I am having a bad dream
I guess I loved alone and broke up alone
Wake me up
Love is just a nightmare—Seo In Guk, Love U
***
Astri sudah sibuk di meja makan, menyiapkan sarapan untuk keluarga kecilnya yang akan sibuk memulai hari-hari menjelang akhir pekan. Kalau bukan karena hari ulang tahun Kiran, ia dan keluarganya terbiasa makan di luar setiap akhir pekan. Agenda itu perlu dimajukan karena ulang tahun Kiran kali ini terjadi di hari Rabu.
Perempuan yang masih memakai daster batik warna biru dongker itu baru saja akan menuju ke kamar anak perempuannya untuk mengingatkan bahwa jam sudah menunjukkan pukul 06.30. Seharusnya, anak bungsunya itu sudah siap berangkat, tetapi ia belum melihat tanda-tanda sang anak keluar dari kamar. Namun, belum sampai rencana itu Astri lakukan, ia justru melebarkan matanya saat melihat Kiran keluar kamar dan sudah rapi dengan seragam sekolah. Kiran sudah siap berangkat.
"Wah, tumben jam segini udah siap. Baru mau Bunda cek gara-gara nggak keliatan dari tadi," ujar Astri menghampiri Kiran.
Kiran menghindar. "Aku berangkat ya, Bun."
"Lho, nggak sarapan? Nggak bareng Ayah?"
"Nggak. Ada kumpul pagi OSIS." Kiran meraih tangan Astri untuk salam berpamitan.
"Kiran, lihat Bunda." Astri merasa ada yang aneh dengan anaknya, tetapi ia tidak tahu alasannya. "Kamu habis nangis?"
Meski sempat menoleh sesaat, Kiran langsung melepas genggaman, membuang muka, dan membuka ponselnya untuk memesan ojek online. "Aku pulang malem nanti. Assalamualaikum."
"Waalaikumsalam."
Astri sebenarnya ingin menegur sikap anaknya yang dianggap tidak sopan itu. Namun, melihat sekitar mata Kiran yang bengkak dan sembap, ia mengurungkan niatnya. Mungkin si bungsunya itu habis mimpi buruk atau menangisi drama yang sering ditonton sebelum tidur. Astri tidak terlalu ambil pusing. Toh, nanti anaknya akan kembali ceria lagi sepulang sekolah.
"Kiran belum keluar kamar, Dek?" tanya Rendi yang baru keluar dari kamar mandi, masih dengan menggosokkan handuk ke kepalanya yang basah.
"Baru aja berangkat."
"Udah berangkat? Nggak sarapan?"
"Buru-buru katanya ada kumpul OSIS."
"Bunda." Suara serak seorang laki-laki yang baru bangun tidur muncul mendekati meja makan. "Si Adek habis nangis semalem, Bunda tau?"
Tanpa mengalihkan pandangan dari layar ponsel, Astri mengangguk. "He-em. Tadi udah Bunda tanyain tapi nggak mau jawab. Paling habis nonton drama."
Jari-jari Astri berkutat di layar ponsel membalas pesan dari grup-grup pegawai yang sudah ramai. Keramaian itu muncul karena ada pemberitahuan mendadak yang membuat sebagian pegawai harus menyelesaikan input-an data karena akan dimonitor oleh pusat kepegawaian.
"Bukan karena drama, Bun." Zayd mencoba lagi untuk mengambil alih fokus ibunya.
"Hm."
KAMU SEDANG MEMBACA
Pasir Dalam Genggaman
Ficción General"Menggenggam kuat membuatku kehilangan segalanya, tetapi melepasnya membuatku tak memiliki apa-apa" Menjadi istri, ibu, kakak, dan anak di saat bersamaan bukanlah peran yang mudah bagi Astri. Pikirnya, menjadi wanita karir dapat membantu meringankan...