"Jika tidak memiliki rasa, Jangan membuat aku berharap pada kamu,"———
Malam hari, setelah pulang dari cafe 77. Hujan turun dengan derasnya, membuat aku langsung berlari ke arah balkon dengan secangkir kopi susu di tanganku. Aku menatap hujan dengan tenang. Aku suka hujan, sangat suka.
Hujan memang berisik, tapi tidak se-berisik omongan manusia.
Melihat hujan yang sedang turun membuat pikiran aku berputar. Hujan di sekolah dengan Laras kala itu, ya, semuanya masih teringat jelas, Juga dengan mimpi yang tiba-tiba hadir menjadi salah satu bagian paling indah ku.
Aku ingin mengulang waktu itu, aku ingin bermain hujan lebih lama lagi dengan Laras.
"Baru berapa menit ketemu, gue udah kangen Lo aja ras," Gumam ku.
Drettt.... Drettt...
Handphone di saku celana hitam ku bergetar, menandakan ada panggilan dari orang untuk Ku. Segera ku lihat siapa yang menelpon ku, Mulut ku membentuk huruf O saat tau siapa yang menelpon ku malam-malam seperti ini.
Laras.
Panggilan itu dari Laras.
Segera ku angkat panggilan video call itu. Senyum indah dari Laras muncul saat aku mengangkat panggilannya. Aku pun membalas senyuman itu.
"Kenapa Lo telpon gue?, ada perlu?," tanya ku.
Dari sebrang sana, Laras menggeleng cepat. "Engga, gue cuman pengen telpon Lo aja, gabut soalnya," Jawab Laras.
Jadi aku hanya bagian dari bahan gabutanya saja?.
"Kalo gak penting gue matiin aja lah, kuota gue habis nanti,"
"Lo kaya bego!. Lo juga ada wifi, kenapa beli kuota!," Jawab Laras nge-gas.
"Emang wifi gak di bayar?," Tanya ku.
Dari layar handphone mahal ku, Laras menunjukkan deretan gigi putihnya tanpa dosa. "yaudah si, orang gue kangen sama Lo juga!,"
"Bohong banget. Baru juga ketemu,"
"Kan pengen liat hujan bareng sama Lo, gak mau?," Laras menaikkan alisnya.
Ini manusia satu beneran atau hanya bercanda si?. Laras berbicara seperti itu saja sudah membuat aku senang bukan main, walaupun aku tau Laras hanya bercanda.
"Gue Matiin aja lah, gak penting ngomong sama Lo!,"
"Jang—,"
Tut...
Sambungan aku putus secara sebelah pihak oleh ku. Habisnya membuat harapan ku pada nya semakin tinggi, dengan dia yang berbicara seperti itu pada ku membuat aku berharap lebih, bahwa Laras bisa aku miliki.
Tapi, apa mungkin?.
Dunia tidak mengizinkan kita.
***
"Ayo, pulang sama gue. Kezia gak berangkat lagi kan?," ucap ku saat berhasil mensejajarkan langkah ku dengan langkah Laras.
"Gue udah pesan Grab no," Jawab Laras.
"Cancel aja, Dari pada buang-buang duit, mendingan sama gue yang satu arah,"
"Gue gak enak, udah di—," Ucapan Laras berhenti saat seorang pria dengan motor matic berhenti di depannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cerita Noe
FanfictionTentang aku yang tidak bisa mendefinisikan sebuah perasaan, entah suka ataupun kagum. Jika perasaan itu benar, aku sama sekali tidak berharap memiliki perasaan tersebut. Semuanya hancur, Teman yang sudah ku sebut sebagai 'rumah' harus hilang karena...