"Gak semua tempat 'Pulang' adalah rumah,"———
Rumah, mungkin sebagian orang menjadikan rumah adalah tempat paling nyaman untuk pulang. Tapi tidak dengan aku, aku benci rumah, hanya ada goresan luka di setiap ruangannya. Semuanya berawal setelah Bunda meninggal dunia untuk selamanya, Orang yang paling aku cintai itu harus pergi lebih dulu karena kecelakaan siang itu.
Semenjak setelah itu, papa benar-benar berubah, bukan papa yang aku kenal dulu, dia jadi lebih sering pilih kasih kepadaku dan Kakak ku. Aku bisa melihat jika kasih sayang Papa hanya Untuk Bang Cakrawala, Kakak kandung ku. Papa tidak pernah peduli pada aku, aku selalu di perlakukan sesukanya, bahkan bagian tubuh ku membiru karena pukulan tangan darinya.
Ingin pergi dari rumah ini. Tapi bang Cakra melarang keras untuk itu. Walaupun kita beda kota, bang Cakra sangat peduli terhadap ku. Biasanya juga dia akan pulang ke rumah. Dia sekarang sedang menempuh S3 di Yogyakarta.
Papa belum pulang, rumah ini sepi. Hanya ada bi Wati, Art di rumah ini. Aku berjalan ke arah kamarku, merebahkan tubuh ku di atas ranjang. Tidak peduli dengan hari yang kian larut, tapi aku belum juga mandi.
Handphone ku bergetar. Aku mengulas senyum saat melihat siapa yang menelpon ku.
"Tadi gue liat luka memar di bibir Lo, ulah siapa?," tanya seorang gadis di sebrang sana.
"Biasa lah,"
"Udah lah no, pecat aja jadi bokap. Kalo gue jadi Lo, gue udah lapor polisi dari dulu!," Tanyanya.
"Walaupun gitu, dia Papa gue Noey,"
"Emang ada bapak yang se-kejam itu sama anaknya?,"
Namanya Noey Natasya, teman satu kelas ku yang selalu ada jika aku butuh. Beliau sangat mengerti keadaan ku, tentang keluarga, percintaan, ekonomi, pasti Noey lah orang pertama yang mengetahui itu semua.
"Gak enak banget jadi gue,"
"Lo mending, lah gue?,"
"Gue gak mau adu nasib bjir,"
"Lo mah enak, mau apa aja tinggal minta, gue apa no?, Harus nabung dulu, belum lagi nanti buat biaya kuliah,"
"Tapi kebahagiaan gak bisa di beli pake uang Noey,"
Tut....
Sambungan telpon di putus secara sepihak oleh oleh ku. Aku berjalan ke arah balkon kamar, menatap bulan dan bintang yang menerangi gelapnya malam. Aku jadi ingat seutai kalimat yang pernah aku temui di sosial media tentang indahnya malam, 'malam hari memang tenang, namun tidak dengan pikiran,'. Dan kalimat itu ada benarnya, aku lebih sering overthinking setiap malam hari, tentang keberhasila ku, kebahagiaan ku, dan juga akhirat ku.
***
"KARENA LOMBA KEMARIN KALIAN DAPAT JUARA SEMUA, NANTI SETELAH KBM SELESAI, KITA KE PANTAI," Ujar lelaki setengah baya dengan perut buncit yang menjadi ciri khasnya. Pak emuy namanya, Guru BK yang paling Galak, tapi asik.
Kemarin, SMA Pradipta, atau SMA yang Noe tempati mengadakan berbagai cabang perlombaan antar SMA/MA. Seperti; Futsal, basket, olimpiade, paskibra, badminton, PMR, karate, dan masih banyak lagi. Dan SMA Nusantara mendapatkan juara paling banyak, bahkan hampir semua, bukan karena menyogok juri, tapi memang SMA Nusantara adalah sekolah Terbaik dengan predikat A.
"GAK USAH BAWA BEKAL, SEMUA YANG KALIAN BUTUHIN NANTI, DI TANGGUNG SEKOLAH," Lanjut Pak emuy.
"Coba gini dari dulu," celetuk Noe yang langsung mendapatkan anggukan dari Noey.
Noe dan Noey memang tidak bisa masalah pelajaran, tapi kalo soal olahraga. Jangan di tanya, sebut apa nama olahraga itu, pasti mereka bisa. Contohnya kemarin saat mereka tanding basket, mereka mendapatkan banyak poin. Sampai si lawan kewalahan sendiri. Hebat bukan?.
"Coba kalo kita gak bilang waktu itu, pasti ini gak akan pernah ada," Bisik Noey.
"Boleh kembali ke kelas masing-masing," Ucap pak emuy.
Mereka berhamburan pergi dari depan kantor. Kembali ke kelas masing-masing untuk melakukan KBM.
Pukul 11.45, KBM selesai. Ya, karena ini hari Sabtu, KBM dilakukan lebih cepat dari sebelumnya, jika hari Senin-Kamis mereka akan pulang pukul 2.45 siang, namun jika hari Jumat-Sabtu, mereka pulang pukul 11.45.
Dan... Ini lah kisah Ku. Seorang Gadis Tomboi yang salah dalam menaruh hati.
*****
Gimana ya selanjutnya?...
Vitment nya man temannn....
IG: _noeayas.12
TikTok; _noeayas.12
KAMU SEDANG MEMBACA
Cerita Noe
FanfictionTentang aku yang tidak bisa mendefinisikan sebuah perasaan, entah suka ataupun kagum. Jika perasaan itu benar, aku sama sekali tidak berharap memiliki perasaan tersebut. Semuanya hancur, Teman yang sudah ku sebut sebagai 'rumah' harus hilang karena...