"Kita, Segamungkin itu ya?,"———
Aku mengendarai motor cukup kencang, tidak sabar untuk melihat bang Cakra yang sudah tiba di rumah.
Angin sore berhembus lembut menerpa tubuh ku yang hanya menggunakan baju putih sekolah.
Sampainya di rumah, aku langsung masuk ke dalam. Sangat sepi lantaran papa sedang berada di kantor, entah kapan pulangnya, Aku hanya sendiri di rumah sejak 3 hari lalu, untungnya bang Cakra mempercepat proses kepulangannya.
"BANGG CAKRA!!!," Teriakku keras, mungkin akan terdengar sampai lantai dua.
"NOYYY!!," Dari arah dapur, bang Cakra berlari ke arah ku. Dia memeluk tubuhku erat, seperti 5 tahun tidak bertemu. Padahal kami sering berkomunikasi, Tak jarang kami melakukan video call.
'Noyy' adalah panggilan khusus untukku, hanya bang Cakra saja yang memanggil namaku dengan sebutan itu.
"Sehat bang?," Tanyaku basa-basi.
"Sehat, kamu gimana?," Tanya bang Cakra.
"Sehat si, cuman stres dikit," Jawabku asal. Sebenarnya aku tidak stres, itu hanya guyonan saja.
Bang Cakra menarik kedua tangan ku, ia membolak-balik tangan ku. "Bagus, bersih, gak ada coretannya sama sekali," Ucap bang Cakra.
"Iya lah, sekarang Noy punya temen yang buat hidup Noy semakin berwarna," Jawab ku.
Biasanya selepas bang Cakra pulang, banyak sekali coretan-coretan di tangan ku, yang sengaja aku buat dengan kaca pecah ataupun silet. Namun sekarang, Luka itu sudah pudar, sudah beberapa bulan ini aku tidak melakukannya.
"Tapi kamu harus inget. Jangan hidup ketergantungan sama temen," Nasihat bang Cakra.
Aku hanya mengangguk.
"Kapan papa pulang?," Tanya bang Cakra padaku.
Aku mengangkat kedua bahuku, menandakan bahwa aku tidak tau. "Bang Cakra telpon aja, pasti papa langsung pulang. Kan Abang yang selalu di prioritaskan," Ujar ku.
"Kamu juga di prioritaskan No..,"
"Bohong banget. Kalo aku di prioritaskan, aku gak akan ngelukai tangan aku sendiri," Ujarku, sebelum melangkah pergi dari hadapan bang Cakra.
Aku juga ingin di prioritaskan oleh papa, Tapi itu hanya kemustahilan yang selalu aku bayangkan. Dia tidak pernah sayang padaku lagi, entah karena apa. Hanya bang Cakra yang tau itu, namun setiap kali aku bertanya, bang Cakra selalu menyelimur ucapanku. Sampai kapan bang Cakra menyembunyikan itu?, Apakah aku tidak berhak untuk tau?.
***
Hujan deras membasahi bumi dengan kencang, kilatan petir saling bersahutan, juga dengan suara Geluduk yang membuat sebagian manusia takut dengan itu.
Aku melipat tanganku pada bagian dada, untungnya saat berangkat sekolah tadi aku menggunakan jaket. Aku melirik Laras dengan ekor mataku, ia meringkuk kedinginan, tangannya selalu dia gosok agar tidak merasakan kedinginan, Tatapan matanya seperti orang kelelahan. Dia tadi harus membantu guru membereskan ruangan untuk rapat.
Aku melepaskan jaket ku, lalu memberikan padanya. "Pake aja daripada Lo kedinginan gitu," Ujarku.
"Makasih," balas Laras. Ia langsung menggunakan jaket yang aku berikan padanya. Kini giliran aku yang kedinginan.
Aku masih menatap wajah itu yang sedang menatap hujan lebat. Dia cantik, dia pintar, dia serba bisa, tidak seperti aku yang bodoh dalam hal apapun, hanya di bidang olahraga saja yang aku Fahami.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cerita Noe
FanfictionTentang aku yang tidak bisa mendefinisikan sebuah perasaan, entah suka ataupun kagum. Jika perasaan itu benar, aku sama sekali tidak berharap memiliki perasaan tersebut. Semuanya hancur, Teman yang sudah ku sebut sebagai 'rumah' harus hilang karena...