alycia dan Ramdani. Dengan posisi yang masih diatas motor, Alycia menatap sekeliling. Tiba-tiba saja jalanan kota menjadi ramai. Atensinya beralih pada truk tangki yang berhenti ditengah jalan. Beberapa orang yang memiliki jiwa kepedulian mulai turun dari kendaraan untuk mendekat kearah truk tangki, sedangkan orang yang minim kepedulian malah asik berulangkali memencet tombol klakson seolah sepanjang jalan raya ini miliknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
INEFFABLE
RomanceSederhana, kisah ini menceritakan tentang Bastian, Alycia, dan Davian. Secuil kejutan disetiap hidup mereka bertiga. Hidup ini penuh dengan kejutan yang tak seorangpun bisa menebaknya. Datang dan pergi, mulai dan usai. Seperti itulah siklus kehidupa...