5 [tak semua kejutan itu indah]

142 120 43
                                    

Mobil Civic Type R akhirnya terparkir di basemant hotel, setelah 16 menit menempuh perjalanan. Zayn dan Davian keluar dari mobil secara bersamaan.

"Abang, kita gak telat kan." Tanya sang adik sembari membuka bagasi mobil.

"Gak kok, aman." Jawab davian sembari mengambil beberapa paper bag dari bagasi.

Brugh
Suara menutup bagasi.

Kedua adik kakak itu menuju ke resepsionis. "Bang! Ibu chat nih, katanya udah booking di Penthouse Room." Kata Zayn disebelah Davian, cowok itu mengangguk mendengarkan sang adik sembari berjalan. Keduanya kini segera menuju ke resepsionis untuk check-in.

"Selamat sore tuan, selamat datang di hotel Surya Kencana, apakah ada yang bisa saya bantu?" Resepsionis itu menyapa dengan ramah.

"Saya sudah ada janji, sudah booking di Penthouse room." Davian berujar dengan deep voice nya.

"Sebentar ya saya cek dulu." Resepsionis itu mengecek data yang ada di komputer. "Apa betul atas nama tuan Adiwangsa?"

"Iya benar."

"Baik tuan silahkan, bisa menuju ke Penthouse room."

"Thanks." Davian tersenyum dan segera pergi ke Penthouse room.

Zayn maupun Davian menaiki lift demi lift untuk menuju Penthouse Room.

Davian membuka pintu, kakinya melangkah menuju living room. Senyuman tipis terukir dibibir kecil davian, tangan kanannya membawa paper bag berukuran besar. Davian dan Zayn berjalan dengan santai menuju kearah sofa tepat dimana ia melihat kedua orangtuanya duduk.

Maya dan Adiwangsa yang melihat kedua putranya sontak berdiri, binar kerinduan tak dapat disembunyikan dari mata keduanya. Sekarang mereka berdua berjalan melangkah kearah kedua putranya. Tepat dihadapan davian dirinya melihat dengan jelas orang tua yang sudah lama tidak dia lihat secara langsung. Matanya mulai berkaca-kaca. Maya langsung memeluk sang putra sulungnya itu.

"Depaa.. ibu kangen !!" Maya memeluk tubuh davian dengan erat sembari menangis.

"Aku juga kangen ibu." Davian mulai meneteskan air mata.

Disisi lain pria berusia 47 tahun masih memandang kearah Davian dan Maya yang masih berpelukan. Maya menatap sang putra sulung dengan senyum dan raut wajah bangga, sesekali Maya mencium kening putranya. "HAHAHAH untung ibu pakai high heels jadi bisa cium aku." Davian tertawa kencang meledek sang ibu. Maya sontak dibuat tertawa kecil sembari mencubit perut Davian.

Adiwangsa menatap dengan intens kearah Davian. Tanpa menunggu lama pria itu menghampiri dan segera memeluk sang putra sulung. Davian mengeratkan pelukannya, rasanya sangat rindu. Namun beberapa saat Davian segera melepaskan pelukan itu dan menghapus air mata dengan kasar.

"Ibu, romo, monggo lenggah dateng sofa!" Perintah Davian. Maya, Adiwangsa, dan Zayn kebingungan. "Udah cepet duduk!" Davian menyuruh paksa kedua orangtuanya. Maya dan Adiwangsa pun menuruti dan duduk bersebelahan disofa.

"kula nyuwun nuwun sewu dhateng romo lan ibu, amargi kula sadangu menika awis ngagungani wekdal lan mboten sempet kondur. ngapuntenaken putra panjenengan ingkang taksih kagungan kathah lepat romo, ibu." ujar Davian dengan bahasa Krama halus sembari sungkem kepada Maya dan Adiwangsa. Davian memang sangat ahli dalam bahasa Jawa Krama halus, karena sedari kecil Davian sudah diajari ayahnya dan suka ikut sang ayah pergi mendalang walau sekedar menonton dan belajar tentang budaya.

INEFFABLE Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang