"Apa aku salah?, Jika aku berfikir kamu bisa aku miliki?,"———
"bunda yakin mau pergi ke pantai sekarang?. Hujan lho masian," ucap cakrawala pada wanita yang dia sebut bunda di depannya.
"Ya mau gimana lagi bang, adek kamu yang minta. Kalo gak di turutin pasti nanti tidurnya ngelindur," Jawab bunda.
Cakrawala menatap Noe yang sedang menghadang air hujan dengan tangan mungilnya yang turun lewat genteng rumahnya.
Cakrawala mengangguk. "Engga ah. Mendingan di rumah aja. Tidur,"
Bunda mengusap rambut hitam cakrawala. "Abang hati-hati di rumah ya?, Kalo ada apa-apa langsung telpon bunda atau ayah,"
Cakrawala mengangguk. "Bunda juga hati-hati,"
"Iyaa... Bang Cakra mau nitip apa?," Tanya bunda.
"Gak ada,"
"Yaudah, bunda berangkat ya,"
Cakrawala kembali mengangguk. Kemudian bunda menyusul putri bungsunya yang sudah berada di teras rumah sejak tadi. "Ayo no," kata bunda.
"Yeaayy ke pantai!," Kata Noe kecil senang.
Mereka memasuki mobil, di dalam sudah ada papa yang siap untuk menjadi supir. "Ayo pa jalan!," Seru Noe kecil.
"AYOO!," Jawab papa.
Mobil melaju dengan kecepatan sedang.
"Pantai tunggu Noe yaa!!," Kata bocah itu senang.
Bunda tersenyum manis, melihat bunda tersenyum papa pun ikut tersenyum.
"MASSS AWASSS!!,"
Brak!!..
Sebuah truk dengan kecepatan kencang hendak menabrak mobil mereka, namun papa dengan cepat membanting stir ke kiri menyebabkan mobil itu mengguling beberapa kali. Darah segar pun mengalir dari mobil itu, mengalihkan perhatian orang sekitar.
Tubuh Noe tidak dapat di gerakan, tapi matanya masih cukup untuk melihat ke sekitar. "Bun.... da....," Lirih Noe.
Di depan, dia masih bisa melihat bunda yang sudah tidak sadarkan diri. Banyak darah bercucuran di wajahnya akibat kaca mobil pecah dan mengenai wajah bunda.
"BUNDAAA!!,"
Noe terbangun dari tidurnya. Dengan Nafas terengah-engah. Kejadian beberapa tahun silam lagi-lagi hadir dalam mimpinya. Membuat cewek itu terisak.
"Bunda... Hiks,"
"Bunda...,"
Noe tidak pernah tahu jika tawa bundanya yang ia dengar waktu itu adalah tawa terkahir sebelum bundanya benar-benar pergi.
Dia sadar, kematian sang bunda adalah karenanya.
Beratus-ratus kali Noe menyalahkan diri sendiri atas itu semua.
"Maaf bunda... Maaf..," gumam Noe.
***
Aku melihat bi Wati sedang berjalan dengan koper putih yang di bawa olehnya. Aku segera berlari menghampiri wanita baik hati itu. "Bi!, Mau ke mana?," Tanya ku.
"Maaf nak, bibi udah gak kerja di sini lagi," jawab bi wati.
"Lho kenapa bi?,"
KAMU SEDANG MEMBACA
Cerita Noe
FanfictionTentang aku yang tidak bisa mendefinisikan sebuah perasaan, entah suka ataupun kagum. Jika perasaan itu benar, aku sama sekali tidak berharap memiliki perasaan tersebut. Semuanya hancur, Teman yang sudah ku sebut sebagai 'rumah' harus hilang karena...