TIGA

168 23 2
                                    

Typo tandain

***
"Kita seperti teluk Alaska, Di samudra yang sama tapi tidak di izinkan untuk bersama,"

———

Satu Minggu terus menerus bersama Laras, aku sudah merasakan bahwa aku benar-benar mencintai dia. Aku tau ini salah, tidak seharusnya ini terjadi, tapi apa bisa buat?, Ini semua sudah tertulis dalam takdir hidup ku.

Kini, aku sedang berada di kantin. Untuk mengisi perut yang sudah berbunyi sejak jam pertama tadi. Aku berusaha keras untuk tidak menatap Laras yang berada di sebrang ku dengan teman sekelasnya.

Aku tidak ingin jatuh terlalu dalam pada dirinya.

Aku ingin melupakannya, aku ingin menjauhinya. Walaupun kemungkinannya hanya tipis, karena setiap aku jatuh cinta pada orang, aku selalu berusaha keras untuk membuat orang itu nyaman.

Benteng ku pupus, mata ku menatap wajahnya yang ternyata sudah menatap ku sejak tadi, dia mengulas senyum indah pada ku. Ya Tuhan... Ciptaan mu sangat indah.

Terkadang aku ingin sekali berteriak di telinganya, bahwa orang yang aku cinta adalah dia.

Aku tau ini salah, tapi bisa tidak jika Laras menjadi milikku?.

Bibir mungil itu bergerak. Aku mengerutkan keningnya tidak maksud dengan apa yang di katakan Laras.

"Ha?," Ucap ku terarah padanya. Membuat Noey yang berada di sebelah ku menatap arah pandang ku.

"Evaluasi halaman 19 udah di kerjain belom?, Kimia," Ucap Laras.

Aku mengangguk. Memang benar, aku sudah mengerjakan tugas itu karena guru Kimia yang memberi tugas.

"Nanti gue pinjem ya," Kata Laras.

Aku mengangguk. Sudah menjadi kebiasaan antara kelas IPA B sampai IPA D. Kita saling berbagi, jadi sangat mudah jika tugas belum di kerjakan, bisa minta ke kelas sebelah.

"Gue balik dulu," Ujar ku pada teman Laras. Sebenarnya untuk laras si.

"Yaa. Nanti bukunya gue ambil setelah ini no," Sahut Laras.

"Iya," Jawab ku.

Tepat saat sampai di depan kelas XII IPA B, Bel masuk berbunyi. Seluruh siswa-siswi berhamburan masuk ke dalam kelas masing-masing.

Belum sempat Guru masuk, suara gemuruh hujan terdengar. Hujan turun sangat deras membasahi tanah bumi. Belakangan ini, memang sering kali Hujan.

Aku menatap derasnya hujan dari arah jendela. Suara hujan menurut ku sangat tenang.

Jika ada yang tanya, apa yang aku sukai. Aku akan menjawab; Hujan, pantai dan Laras.

Jatuh cinta padanya sama sekali tidak pernah terlintas dalam otak ku. Aku tidak pernah ingin menyukainya. Tidak pernah meminta untuk masuk ke dalam hati yang salah.

Tuhan... Maafkan aku.

"WOI!!. MAIN HUJAN YOK!,"

Aku terperanjat kaget saat suara Anggi tiba-tiba menggema di ruang kelas ku. Wajar, tidak ada anak laki-laki di sini, jadi Anggi berani saja berteriak sekeras mungkin.

"Ya Allah nggi. Bisa gak di kecilin dikit suaranya?," Kata Gadis yang menjabat sebagai ketua kelas. Namanya Anya, Ketua kelas yang tidak mau di kalahkan. Satu minusnya, dia sepupu ku.

"Ayo no... Biasanya aja main hujan di rumah," kata Anggi yang masih berada di ambang pintu.

"AYOK NGGI!. GUE MAU," Noey beranjak dari tempat duduknya.

Cerita NoeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang